Jakarta, Info Breaking News - Kasus suap yang menjerat Auditor Utama III BPK Rochmadi Saptogiri dan Kepala Auditorat III BPK Ali Sadli terkait pengurusan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk Kementerian Desa (Kemdes), diyakini hanya fenomena puncak gunung es yang menandakan, KPK harus mengungkap seluruh borok BPK kendati memulainya dari kasus suap sebesar Rp 40 juta dari komitmen Rp 140 juta.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam meyakini, praktik jual beli WTP telah terjadi sejak lama dan bisa dijadikan pintu masuk oleh KPK untuk menelusuri lebih dalam dan memaksa BPK memperbaiki integritas auditornya.
"Kasus ini pukulan telak bagi BPK, karena di masyarakat sudah berkembang opini negatif bahwa auditor sering kali mendapat fasilitas dari pihak yang diaudit. Khususnya di daerah. Kalau sudah difasilitasi pasti hasil auditnya yang tadinya buruk jadi bagus," kata Roy, kepada Info Breaking News, di Jakarta, Senin (29/5).
Menurut Roy, BPK selama ini sering dikritik berkaitan dengan sistem integritas serta penegakan kode etiknya, namun kritik itu tidak pernah dijawab dengan perbaikan. Contoh sederhananya, sampai sekarang tidak jelas jumlah auditor yang diberi sanksi karena penyelewengan.
Sepatutnya, lanjut dia, sembilan anggota atau komisioner BPK bisa menekan potensi penyelewengan. Adanya kasus suap yang membelit auditor utama BPK justru menunjukan indikasi keterlibatan anggotanya dalam pemberian opini WTP.
"Ini memang fenomena gunung es karena di BPK sendiri sistem integritas, transparansinya sangat lemah. Adanya suap WTP tidak lepas dari pimpinannya yang lemah atau justru ikut bermain dari dalam. Seharusnya sembilan anggota BPK bisa meminimalisasi (penyelewengan) namun, sulit kalau tidak ada kemauan," tekan dia.
Roy mengatakan, pemberian WTP merupakan hasil akhir auditor yang ditunjuk anggota BPK menjadi tim audit. Artinya, anggota BPK mengetahui dan mengontrol kerja auditor karena informasi audit dibawa pada forum rapat anggota untuk pemberian raport (WTP).
"Jadi yang bertandatangan tim auditor tetapi dia melaporkan ke atas. Timnya dibentuk anggota, karena surat penugasan dari pimpinan," ungkapnya.
Bukan hanya untuk BPK, kasus suap pemberian WTP juga pelajaran bagi kementerian/lembaga maupun pemprov-pemprov untuk tidak mencoba-coba memanipulasi laporan keuangan lalu menyuap untuk mendapat opini WTP agar terus mendapat proyek.
"Penilaian BPK terhadap opini WTP memang tidak jelas ukurannya, karena ada WTP bukan berarti tidak ada penyelewengan. Sederhananya, kepala daerah di suatu provinsi selalu menerima WTP tetapi tidak berkorelasi dengan kepuasan publik karena angka kemiskinan tidak turun," bebernya.
Roy mengaku tidak heran suap auditor BPK dilakukan oleh pejabat Kemdes yakni, Sugito selaku irjen dan pejabat eselon III Jarot Budi Prabowo. Pasalnya, laporan keuangan Kemdes terindikasi karut-marut khususnya dana pendamping desa yang nilainya triliunan. Belum lagi, proyek-proyek di sektor pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi.
Menurutnya, tidak mungkin pejabat Kemdes bergerak sendiri menyuap auditor untuk mengurus WTP, maka menjadi penting bagi KPK untuk memeriksa Mendes Eko Putro Sandjojo guna memastikan ada tidaknya instruksi dari yang bersangkutan.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, pihaknya bakal menelusuri adanya kemungkinan keterlibatan pihak lain di luar empat tersangka termasuk para atasan mereka sendiri.
Basaria mengatakan, pernyataan pers penetapan tersangka yang dilakukan KPK bersama Ketua BPK tidak memengaruhi kerja badan antikorupsi itu. Menurutnya, pernyataan pers bersama tidak menunjukan adanya konflik kepentingan kendati terbuka bagi KPK memeriksa anggota BPK.
"Tidak berpengaruh (konferensi pers bersama) karena kalau terlibat tetap kami proses," ujar Basaria.
Sedangkan Mendes Eko menyatakan, jajarannya termasuk dirinya pribadi selaku menteri siap diperiksa KPK terkait kasus yang membelit dua anak buahnya.
"Semua pihak di kementerian saya harus mendukung proses hukum yang berjalan di KPK dan harus siap diperiksa. Termasuk saya. Ya, saya siap diperiksa," kata Eko.
Dirinya tidak mau menanggapi ketika disinggung apakah ada instruksi yang menggerakan irjen bersama pejabat eselon III Kemdes menyuap auditor BPK. Alasannya, pertanyaan tersebut lebih tepat diajukan ke dua anak buahnya yang kini menyandang status tersangka.
Eko bahkan mendukung agar opini WTP Kemdes ditinjau ulang agar publik lebih yakin. Dia juga berharap para pegawainya bisa fokus bekerja dan mau instropeksi agar kejadian pemberian suap tidak lagi terulang.
"Apakah irjen bergerak sendiri tanpa instruksi tanyakan langsung ke irjen. Saya tidakk pernah memberi instruksi untuk sogok-menyogok. Soal WTP sebaiknya diulang supaya publik yakin, WTP bukan hal sulit kalau semua pegawai disiplin dan tidak menunda-nunda pencatatan akan mudah mendapat WTP," ujarnya.*** Ira Maya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !