Headlines News :
Home » » Tak Terbukti, Advokat Bhakti Minta Terdakwa Dibebaskan

Tak Terbukti, Advokat Bhakti Minta Terdakwa Dibebaskan

Written By Infobreakingnews on Senin, 05 Maret 2018 | 16.28



Jakarta, Infobreakingnews - Persidangan perkara kredit macet yang terjadi di Bank Mayapada di Pengadilan Negeri Jakarta Utara memasuki agenda pembelaan (pledoi) terhadap tuntutan Jaksa Penuntun Umum (JPU). Sebelumnya JPU menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman 3,6 tahun.
Dalam pledoinya, Bhakti meminta majelis hakim yang diketuai Mulyadi agar membebaskan Hasan Ridwan dan Prabowo Utomo dari segala dakwaan maupun tuntutan hukum. Pasalnya, kedua terdakwa selaku Direktur PT Mehad Interbuana (MI) dan Komisaris PT MI tidak terbukti melakukan penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang.
Berdasarkan keterangan para saksi, bukti-bukti serta fakta yang terungkap di persidangan, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang melanggar Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan kesatu, begitupun dalam dakwaan kedua tentang tindak pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Menurut Bhakti, terdakwa juga tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke~1 KUHP yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan ketiga .

Oleh karena itu Bhakti memohon kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut agar membebaskan terdakwa dari segala dakwaan putusan bebas (vrijspraak) dan tuntutan hukum serta memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya. Kalaupun majelis hakim berkeputusan lain, Bhakti berharap hakim dapat memberi putusan seadil-adilnya.
 
Advokat Bhakti Dewanto
Permintaan bebas murni yang diminta Bhakti Dewanto untuk kliennya Hasan Ridwan tidaklah mengada-ada. Selama persidangan jaksa gagal membuktikan apa yang didakwakan terhadap kedua terdakwa, Hasan Ridwan dan Prabowo Utomo. Saksi A de charge dari jaksa tidak menguatkan apa yang didakwakan jaksa. Apalagi saksi A de charge, semuanya meringankan atau tidak mendukung sama sekali dakwaan jaksa.
Saksi ahli Jonker Sihombing dan Suhandi Cahaya bahkan berpendapat nasabah bank kedua terdakwa tidak mungkin bisa menyebabkan kredit macet jika kreditur memegang teguh prinsip kehati-hatian dan SOP bank dalam pengucuran kredit.
Jika pada akhirnya kredit yang dikucurkan ke PT MI itu macet dan merugikan kreditur yang bersangkutan, maka hal itu terjadi disebabkan kecerobohan kreditur itu sendiri. Tidak saja dalam pengucuran kredit itu tetapi juga dalam hal penilaian agunan kredit itu sendiri.
Menurut Bhakti Dewanto dalam pledoinya, tindak pidana pencucian uang jelas tidak terbukti karena memang kliennya tidak pernah menyamarkan uang kredit yang diterimanya. Demikian juga tindak pidana penggelapan, menurutnya, tidak terbukti karena memang tidak ada yang digelapkan kliennya selaku debitur.
Ikhwal tindak pidana penipuan yang dinyatakan jaksa terbukti dilakukan kedua terdakwa, kata Bhakti Dewanto, lebih-lebih tidak terbukti lagi. Alasannya, tidak ada kata-kata membujuk, merayu yang pada akhirnya memperdaya kreditur dalam hal pengajuan kredit tersebut. Dua pihak sepakat dengan kredit dimaksud, maka dibuat perjanjian untuk kemudian dikucurkan kredit. 
“Jadi, ketiga pasal yang dijeratkan jaksa terhadap klien saya tidak terbukti dilanggar. Karenanya, klien saya harus dibebaskan dan direhabilitir nama baiknya,” ujar Bhakti seraya menyatakan Hasan Ridwan selaku Direktur PT MI dan Prabowo Utomo sebagai komisaris PT MI mengajukan kredit ke PT Bank Mayapada sebesar Rp 175 miliar.

“Imbasnya, kredit itu akhirnya macet. Untuk menutupi kewajiban PT MI atau kedua terdakwa sebagai debitur di PT Bank Mayapada dan mereka juga bisa melelang agunan kredit tersebut,”  tegasnya.
Sementara menurut saksi ahli a de charge DR. Jonker Sihombing,SE.,SH.,MH di dalam persidangan menerangkan yang pada pokoknya memberikan deep knowledge tentang praktek perbankan.

“Bahwa hubungan bank dengan debitur adalah hubungan saling menguntungkan. Meskipun terjadi risiko kredit macet yang dapat disebabkan berbagai faktor, terutama faktor perubahan ekonomi yang sama sekali sukar untuk diprediksi pada waktu pencairan kredit maupun proyek berjalan,” ucapnya.
Melihat fakta-fakta hukum dari persidangan ini, Bhakti melihat bahwa penerapan hukum pidana dalam perkara ini terialu prematur. Karena seharusnya penerapan aspek hukum perdatanya yang didahulukan.
“Yakni pengembalian kerugian bank dengan melakukan prosedur standar yang harus didahulukan apabila ada kredit macet. Melihat total nilai jaminan proyek dan tanah yang tingginya bisa melebihi pinjaman semestinya kerugian bisa dikembalikan,” imbuhnya.
Menurut Bhakti tanggung jawab seharusnya dibebankan kepada semua yang terlibat dalam proses pencairan Kredit yang berakhir macet ini. Komisaris dan direktur PT Mehad lnterbuana bertanggung jawab secara perdata akan tetapi para pejabat Bank Mayapada dan oknum pemilik bank harus bertanggung jawab secara pidana sesuai dengan Undang-Undang Perbankan.
“Mayapada adalah Bank dengan status hukum PT.TBK. Ketika hukum tajam kepada terdakwa Prabowo Utomo dan terdakwa Hasan Ridwan tapi tumpul kepada oknum pemilik bank dan para pejabat bank Iainnya maka disitu kita melihat ketidakadilan menjadi nyata,” ujar Bhakti.
Di akhir pernyataannya, Bhakti mengungkapkan akan menyerahkan semuanya kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menegakkan keadilan dalam perkara ini. ***Dewi

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved