Ahamad Dimyati |
Jakarta, infobreakingnews - Pencalonan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sekaligus mantan Bupati Pandeglang Ahmad Dimyati Natakusumah menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dipersoalkan dan dipertanyakan.
Pasalnya, "track record" Dimyati selama menjadi Bupati Pandeglang masih menyisakan persoalan khususnya terkait masalah dugaan korupsi pinjaman ke Bank Jabar Banten senilai Rp 200 miliar pada tahun 2006 lalu.
Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, S Sos, Senin (24/2) malam menegaskan, calon hakim MK harus benar-benar figur yang memiliki track record baik, bersih dan memiliki integritas tinggi serta bebas dari kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
“Kita harus berkaca dan belajar dari kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar yang saat ini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hakim yang duduk di kursi MK harus benar-benar orang bersih. Kami mengenal baik track record anggota Komisi III DPR RI Ahmad Dimyati Natakusumah, karena dia pernah menjadi bupati Pandeglang selama dua periode. Karena itu, tim pakar seleksi calon hakim MK harus benar-benar jeli dan obyektif menilai setiap calon yang ada, dan meminta masukan dari masyarakat terkait track record dari masing-masing calon,” ujar Uday.
Udaya Suhada memaparkan, kasus dugaan korupsi pinjaman BJB pada tahun 2006 senilai Rp 200 miliar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang yang dinahkodai oleh Ahmad Dimyati Natakusumah selaku bupati Pandeglang pada saat ini masih menyisakan tiga persoalan.
Ketiga persoalan tersebut, lanjut Uday yakni pinjaman tersebut tanpa persetujuan DPRD Pandelang, tanpa sidang paripurna DPRD Pandeglang dan terbukti telah terjadi prakti suap menyuap untuk persetujuan pinjaman tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan putusan PN. No. 3-2/Pid.B/2008/PN.Pdg Tipikor dengan terdakwa H. Wadudi Nurhasan, S.Sos. Pidana 2 tahun inkrah. Putusan MA. No. 1679.K/PID.Sus/2009 Tipikor dengan terdakwa H. Acang , M\ Ag pidana 4 tahun 6 bulan inkrah.
Putusan PN. No. 303/Pid.B/2008 Tipikor dengan terdakwa Drs. H.Abdul Munaf Pidana 1 tahun 1 bulan inkrah, dan putusan MA. No.1793.K/PID.Sus/2009 Tipikor dengan terdakwa Ahmad Dimyati Natakusumah, MA tidak dapat menerima memori kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Jadi, salah satu syarat sahnya sebuah perjanjian adalah adanya itikad baik dari para penandatangan perjanjian. Karena telah terbukti adanya suap menyuap untuk persetujuan pinjaman tersebut, maka perjanjian pinjaman itu seharusnya batal demi hukum. Konsekuensinya, tidak ada istilah pinjaman daerah dan tidak ada kewajiban pemerintah daerah untuk mengembalikannya. Tanggung jawab berada di para penandatangan perjanjian secara tanggung renteng,” kata Suhada.
Suhada menyatakan bahwa penggunaan pinjaman Rp 200 miliar tersebut tidak jelas, baik di Dinas Pekerjaan Umum Pandeglang maupun di Dinas Pendidikan Pandelang, sebagaimana yang dijanjikan Bupati Dimyati saat itu.
“Pembayaran pinjaman Rp 200 miliar ke BJB itu telah dilakukan pada masa jabatan Bupati Dimyati dan sisanya pembayaran dilakukan pada masa Bupati Erwan Kurtubi pada tahun 2010 senilai Rp 64 miliar. Pembayaran pinjaman itu diambil dari kas daerah yang bersumber dari APBD Pandeglang. Kami menilai telah terjadi pembobolan khas daerah Pemkab Pandeglang akibat pinjaman ke BJB senilai Rp 200 miliar itu. Apalagi, penggunaan dana tersebut tidak jelas dan hingga saat ini tidak diusut oleh aparat penegak hukum di Banten,” ujarnya.
Menurut Suhada, penanganan kasus pinjaman Rp 200 miliar oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten terlihat janggal dan aneh. Kejati hanya mengungkap kasus suap dalam proses pinjaman tersebut. Namun, yang diproses dan dihukum adalah penerima suap, yakni mantan anggota DPRD Pandeglang, sementara pemberi suap tidak diusut sama sekali.
“Kasus tersebut tidak ditangani secara tuntas oleh Kejati Banten. Penggunaan dana pinjaman di Dinas PU dan Dinas Pendidikan Pandeglang tidak diusut sama sekali. Bahkan kasus ini sudah kami laporkan ke KPK, namun pada saat itu KPK melimpahkan penanganan kasus tersebut ke Kejati Banten sehingga akibatnya sampai sekarang kasus tersebut tidak jelas penanganannya,” katanya.
Suhada mendesak KPK untuk menindaklanjuti laporan yang telah diserahkan ALIPP dan Aliansi Masyarakat Pandeglang Menggugat (AMPM) guna meminta pertanggungjawaban Dimyati Natakusumah terkait penggunaan dana tersebut.
“Terhadap persoalan ini, kami mendesak tim pakar yang tergabung dalam tim seleksi calon hakim MK dan Komisi III DPR RI untuk mempertimbangkan persoalan di atas karena melibatkan nama Ahmad Dimyati Natakusumah sebagai calon hakim MK,” tegasnya.***BS/Any
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !