Jakarta, Info Breaking News - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan semakin gencar melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Sepanjang bulan September yang baru berjalan dua minggu saja, KPK telah menggelar tiga kali OTT.
Bahkan, penangkapan terhadap Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnaen yang diduga menerima suap terkait sejumlah proyek infrastruktur dan Ketua DPRD Banjarmasin, Iwan Rusmali atas kasus dugaan suap pemulusan Raperda penyertaan modal PDAM dilakukan tim Satgas KPK terjadi hanya dalam tempo dua hari yakni Rabu (13/9) dan Kamis (14/9).
Maraknya OTT yang dilakukan membuat penyidikan di KPK sudah kelebihan beban atau overload. Tim penyidik harus memprioritaskan penanganan terhadap perkara-perkara yang tersangkanya sudah ditahan, termasuk para tersangka yang ditangkap dalam OTT.
Hal ini lantaran terdapat batas waktu penahanan terhadap seorang tersangka. Akibatnya, kasus-kasus korupsi yang sudah dibangun dari tingkat penyelidikan seperti kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit QCC yang menjerat mantan Dirut Pelindo II, Richard Joost Lino harus diendapkan sementara.
"Sementara benar, yang terjadi di KPK itu sudah overload teman-teman di penindakan. Sehingga perkara-perkara yang kami bangun (dari penyelidikan) penanganannya agak kami geser. Karena apa? Itu tadi, tersangka yang belum kita tetapkan, itu sementara masih jalan, atau tersangka belum kita tahan, jadi mundur. Untuk OTT ini kan tersangka langsung kami tahan, dan penahanan punya batas waktu, ini yang kita prioritaskan, jangan sampai melewati waktu sehingga tersangkanya lepas," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (17/9).
KPK berkeinginan untuk bekerja sama melalui koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum lain agar kasus-kasus di daerah dapat ditangani oleh kejaksaan atau kepolisian setempat. Namun, Alex menyatakan, pelimpahan perkara ini tidak dapat dilakukan begitu saja karena terbentur anggaran. Kejari atau polres hanya dianggarkan untuk menangani satu perkara setiap tahunnya.
"Persoalan ini terkait dengan masalah penganggaran, seperti teman-teman ketahui kejari atau polres jtu setiap tahun hanya dianggarkan untuk satu perkara. Kalau kita tambahkan perkara dari KPK, mereka tidak punya anggaran," ungkap Alex.
Sementara di sisi lain, KPK tidak dapat membantu anggaran kepada polres atau kejari. Hal ini lantaran tidak ada aturan yang mengatur mengenai hal tersebut.
"Kami dari sisi penganggaran tidak bisa membantu ketika melimpahkan berkas, kemudian kami beri anggaran itu tidak bisa. Nah inilah sulitnya. Kami kesulitan dalam hal penganggaran. Sebetulnya kalau penganggaran fleksibel, kami bisa limpahkan berkas kemudian dana kami support, rasa rasanya itu lebih efektif dan efesien," katanya.
Selain itu, Alex menyatakan, pihaknya juga meminta kepolisian dan kejaksaan untuk menambah personel yang ditugaskan di KPK. Dengan penambahan penyidik dan jaksa, KPK meyakini masih mampu menuntaskan seluruh perkara korupsi yang sedang ditangani.
"Kami berusaha menambah penyidik. Kami minta pada pihak kepolisian dan kejaksaan untuk menambah jaksa untuk menambah penyidik," katanya.
Meski sudah overload, Alex memastikan pihaknya tidak akan berhenti melakukan penindakan terhadap pelaku korupsi, termasuk melalui operasi tangkap tangan. KPK, tegas Alex tidak pernah menargetkan pihak tertentu atau sektor tertentu. OTT yang gencar dilakukan sejauh ini semata lantaran banyaknya informasi dari masyarakat dan kecukupan alat bukti untuk ditindaklanjuti.
"Banyaknya OTT ini juga menunjukkan banyaknya informasi dari masyarakat. KPK tidak pernah menargetkan orang tertentu atau menargetkan jumlah banyaknya OTT dalam satu tahun, kita tidak kejar target, bahwa tahun 2016 KPK itu ada 17 OTT, dan tahun 201 harus naik, tidak seperti itu," ungkapnya.
"Ini betul-betul peran aktif masyarakat. Kami betul-betul mendapat banyak informasi dari masyarakat terkait dugaan pemberian suap, ini yang kami tindaklanjuti," katanya.
Dalam kesempatan ini, Alex juga membantah gencarnya OTT yang dilakukan untuk mengimbangi manuver yang dilakukan Pansus Angket yang kerap menyudutkan KPK. Alex menegaskan, KPK tidak pernah mempersoalkan temuan-temuan Pansus Angket.
"Sebetulnya secara keseluruhan KPK tidak mempersoalkan temuan temuan dari Pansus. Biarkan kami bekerja dan mereka bekerja, tidak ada hubungannya. Bahwa apa yang kami lakukan ini terkait OTT itu sebagai respons atas informasi dari masyarakat. Kami menjaga kepercayaan masyarakat yang telah suka rela memberikan informasi," tegasnya.
Salah satu kasus yang harus mangkrak karena maraknya OTT ini, yakni kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada akhir 2015 lalu, RJ Lino belum juga ditahan. Bahkan, RJ Lino terakhir diperiksa sebagai tersangka pada 5 Februari lalu.
Alex menyebut, mangkraknya kasus ini lantaran KPK masih menunggu perhitungan kerugian negara. KPK sudah meminta otoritas Tiongkok untuk memberitahukan harga alat tersebut.
Dikatakan, hingga saat ini, otoritas Tiongkok untuk menginformasikan mengenai harga dari QCC yang dibeli PT Pelindo II dari Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM) yang merupakan perusahaan pelat merah Tiongkok.
"Kami masih menunggu penghitungan kerugian negara. Dalam hal kerugian negara kita kan harus tahu, berapa harga sebenarnya dari alat crane yang jadi persoalan kan. Itu kan dibeli di Tiongkok. Nah, sampai sekarang kami belum tahu berapa harga alat itu. Kami sudah minta pada otoritas di Tiongkok, tapi sampai dengan sekarang hal itu belum diberikan," katanya.*** Ira Maya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar