Jakarta, infobreakingnews - Gonjang-ganjing seputar keinginan mundur Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) dari jabatannya sebagai orang nomor satu di Kota Surabaya, karena tidak tahan dengan tekanan-tekanan politik dari PDI Perjuangan,menjadi komoditas politik bagi pesaing partai moncong putih.
Apalagi selama keberadaan Risma di Jakarta yang sudah bertemu banyak dengan tokoh politik,namun sangat disesalkan oleh banyak pengamat,kok justru dengan Megawati sendiri masih belum terbuka jalan untuk bertemu, sehingga menjadi sindiran politik yang bisa menurunkan sedikit pamor PDIP diakhir Februari 2014 ini.
Menurut Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, Risma akan terundang sinyal ajakan masuk ke Partai Golkar atau Demokrat sangat tergantung seberapa besar pressure politik yang dirasakan Risma dan respons partai besutan Megawati Soekarnoputri.
"Bila Risma masih nyaman dan tidak merasa tertekan berada di PDIP, dia akan berlanjut di partai ini. Tetapi, bila Risma tidak tahan lagi dengan situasi yang dihadapi saat ini dan tidak ada respons serius dari PDIP untuk mencarikan solusi bagi Risma, tidak tertutup kemungkinan Risma akan hengkang dari PDIP," ujar Siti di Jakarta, Minggu (23/2/2014).
Kata dia, kasus wanita kelahiran Surabaya, Jawa Timur itu muncul bukan karena direkayasa. Tetapi, kasus tersebut merupakan bagian dari kompetisi antarkader di internal partai berlambang banteng moncong putih.
"Bila akhirnya kasus ini mencuat keluar, tidak lain disebabkan karena Risma ingin mundur. Keinginannya tersebut membuka peluang elite-elite partai lain memberikan simpati. Dalam kaitan ini elite dari partai Golkar dan bahkan Presiden SBY memberikan atensi secara khusus," pungkasnya.
Munculnya informasi akan mundurnya Risma menyeruak setelah Whisnu dilantik menjadi Wakil Wali Kota Surabaya. Risma mempersoalkan pemilihan Whisnu yang dianggap tidak prosedural. Risma sudah menyampaikan hal itu namun tak diindahkan Kementerian Dalam Negeri.
Perseteruan antara Risma dan Whisnu sejatinya sudah lama terjadi. Tepatnya saat Whisnu, yang juga kader PDI Perjuangan, dengan didukung enam dari tujuh fraksi DPRD Surabaya merekomendasikan pemberhentian Risma lantaran kebijakan-kebijakan kerasnya.
Misalnya saja, Risma menolak rencana pembangunan jalan tol tengah kota, menaikkan pajak reklame yang membuat panas pengusaha reklame, hingga mendukung rencana penutupan lokalisasi Dolly. Persoalan pajak reklame inilah yang memantik konflik Risma dengan DPRD, tak terkecuali PDI Perjuangan.
Mereka menolak kebijakan Risma dan menginisiasi hak interpelasi sampai pada munculnya wacana pemakzulan. DPP pun sempat turun tangan untuk mendamaikan Risma dan politikus Banteng di Surabaya.***Any Josephine.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !