Jakarta, Info Breaking News - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan surat penangkapan terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto. Hal ini dilakukan lantaran Novanto dianggap tidak kooperatif dalam menjalani proses hukum di Lembaga Antikorupsi.
"Karena ada kebutuhan penyidikan, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap SN dalam dugaan tipikor KTP-el," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 16 November 2017.
Febri menyebut Novanto sudah empat kali menolak hadir dalam pemeriksaan korupsi KTP-el. Terakhir, Novanto menolak hadir dengan dalil menunggu uji materi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK).
Tak hanya itu, Novanto juga berdalih memiliki hak imunitas sebagai seorang anggota legislatif dan KPK belum mengantongi izin Presiden Joko Widodo. Namun, KPK memandang alasan itu tak bisa menghambat proses penyidikan kepada Ketua Umum Partai Golkar itu.
"Meski sudah disampaikan pemberitahuan ketidakhadiran itu tapi alasan ketidakhadiran terkait hak imunitas dan izin presiden tidak relevan," ujar dia.
Menurut dia, tim penyidik hingga kini masih berupaya menyeret Novanto ke markas Lembaga Antirasuah. KPK pun masih berharap Novanto menghormati proses hukum dan segera menyerahkan diri.
"Kalau ada itikad baik terbuka bagi SN untuk menyerahkan diri ke kantor KPK dan proses hukum ini berjalan baik," pungkasnya.
Novanto tercatat sudah empat kali menolak memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa kasus korupsi KTP-el. Tiga kali absen sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan satu kali sebagai tersangka setelah resmi kembali menjadi pesakitan kasus korupsi KTP-el.
KPK sebelumnya kembali menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP-el. Novanto diduga telah menguntungkan diri sendiri dan korporasi dari megaproyek tersebut.
Novanto bersama dengan Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto diduga kuat telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun dari proyek KTP-el tersebut.
Tak hanya itu, Novanto dan Andi Narogong juga diduga mengatur proyek sejak proses penganggaran, hingga pengadaan e-KTP tersebut. Novanto dan Andi Narogong disebut telah menerima keuntungan dalam proyek e-KTP ini sebesar Rp574,2 miliar.
Atas perbuatannya, Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*** Ira Maya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !