Jakarta, infobreakingnews -- Seiring dengan kenaikan gaji pokok PNS yang berlaku sejak awal tahun 2013 dan sudah diterima secara rapel pada bulan Mei ini, dan melihat aspek lainnya, guna meningkatkan kelayakan kalangan wartawan, maka Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta menetapkan upah layak untuk Jurnalis di Jakarta tahun ini sebesar Rp.5.4 Juta. Penetapan upah tersebut dilakukan setelah menyusun berbagai komponen dan harga kebutuhan hidup layak sesuai ketetapan peraturan yang berlaku.
“Upah layak yang disusun AJI Jakarta tersebut terdiri dari 40 jenis kebutuhan ril para jurnalis setiap bulan berdasarkan harga terkini,” kata Umar Idris, ketua AJI Jakarta, Rabu, belum lama ini. Patokan gaji minimum bagi kalangan profsi wartawan di Indonesia ini akan sangat berpengaruh pada kwalitas penyajian berita serta masa depan keluarga wartawan yang selama ini nyaris terbiarkan begitu saja.
Mengingat betapa beratnya resiko dan tanggung jawab seorang wartawan menghadapi sejuta kendala ketika meliput dilapangan, maka kini sudah selayaknya penghasilan seorang wartawan pada sebuah media harus terjaga secara konsisten. Karena pengalaman pahit yang banyak dialami para pekerja jurnalis, seringkali menjadi galau ketika menurunkan suatu berita, karena memikirkan besarnya kebutuhan hidup dibanding minimnya gajhi yang diterima dari redaksi.
Menurutnya, rata-rata upah jurnalis di Jakarta saat ini masih di bawah standar upah layak. Sebagian besar media di Jakata menggaji jurnalisnya dikisaran Rp. 3 Juta – 4 Juta per bulan. Bahkan ada media yang menggaji di bawah upah minimum Provinsi di Jakarta yakni sebesar Rp. 2,2 Juta.
.Dan sungguh suatu hal yang mengagetkan banyak kalangan, kalau sementara ini masih banyak juga pengusaha media cetak belum mampu memberikan gaji kepada pekerja jurnalisnya, oleh karena kondisi modal yang minim dan kesepakatan pengusaha dengan kalangan wartawan nya sejak awal. Kondisi yang sangat memprihatinkan ini masih cukup banyak dijumpai ditengah hiruk-pikuk media mempublikasikan persoalan anak bangsa. Namun banyak hal yang musti dipikirkan oleh berbagai pihak dalam kondisi seperti ini, akan sangat sulit meningkatkan kinierja dan menghasilkan berita teraktual, karena ada nya beberapa cela dilapangan yang membuat kalangan wartawan menjadi kurang profesional, sebab faktor x yang kompleks.
“Berdasarkan survei tahun ini, hanya Bisnis Indonesia dan Jakarta Post yang memberikan upah layak untuk jurnalis tingkat reporter,” jelas Umar.
Sementara itu Dian Yuliastuti, sekretaris AJI Jakarta menambahkan bahwa, berdasarkan data Bloomberg dan data lainnya, pengeluaran perusahaan untuk gaji jurnalisnya masih sangat rendah. Hal itu bisa dilihat dari rasio penjualan dengan pengeluaran gaji jurnalis.
“Jawa Pos hanya sebesar 8 persen. Sementara Tempo Media Grup dengan ratio 12,39 persen,” katanya.
Menurut Dian, kondisi itu jauh dibandingkan Singapuoe Press Holding yang mencapai 29,3 persen dan Australia (Fairfax Media) dengan rasio 37,12 persen.
Untuk itu AJI Jakarta mendesak agar upah layak ini menjadi acuan bagi perusahaan media dalam memberikan upah minimal kepada jurnalis setingkat reporter dengan pengalaman kerja satu tahun dan baru saja diangkat menjadi karyawan tetap.
Melihat kenyataannya sejak 7 tahun silam, ketua RT dan RW di wilayah DKI Jakarta sudah menerima uang subsidi dari pemerintah yang sampai saat ini sebesar Rp.700 ribu perbulan, maka sudah sepatutnya kalangan pemerintah memberikan solusi kepada pengusaha media yang mengalami kesulitan modal, guna meningkatkan kesejahteraan hidup seorang wartawan.
Ironisnya, masih banyak pekerja jurnalis terus bertahan pada profesi yang sangat ditakuti kalangan penjahat koruptor ini, walau perusahaan media tempatnya bekerja belum bisa memberikan gaji , tetapi tetap terus bisa bekerja melakukan liputan berita karena bantuan para respondens dilapangan, apakah hal itu karena rasa senang respondens yang ditulisnya, atau malah sebaliknya, memberikan uang tip karena takut akan ditulis berita penyimpangannya??
Banyak uang negara terbuang percuma dikorup petinggi diberbagai tingkatan, kasus APBD dan yang trilunan dirampok dari tahun ketahun, dari tingkat paling bawah sampai pusat, namun masih belum juga terpikir untuk menyalurkan uang sebanyak itu kepada pertumbuhan media di Indonesia. Makanya jangan heran kalau semakin hari peperangan dasyat yang dilakukan oleh pewarta diberbagai media secara sprodis dan bernuansa bombastis menurunkan berita penyimpangan dikalangan penjahat berdasi. Semua itu karena kecemburuan sosial yang justru ditimbulkan pihak penguasa di negeri ini yang tak mau peduli dengan profesi wartawan.
Kini sudah waktunya lembaga wartawan di Indonesia, seperti AJI, PWI dan assosiet lainnya mencari solusi bantuan dana dari luar negeri, bila perlu dari Bank Dunia dan Finance Internasional lainnya, guna meningkatkan taraf hidup wartawan Indonesia,
***Emil Foster.S
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !