Advokat Kawakan Alexius Tantrajaya SH |
Dan karenanya Presiden Joko Widodo yang merupakan Panglima Tertingggi, dimana Kapolri adalah bawahannya, terpaksa di gugat ke meja hijau oleh advokat senior Alexisus Tantrajaya SH di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 10 Januari 2018.
"Saya menggugat Presiden ini berangkat karena dari rasa kekecewaan terhadap Presiden Jokowi, Kapolri, Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas, Komisi III DPR dan instansi hukum lainnya yang pernah saya mintakan perlindungan hukum terhadap klien saya, tapi nyatanya justru ditelantarkan kasusnya hingga hampir selama sepuluh tahun", ungkap Alexius kepada Info Breaking News, Rabu (10/1/2018) di PN Jakarta Pusat.
Kronologis perkara :
Kasus penelanntaran aparat hukum terkait ini berawal dari laporan Alexesius terkait nasib kliennya terkait, laporan katerangan palsu didalam Akta Katerangan Waris, Akta Surat Kuasa, dan Akta Pernyataan yang dibuat Notaris Rohana Frieta atas permintaan para terlapor; Lim Kwang Yauw, Kustiadi Wirawardhana, Sutjiadi Wirawardhana, Martini Suwandinata, dan Ferdhy Suryadi Suwandinata. Mereka adalah saudara kandung almarhum Denianto Wirawardhana, suami kliennya.
Salah satu katerangan palsu itu menyebutkan, bahwa almarhum Denianto Wirawardhana tidak pernah kawin dan tidak pernah mengangkat anak dan mengakuai anak. Tapi fakta hukumnya, almarhum menikah dua kali (istri pertama warga negara Jerman, yang kedua Maria) dan mempunyai 3 orang anak yaitu; Thomas Wirawardhana, Rudy William dan Cindy William.
"Klien saya melaporkan keluarga almarhum suaminya ke Bareskrim Mabes Polri pada 8 Agustus 2008 dengan laporan NO.Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III," melanggar pasal 266 KUHP Jo pasal 263 KUHP", kata Alexius.
Seminggu kemudian, tepatnya 14 Agustus 2008, laporan kliennya itu dilimpahkan ke Pola Metro Jaya. Laporan ini akan di tindakanlanjuti oleh Polisi, pikir Alexius. Ternyata, dari hitungan bulan ke bulan dan tahun ke tahun , ternyata nasibnya semakin tidak jelas." Walaupun begitu saya tidak pernah bosan mendesak pihak Polda Metro Jaya agar menindaklanjuti penyidikan kasus tersebut, " harap Alexius.
Dalapan tahun berselang, pada 25 April 20016 Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Pemeberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-6 dengan NO: B/2016/IV/2016/Dit.Reskrimum yang isinya; laporan kliennya segera diproses, dan akan dilakukan gelar perkara untuk meningkatkan status para terlapor.
Tapi nyatanya, gelar perkara tersebut batal dilakukan. Biangkeroknya muncul surat telegraf dari Kabareskrim Polri NO: STR/237/WAS/V/2016/BARESKRIM tanggal 12 Mei 2016. Yang isinya perihal rekomendasi pelimpahan pananganan perkara Laporan Polisi NO: Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 dari Polda Metro Jaya ke Wassidik Bareskrim", kata Alexius.
Pelimpahan kembali kasus tersebut ke MabesPolri diperkuat oleh surat Kapolda Metro Jaya NO: B 8931/V/2016/Darto tanggal 25 Mei 2016 , Perihal Pelimpahan Laporan Polisi Nu. Pol: LP/449/VIII/2008/Siaga-III tanggal 8 Agustus 2008 . Artinya, laporan kliennya jelas-jelas dipingpong oleh Polisi. Tindakan yang menciderai rasa Keadilan masyarakat.
Anehnya, ketika Maria dilaporkan balik oleh keluarga suaminya dengan tuduhan menguasai warisan suaminya, Polda Metro Jaya begitu sigap meresponya. Dalam waktu singkatan laporan NO.Pol: 4774//K/XI/2007/SPK UNIT "I" tanggal 16 2007 dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Perlu diketahui , Polisi yang menangani klien kami dalam keluarga suaminya tidak jauh berbeda, yaitu Unit IV Sat II Derektorat Reverse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Anehnya, laporan klien kami tidak diproses hingga bertahun-tahun, sementara laporan keluarga suaminya cepat diproses Polisi, kata Alexius.
Dan ternyata Tuhan campur tangan terhadap nasib Maria, putusan kasasi Mahkamah Agung RI NO: 757/K/Pid/2011 tanggal 31 Mei 2011 menyatakan Maria Magdalena Andriarti Hartono tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari segala dakwaan.
"Mumpung masa masa kedaluarsa laporan masih tersisa dua tahun lebih, saya ajukan gugatan kepada Presiden dalam konteks mempersoalkan sikap diskriminasi Polisi . Menuntut keadadilan yang terabaikan. Intinya Polisi telah membedakan laporan masyarakat. Laporan Maria ditunda-tunda, sementara laporan keluarga almarhum suaminya cepat direspon, " Ini kan nggak benar ", ungkap Alexius.
Ditambahan, terabaikan laporan pidana kliennya selama bertahun-tahun, salah satu bukti tabungan almarhum suaminya sebesar Rp 9,2 milyar di Bank Bumi Arta, pada tahun 2016 telah dikuras oleh saudara kandung almarhum Denianto Wirawardhana, melalui kasus perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Eksekusi itu akan saya perkarakan, mengingat dana tabungan tersebut barang bukti perkara pidana klien saya yang diabaikan Polisi selama ini," tutur Alexius.
Sidang yang mendapat perhatian dari kalangan media ini ditunda sampai dengan tanggal 24 Januari 2018 mendatang. *** Emil Simatupang.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !