Headlines News :
Home » » Saut Situmorang : Kepala Daerah Yang Korup Tak Punya Hati

Saut Situmorang : Kepala Daerah Yang Korup Tak Punya Hati

Written By Infobreakingnews on Rabu, 27 September 2017 | 05.49

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang
Jakarta, Info Breaking News - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyesalkan masih ada kepala daerah terjerat tindak pidana korupsi. Ada sejumlah faktor yang membuat penyelenggara negara tidak jera meraup uang rakyat, padahal KPK gencar melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Salah satu faktor para pimpinan daerah bertindak korup adalah hilangnya rasa kemanusiaan. Mereka menutup mata dan telinga sehingga merasa bebas dari bidikan KPK.


"Para pelaku tindak pidana korupsi ini menilai KPK tidak detail dan tidak paham sepak terjang mereka. Itu terjadi karena mereka menutup hati dan pikirannya," kata Saut saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa 26 September 2017.

Sepanjang tahun 2017, KPK telah menggelar operasi senyap sebanyak 16 kali. Dalam kurun waktu 30 hari, tepatnya pada bulan September ini, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak lima kali.

Terakhir, tim Satgas KPK menangkap tangan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi pada Jumat 22 September 2017. Dia diduga menerima suap sebesar Rp1,5 miliar atas perizinan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Transmart yang akan dibangun di Lapangan Sumampir, Jalan Yasin Beji, Kebon Dalem, Kota Cilegon.

Tak hanya Iman, KPK juga ikut menjerat dua penyuap dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT KIEC) dan PT Brantas Abipraya (PT BA). Iman menyamarkan uang suap itu dengan Corporate Social Responsibility (CSR) yang disalurkan PT KIEC dan PT BA ke Cilegon United Football Club sebagai donasi atau sponsorship.

Hal yang paling disoroti dari kasus ini adalah karier Iman sebagai Wali Kota Cilegon, dia menggantikan ayahnya Tubagus Aat Syafaat. Tak hanya jabatan, Iman justru mengikuti jejak Aat sebagai pesakitan KPK.


Aat menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga Kubangsari, Cilegon pada tahun 2012 silam. Akibat korupsi yang merugikan negara hingga Rp15,1 miliar itu, Aat divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara.

Atas hal tersebut, Saut mengaku prihatin karena kepala daerah tidak mau berkaca dari pendahulunya yang telah dihukum. Parahnya, kepala daerah itu ogah melakukan perbaikan meski daerahnya menjadi sorotan KPK.

"Di Beberapa daerah yang OTT, bahkan sering staf Deputi Pencegahan ataupun pimpinan dan saya sudah dua kali sebelumnya berkunjung di daerah tersebut. Ironi memang," ucap dia.

Saut mengungkapkan, meski KPK memiliki kewenangan melakukan penuntutan terhada para tersangka korupsi, semua keputusan tetap dikembalikan kepada majelis hakim. Maka untuk memperberat hukuman koruptur, Undang-undang Tipikor memang harus direvisi.

"Kalau mau lebih keras ya Undang-undang Tipikor kita buat lebih tegas dan keras misalnya hukuman matinya tidak seperti syarat Pasal 2 Undang-undang Tipikor saat ini," jelas Saut.

Selain dari sisi undang-undang, lanjut Saut, untuk memberi efek jera hukuman berat juga harus diberikan kepada pelaku korupsi di daerah atau instansi yang sedang dalam binaan atau supervisi KPK. Daerah yang dalam pendampingan KPK antara lain Provinsi Banten, Riau dan Sumatera Utara.

"Perlu mempertimbangkan untuk daerah atau instansi yang sudah dalam binaan atau supervisi KPK, namun mereka kena OTT hukuman sebaiknya diperberat. Jadi faktor yang memberatkan," pungkas Saut. *** Emil Simatupang.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved