Headlines News :
Home » » Kejaksaan Belum Eksekusi 57 Terpidana Korupsi

Kejaksaan Belum Eksekusi 57 Terpidana Korupsi

Written By Unknown on Rabu, 15 Mei 2013 | 11.27


Jakarta , infobreakingnews - PR Kejaksaan semakin menumpuk ,karena Sebanyak 57 terpidana yang belum dieksekusi  tersebar di 12 wilayah hukum kejaksaan tinggi," kata anggota Badan Pekerja ICW Emerson F Yuntho saat audiensi dengan Wakil Jaksa Agung Darmono bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, Selasa (14/5), di Jakarta.

Dari 57 terpidana korupsi tersebut, kata Emerson, 23 koruptor belum dieksekusi karena telah melarikan diri atau masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Sedangkan lebih dari 30 orang terpidana korupsi lainnya belum dieksekusi karena sejumlah alasan.

Dalam catatan ICW, terpidana korupsi yang paling banyak belum atau diduga belum dieksekusi berada di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, yakni 22 terpidana, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta 6 terpidana, Kejaksaan Tinggi Riau 5 terpidana, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur 2 terpidana.

Salah satu contoh belum dijebloskannya terpidana kasus korupsi ke penjara adalah Bupati Kepulauan Aru Teddy Tengko, yang terbukti menggelapkan dana APBD Kepulauan Aru senilai Rp 42 miliar.
Pada 12 Desember 2012, sekelompok orang yang menjadi pendukung Teddy Tengko berhasil membatalkan eksekusi Kejaksaan Agung di Bandara Soekarno Hatta.

"Aparat kepolisian di sekitar bandara yang seharusnya mendukung upaya kejaksaan justru terkesan berpihak kepada sang bupati, sehingga proses eksekusi gagal dilakukan. Hingga kini terpidana korupsi selama empat tahun penjara belum mendekam di penjara dan malah diangkat kembali masih; menjabat Bupati Kepulauan Aru," katanya.

Contoh terpidana korupsi lain yang belum dieksekusi antara lain Satono (mantan Bupati Lampung Timur), Sumitha Tobing (mantan Direktur TVRI), Samadikun Hartono (kasus BLBI), Sudjiono Timan (BPUI), Djoko S Tjandra (Bank Bali), Adelin Lis, Nader Taher, dan Syarief Abdullah.

Kendati demikian, langkah kejaksaan dalam melakukan eksekusi terhadap koruptor layak diapresiasi dan didukung. "Namun, koalisi mengingatkan pihak kejaksaan bahwa masih terdapat sejumlah terpidana korupsi yang belum dieksekusi oleh kejaksaan," katanya.

Proses eksekusi terhadap para koruptor, menurut Emerson, penting dilakukan dalam rangka pengembalian supremasi hukum dan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Ia menambahkan, proses eksekusi koruptor yang tertunda atau lambat justru membuka peluang bagi koruptor untuk melarikan diri atau mengajukan peninjauan kembali (PK).


Dari kasus korupsi yang diamati oleh koalisi, eksekusi umumnya baru dilakukan satu sampai empat tahun setelah vonis untuk koruptor berkekuatan hukum tetap. Padahal, jika terjalin kerja sama dan koordinasi yang baik antara kejaksaan dan institusi yang lain seperti Mahkamah Agung dan kepolisian, setidaknya 14 hari setelah berkekuatan hukum tetap, koruptor bisa segera dieksekusi.

Pada hari yang sama juga digelar acara sharing di Kajagung, membahas berbagai keluhan yang dihadapi hampir semua Jaksa Agung Muda (JAM), terhadap terpidana kasus korupsi yang sudah diputus, banyaknya kendala yang ditemukanm termasuk pemberitahuan yang dirasa sangat lemot diterima pihak Kejaksaan dari pihak Mahkamah Agung RI, yang sampai saat ini , untuk sebuah SK saja dirasakan terlalu lama proses nya.
***Yakub Pranata
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved