Solo, Infobreakingnews - Indonesia Police Watch (IPW) berpendapat polisi yang profesional
dan proporsional dalam menjalankan tugasnya dapat meredam aksi teror dan
kekerasan terhadap anggota Polri.
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane menyatakan, ancaman terhadap anggota polisi
masih ada kendati Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror sudah melakukan
penyergapan terhadap terduga teroris di Solo.
"Teror dan penembakan terhadap polisi tetap menjadi ancaman. Sebab, rasa
kesal sebagian masyarakat terhadap polisi kian memuncak," ujar Neta kepada
wartawan di Jakarta, Minggu (2/9/2012).
Dia mencatat, ada 11 polisi yang dikeroyok masyarakat dalam lima bulan pertama
pada 2012.
"IPW mengimbau Polri agar mengubah sikap, prilaku dan kinerjanya.
Anggotanya jangan arogan, represif, memeras. Tapi bekerja profesional dan
proporsional.
Sementara dalam penyergapan terhadap terduga teroris di Solo yang menewaskan
dua terduga teroris dan satu anggota Densus 88 Antiteror Polri, ICW menilai ada
tiga kejanggalan.
Dia menjelaskan, pistol yang disita dari terduga teroris yang terbunuh adalah
bareta dengan tulisan Property Philipines National Police. Padahal, sebelumnya
Kapolresta Solo Kombes Asdjima'in menyebutkan, senjata yang digunakan menembak
polisi di Pospam Lebaran jenis FN kaliber 99 mm.
Pertanyaannya, Apakah orang yang ditembak polisi itu benar-benar orang
yang menembak polisi di Pospam Lebaran, atau ada pihak lain sebagi
pelakunya?, ujar Neta.
Kejanggalan kedua adalah Densus 88 bertugas tidak sesuai standar operasional.
Bripda Suherman tewas tertembak karena tidak memakai rompi anti peluru. Pertanyaannya, Apakah benar pada malam 31 Agustus itu ada operasi Densus,
jika ada kenapa anggota Densus bisa teledor, bertugas tidak sesuai SOP?.
Kejanggalan ketiga, lanjut Neta, beberapa jam setelah penyergapan, Presiden SBY
memerintahkan Kapolri segera meninjau tempat kejadian perkara. Padahal, dalam
peristiwa-peristiwa sebelumnya, hal itu tidak pernah terjadi.*** Any CJ
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !