Anggoro dan Mafia Hukum di KPK dimasa lalu
Written By Unknown on Sabtu, 01 Februari 2014 | 05.29
Jakarta, infobrakingnews - Tertangkapnya Anggoro Widjojo diharapkan tidak hanya mengungkap kasus dugaan korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan, tetapi juga peluang untuk mendalami testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar tentang adanya mafia di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah, di Jakarta, Jumat (31/1), mengingatkan Antasari yang hingga kini belum pernah meralat testimoninya. Antasari yakin Anggoro melalui Ary Muladi telah melakukan penyuapan kepada pimpinan KPK. Dugaan penyuapan ke pimpinan KPK yang menyeret dua komisioner KPK jilid II, yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, pernah disidik oleh kepolisian. Kasus itu bahkan sudah dilimpahkan ke kejaksaan, meskipun sudah diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) untuk keduanya.
"Namun, seiring pelimpahan berkas dari penyidikan ke penuntutan, muncul desakan dari publik agar kasus yang menjerat Bibit dan Chandra dihentikan. Saat itu, dukungan masyarakat terhadap KPK sangat tinggi. Orang masih sangat percaya pada KPK, seolah-olah pimpinan KPK nggak mungkin salah. Ternyata Antasari masuk bui meskipun bukan kasus korupsi," ujar Fahri.
Menurut Fahri, SKPP adalah bagian dari skenario Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Denny Indrayana, yang kala itu masih menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Hukum sekaligus Sekretaris di Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. SKPP itu kemudian digugat Anggodo dan menang, sehingga SKPP dibatalkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kejaksaan (memaksa) lagi mengeluarkan deponeering (mengesampingkan perkara). "Bang Buyung (Adnan Buyung Nasution) waktu itu marah kenapa pakai deponeering. Ini siapa Bibit Chandra ini kok di-deponeer, harusnya masuk pengadilan," ujar Fahri mengutip pernyataan Buyung saat itu. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo juga mendesak KPK untuk mengusut dugaan keterlibatan pihak lain terkait kasus tersebut.
"Kita tahu Anggoro ini sebagaimana kita pernah dengar banyak menyinggung nama-nama besar, sehingga harus dibuka, ditelusuri, divalidasi siapa-siapa yang ikut bermain. Ada nama besar yang belum diputus. Salah satu nama yang disebut dalam kasus ini adalah mantan Menteri Kehutanan MS Kaban," ujar politisi Partai Golkar itu. Bahkan, terkait penyidikan kasus ini, KPK pernah memeriksa MS Kaban sebagai saksi. Saat kasus dugaan korupsi ini terjadi, Kaban menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Penyidik KPK bekerja sama dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berhasil membawa ke Indonesia Anggoro setelah menangkapnya di sebuah mal di Kota Zhenzhen, Provinsi Guangdong, China. Anggoro telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut pada 19 Juni 2009.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, Anggoro disangka telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Tetapi, menurut Abraham, KPK tidak akan berhenti pada satu pasal tersebut. "Untuk sementara ini baru satu pasal yang dikenakan," ujar Abraham. Abraham menegaskan bahwa saat ini KPK hanya akan fokus kepada dugaan penyuapan yang dilakukan Anggoro untuk memperoleh proyek SKRT tersebut. Selain terhadap pejabat Kementerian Kehutanan, Anggoro juga diduga menyuap sejumlah anggota DPR untuk memperoleh proyek SKRT.
Anggoro menyuap mantan Ketua Komisi IV Bidang Kehutanan DPR Yusuf Erwin Faishal sebesar Rp 75 juta dan 60 ribu dolar Singapura dengan tujuan agar Yusuf mau mengeluarkan rekomendasi bagi pengadaan SKRT dengan PT Masaro sebagai wakil produk Motorola yang ditunjuk langsung tanpa tender. Pada 26 Juli 2009, Anggoro bertolak ke Singapura. Dari negeri pulau itulah Anggoro diketahui berpindah-pindah tempat di sejumlah negara. KPK terus memantau pergerakan pengusaha alat-alat telekomunikasi tersebut. Pada 27 Januari 2014, Anggoro terpantau bergerak dari Zhenzhen ke Hong Kong. Ketika dia kembali ke Zhenzhen, petugas KPK yang didampingi Kepolisian China dan Imigrasi Indonesia menangkap Anggoro. Setelah itu, dia dibawa ke ibu kota provinsi Guangdong, Guangzhou.
Anggoro diduga tertangkap oleh Kepolisian China karena memalsukan dokumen. Dokumen tersebut adalah dokumen identitasnya selama buron di negara itu. Dalam kasus itu, Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis bersalah terhadap Presdir PT Masaro Radiocom Putranefo Alexander Prayugo dengan hukuman penjara selama enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. Sementara itu, Yusuf Erwin Faishal dihukum penjara empat tahun enam bulan dan juga denda Rp 250 juta oleh pengadilan yang sama. Selain Yusuf, anggota Komisi IV lainnya, Azwar Chesputra, juga dinyatakan bersalah dan dijatuhi vonis berupa pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta. Dua anggota Komisi IV DPR lainnya, Hilman Indra dan Fahri Andi Laluasa, juga dijatuhi vonis yang sama karena ikut terlibat dalam praktik suap proyek SKRT tersebut.
Dalam kasus itu, KPK baru menjatuhkan vonis bersalah terhadap seorang pejabat Kementerian Kehutanan, yaitu Wandoyo Siswanto. Untuk itu, Wandoyo dipidana selama tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta. ***Candra Wibawanti.
Berita:
Hukum
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !