Jakarta, infobreakingnews - Anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar periode 2009-2014, Chairun Nisa dituntut hukuman pidana selama tujuh tahun, enam bulan penjara, serta pidana denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Ia dinyatakan bersama-sama dengan Akil Mochtar menerima hadiah atau janji.
Nisa disebut menerima uang 294.050 dolar Singapura, US$ 22.000 dan Rp 766.000 atau total berjumlah Rp 3 miliar dari Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun untuk diberikan kepada Akil Mochtar. Nisa juga menerima Rp 75 juta untuk dirinya pribadi.
Padahal diketahui uang Rp 3 miliar tersebut adalah janji Hambit dan Cornelis kepada Akil. Dengan maksud agar Hakim Akil Mochtar selaku ketua merangkap anggota dan Maria Farida Indrati serta Anwar Usman sebagai anggota, menolak permohonan keberatan yang diajukan oleh Jaya Samaya Manong dan Daldin (pasangan nomor urut satu) Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas.
Selain itu, pemberian tersebut juga dimaksudkan agar Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan keputusan KPU Kabupaten Gunung Mas No 19 tahun 2013 tentang Pasangan Calon Terpilih pada Pilkada Kabupaten Gunung Mas periode 2013-2018 adalah sah.
"Menuntut supaya majelis hakim, memutuskan supaya terdakwa Chairun Nisa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana Pasal 12 Huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata jaksa Pulung Rinandoro saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/2).
Jaksa Olivia Sembiring memaparkan semua bermula dari pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah pada 4 September 2013.
Ada empat pasangan calon kepala daerah yang mengikuti Pilkada tersebut, yakni Jaya Samaya Manong dan Daldin (pasangan nomor urut satu), Hambit Bintih dan Anton S Dohong (nomor urut dua), Kusnadi B Halijam dan Barthel D Suhin (nomor urut tiga), dan Aswin Usup dan Yundae (nomor urut empat).
Kemudian, berdasarkan keputusan KPU No 19 tahun 2013 tanggal 11 September 2013, menetapkan Hambit dan Arton sebagai pasangan calon terpilih.
Namun atas keputusan KPU tersebut, dilakukan permohonan keberatan ke MK oleh dua pemohon, yaitu Alfridel dan Ude Arnold, serta Jaya Samaya dan Daldin.
Mengetahui hal tersebut, Hambit meminta tolong kepada terdakwa dalam pertemuan di restoran di Hotel Sahid Jakarta, pada 19 September 2013.
Permintaan tersebut, ditindaklanjuti terdakwa dengan menghubungi Akil Mochtar melalui pesan singkat.
Kemudian pada 20 September 2013, Hambit menemui Akil di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra III No 7 Jakarta Selatan. Kemudian Akil mengatakan bahwa terkait pengurusan perkara agar berhubungan dengan Chairun Nisa.
Untuk pengurusan tersebut, Akil meminta dana Rp 3 miliar dalam bentuk US$.
Mendapat arahan dari Akil, terdakwa lalu melakukan pertemuan dengan Hambit dan Cornelis Nalau di Hotel Borobudur dan menyampaikan bahwa Akil bersedia membantu. Tetapi harus disediakan dana Rp 3 miliar.
Selanjutnya, Hambit meminta Cornelis yang menyiapkan dana yang diminta Akil tersebut.
Kemudian, ungkap Sigit, pada Rabu malam, 2 Oktober 2013, Hambit didampingi Cornelis bertemu terdakwa menyerahkan uang sebesar Rp 75 juta yang dibungkus koran di Bandara Cilik Riwut, Palangkaraya. Uang tersebut diberikan atas bantuan yang dilakukan Chairun Nisa.
Kemudian sekitar jam 21.00 WIB, terdakwa mengambil uang dari Cornelius di Apartemen Mediterania Tanjung Duren, Jakarta. Dilanjutkan dengan ke rumah dinas Akil. Tetapi nahasnya, pada saat duduk di teras rumah untuk menunggu Akil, petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang dan menangkap keduanya serta Akil.
Dalam upaya penangkapan tersebut ditemukan empat amplop kertas berwarna cokelat dan uang Rp 75 juta yang dibungkus kertas koran. Amplop pertama bertuliskan Peniti (money changer) berisi uang 107.500 dolar Singapura dan Rp 400.000. Amplop kedua dengan tulisan yang sama berisi uang 107.550 dolar Singapura dan Rp 366.000. Amplop ketiga bertuliskan US$ 22.000, beli Rp 11.635 dan berisi uang USD$ 22.000. Amplop keempat bertuliskan 79.000 dolar Singapura, beli Rp 9.284 dan uang berisi79.000 dolar Singapura. Keseluruhan uang tersebut kurang lebih senilai Rp 3 miliar.
Atas tuntutan tersebut, Nisa tidak berkomentar. Bahkan, ketika dicecar usai persidangan, politisi Partai Golkar tersebut hanya terdiam.
Sementara itu Ketua Majelis Hakim, Suwidya memberikan kesempatan bagi Nisa dan penasehat hukumnya untuk mengajukan pledoi (nota pembelaan) dalam sidang selanjutnya yang akan digelar pada Kamis (6/3).***BS/mil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar