Jakarta, infobreakingnews - Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Waryono Karno terlihat sangat berbelit-belit dalam memberikan keterangan ketika bersaksi dalam sidang dengan terdakwa Rudi Rubiandini yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (25/2).
Dalam kesaksiannya, Waryono membantah memerintahkan mantan Kabiro Keuangan Kementerian ESDM, Didi Dwi Sutrisno untuk menyiapkan dan menyerahkan uang untuk Komisi VII DPR RI.
Namun, dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan jaksa dan hakim, Waryono terlihat ragu. Dia menjawab pertanyaan dengan sangat lama dan berbelit-belit.
Ditambah lagi, keterangannya sangat berbeda dengan kesaksian yang sebelumnya diberikan oleh Didi atau oleh terdakwa Rudi Rubiandini yang mengatakan bahwa ada pemberian uang untuk Komisi VII DPR.
Apalagi, ditemukan fakta berupa uang sebesar US$ 200.000 di ruangannya yang diduga merupakan uang yang diperuntukkan bagi Komisi VII DPR dan berasal dari Rudi Rubiandini.
Namun, Waryono tetap membantah. Padahal, sudah jelas nomor yang tertera dalam mata uang dolar tersebut sama dengan yang dimiliki oleh Rudi Rubiandini.
"Itu uang kumpulan saya sejak tahun 2010. Sebenarnya dalam kumpulan itu ada uang real, yuan, baht dan dolar Singapura. Tetapi tidak diambil (KPK). Uang-uang itu sebenarnya uang dinas ke luar negeri yang tidak pernah saya tukarkan," jawab Waryono dengan berbelit-belit.
Tetapi, ketika ditunjukkan bukti bahwa uang tersebut tidak mungkin dikumpulkan dari tahun 2010 karena masih baru, rapi, dan nomor serinya berurutan. Waryono kembali berkelit dengan mengatakan bahwa uang itu ditukar dalam satu waktu untuk biaya berobat istrinya ke luar negeri.
Merasa gemas dengan jawaban Waryono, hakim anggota, Matheus Samiaji sempat menanyakan apakah saksi sudah ditetapkan sebagai tersangka atau belum.
"Kalau mau coba karang cerita maka akan kebentur-bentur. Udah tersangka belum? Jangan sampai menetapkan tersangka lagi, nanti double-doubel (dua kali)," tegur Matheus dalam sidang.
Bahkan, Matheus sempat memperingatkan Waryono akan ancaman hukuman jika memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah, yaitu maksimal mencapai sembilan tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim, Amin Ismanto juga memperingatkan kepada Waryono bahwa bisa langsung memerintahkan penahanan jika terus bersaksi bohong.
"Saya sabar. Kalau tidak sabar sudah saya perintahkan untuk tahan saja. Bisa saya perintahkan itu," Amin menegaskan.
Tetapi, teguran tersebut tidak membuat Waryono gentar. Ia tetap bersikeras tidak pernah memerintahkan Didi mengumpulkan uang dari SKK Migas untuk diberikan ke Komisi VII DPR RI.
Melihat Waryono yang tetap bersikeras, hakim mengonfrontasi dengan saksi Didi.
Kemudian Didi kembali mengungkapkan kronologi permintaan dan pemberian uang atas perintah Waryono.
Waryono tetap mengelak bahkan dengan nada suara lebih tinggi, ia menanyakan kepada Didi kapan perintah tersebut diberikannya.
"Masya Allah Pak Didi, itu kapan Pak?" tanya Waryono.
Melihat perbedaan keterangan tersebut, Amin menyatakan bahwa akhirnya hakim yang akan menilai.
Sebelumnya, Didi Dwi Sutrisno Hadi mengaku pernah diperintahkan menyetorkan uang ke Komisi VII DPR RI.
"Tanggal 28 Mei 2013, kami diundang rapat ke ruangan Sekjen ESDM, Waryono Karno untuk persiapan rapat di DPR. Kami diminta ada di dalam ruang rapat Sekjen. Lalu saya terus diminta untuk menyediakan dana. Tetapi, saya tidak ikut rapat," kata Didi ketika bersaksi untuk terdakwa Rudi Rubiandini dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (25/2).
Kemudian, lanjut Didi, uang tersebut rencananya akan disampaikan ke Komisi VII DPR RI. Namun, uang tersebut rencananya diambil dari SKK Migas. Sehingga, diminta menghubungi pegawai dari lembaga yang dulu bernama BP Migas tersebut, yang bernama Hardiyono.
Tidak berapa lama, ungkap Didi, Hardiyono datang ke kantornya untuk menyampaikan dana sebesar US$ 140.000.
Kemudian, Didi mengungkapkan atas perintah Waryono, uang tersebut dihitung dan dibagi, yaitu untuk empat pimpinan Komisi VII masing-masing US$ 7.500, 43 anggota Komisi VII masing-masing sebesar US$ 2.500, sekretariat Komisi VII sebesar US$ 2.500 dan biaya perjalanan dinas ke luar negeri.
"Ada empat bungkus yang diserahkan. Untuk pimpinan empat amplop kode P. Anggota kode A dan yang kode S satu amplop untuk anggota sekretariat komisi," ungkap Didi.
Selanjutnya, bungkusan tersebut dimasukkan dalam tas dan diserahkan ke staf khusus Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana yang bernama Irianto.
Lebih lanjut, Didi mengatakan pemberian tersebut bukan satu-satunya. Sebab, pernah ada pemberian tahap kedua ke Komisi VII DPR sebesar US$ 50.000.
Kemudian, kembali dikatakan oleh Didi bahwa uang tersebut berasal dari terdakwa Rudi Rubiandini yang rencananya akan diserahkan ke Komisi VII DPR tanggal 12 Juni 2013.
Namun, ujar Didi, uang tersebut batal diserahkan ke Komisi VII DPR karena dianggap kurang oleh Waryono. Sehingga, uang tersebut disimpan olehnya yang kemudian diserahkan ke KPK ketika perkara Rudi mencuat. ***Mil
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !