Fredrich Yunadi saat tiba di gedung KPK, Sabtu (13/1/2018) dini hari |
Jakarta, Infobreakingnews - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menangkap Fredrich Yunadi, Jumat (12/1/2018)
malam.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan penangkapan mantan kuasa hukum
Setya Novanto tersebut adalah sesuai dengan Pasal 17 KUHAP, bukan jemput paksa
seperti yang diatur dalam Pasal 112 KUHAP.
Tak seperti jemput paksa yang dilakukan
setelah tersangka atau saksi tidak hadir dalam dua kali panggilan, penangkapan
dilakukan lantaran KPK meyakini Fredrich diduga kuat telah melakukan tindak
pidana merintangi penyidikan kasus e-KTP Setya Novanto yang sempat
didampinginya.
KPK menilai aksi penangkapan tersebut perlu
dilakukan agar pemeriksaan kasus dugaan merintangi penyidikan yang menjeratnya
dapat berjalan efektif.
"Ketika penangkapan tim sudah meyakini yang bersangkutan diduga
keras melakukan tindak pidana dugaan obstruction of justice, perbuatan
menghalang-halangi dalam kasus e-KTP dengan tersangka SN (Setya Novanto).
Penangkapan ini perlu kita lakukan agar proses pemeriksaan bisa berjalan lebih
efektif," katanya di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (13/1/2018) dini hari.
Penangkapan ini dilakukan setelah Fredrich mangkir dari pemeriksaan
sebagai tersangka kasus dugaan merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP yang
menjerat Novanto. Fredrich mangkir dengan alasan sedang menjalani proses
pemeriksaan etik oleh Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia
(DPN Peradi). Padahal, KPK sudah mengingatkan proses pemeriksaan etik tidak
boleh menghambat dan mengganggu proses hukum.
"Ya tadi sudah kita tunggu kan,
sejak kemarin sudah kita sampaikan bahwa kita imbau FY (Frederich Yunadi) untuk
datang pada proses pemeriksaan hari Jumat ini. Jadi sudah kita tunggu selama
hari jam kerja, tetapi yang bersangkutan tidak datang kemudian kita bicarakan
setelah diskusi diputuskan tim melakukan proses pencarian," katanya.
Untuk menangkap Fredrich, KPK mengaku menurunkan sejumlah tim. Setelah
proses pencarian, tim menangkap Fredrich tanpa perlawanan di sebuah lokasi di
Jakarta Selatan. Namun, Febri enggan mengungkap lokasi tersebut.
"Diturunkan beberapa tim melakukan pencarian secara paralel di
sejumlah lokasi di Jakarta sampai akhirnya kita menemukan tersangka FY di salah
satu lokasi di Jakarta Selatan. Tim datang membawa surat perintah
penangkapan," katanya.
Fredrich pun langsung dibawa ke Gedung KPK, Jakarta untuk diperiksa secara
intensif. Tim penyidik memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan langkah hukum
selanjutnya, termasuk penahanan terhadap Fredrich.
"Kita proses dulu. Periksa dulu banyak yang harus diklarifikasi.
Penyidik punya waktu 24 jam. Jadi kalau nanti sudah ditentukan seperti
penahanan pastikan lebih lanjut. (Penahanan) itu salah satu opsi yang jadi
pertimbangan hukum dan itu memungkinkan," katanya.
Febri menyatakan penangkapan ini menjadi peringatan bagi setiap pihak
termasuk advokat untuk tidak menghalangi proses hukum. KPK tetap menghormati
proses pemeriksaan etik yang dilakukan Peradi, tetapi proses pemeriksaan etik
ini tidak boleh menghambat penegakan hukum.
"Ini jadi pesan penting juga bagi proses hukum ke depan agar kita
menjalankan tugas sesuai proporsi masing-masing, profesi masing-masing. Jangan
sampai ada perbuatan-perbuatan yang justru menghalang-halangi perbuatan hukum
terutama korupsi. Karena kalau penegak hukum atau yang menjunjung tinggi
profesi, justru menghalang-halangi penegakan hukum resiko pidana cukup jelas
dan tidak baik bagi hukum Indonesia," katanya.
Setelah ditangkap, Fredrich terlihat tiba di Gedung KPK pada Sabtu (13/1/2018)
dini hari. Mengenakan kaus hitam sambil menenteng kertas, Fredrich tiba di gedung
KPK sekitar pukul 00.10 WIB. Fredrich yang diapit oleh sejumlah petugas enggan
berkomentar banyak mengenai kasus yang menjeratnya, termasuk mengenai
penangkapannya ini.
"Tidak ada komentar," kata Fredrich singkat.
Sekitar dua jam kemudian atau sekitar pukul 02.10 WIB, Istri Fredrich
Yunadi, Linda Indriana Campbell menyusul sang suami ke gedung KPK. Dengan
diantar dua keponakan dan seorang staf, Linda langsung masuk ke lobi gedung KPK
dan bertemu salah seorang kuasa hukum Fredrich, Justiartha Hadiwinata.
Tak berselang lama, kuasa hukum Fredrich lainnya, Sapriyanto Refa turun
dari lantai dua untuk menemui mereka. Setelah menyerahkan sebuah tas berwarna
hitam pada Refa, Linda dan rombongannya keluar dari gedung KPK sekitar pukul
02.40 WIB. Salah seorang keponakan Linda mengaku membawakan Fredrich obat
jantung dan pakaian.
"Bawa obat jantung, iya (sakit jantung)," katanya sambil terus
melangkah.
Linda mengaku belum bisa menemui sang suami. Untuk itu, Linda hanya
menitipkan barang bawaan untuk Fredrich kepada tim kuasa hukum.
"Kita belum bisa ketemu sih. Cuman tadi nganter aja,"
ujarnya.
Sementara itu, Justiartha menyebut kliennya ditangkap KPK saat sedang
berobat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. Fredrich berobat dengan
ditemani sang istri.
"Tadi istrinya cerita, ditangkapnya di RS Medistra, saat check up," kata
Justiartha.
Disebutkan, sejak lima hari terakhir ini, tensi darah Fredrich naik
setelah KPK
menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan merintangi penyidikan
kasus Novanto.
"Tensinya tinggi sejak empat sampai lima hari lalu," katanya.
Dalam kasus ini, status tersangka juga disematkan KPK kepada seorang
dokter di Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH), Bimanesh Sutardjo. Berbeda
dengan Fredrich, Bimanes hadir demi memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa
perdana sebagai tersangka, Jumat (12/1/2018). Seusai diperiksa, Bimanesh
langsung ditahan tim penyidik di Rutan Guntur. Dokter yang sempat menangani
Novanto seusai kecelakaan ini setidaknya bakal mendekam di sel tahanan selama 20
hari.
Bimanesh yang telah mengenakan rompi tahanan KPK terlihat keluar ruang
pemeriksaan sekitar pukul 22.45 WIB. Namun, Bimanesh memilih bungkam saat
dikonfirmasi sejumlah pertanyaan oleh awak media. Bimanesh baru membuka
mulutnya saat disinggung mengenai manipulasi data medis dan hasil visum Novanto
pascakecelakaan.
"Tanya aja Polisi," katanya singkat.
"Tanya aja Polisi," katanya singkat.
Diketahui, KPK menetapkan Fredrich dan Bimanesh Sutardjo sebagai
tersangka kasus dugaan merintangi penyidikan perkara korupsi proyek pengadaan
e-KTP yang menjerat Novanto. Keduanya diduga kongkalikong agar Novanto dapat
dirawat di RSMPH untuk menghindari pemanggilan dan pemeriksaan sebagai
tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP oleh penyidik KPK.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. ***Jerry Art
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. ***Jerry Art
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !