Headlines News :
Home » » Bacakan Nota Pembelaan, Setnov Bantah Intervensi Proyek E-KTP

Bacakan Nota Pembelaan, Setnov Bantah Intervensi Proyek E-KTP

Written By Infobreakingnews on Jumat, 13 April 2018 | 17.04



Jakarta, Infobreakingnews – Dalam nota pembelaan atau pleidoi yang disusunnya sendiri, mantan Ketua DPR Setya Novanto membantah telah mengintervensi proyek pengadaan e-KTP.

"Saya tidak pernah melakukan intervensi terhadap proses penganggaran ataupun usulan pembiayaan penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional tahun anggaran 2011-2013 untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain," tegasnya.

Lebih lanjut Novanto menjelaskan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri yang kala itu masih dipimpin oleh Gamawan Fauzi, merupakan pihak yang paling berperan dalam pembahasan e-KTP, terutama mengenai pembiayaan. Kemdagri, menurut keterangan Novanto, saat itu mengusulkan untuk mengubah pendanaan proyek e-KTP dari pinjaman luar negeri menjadi APBN murni.

"Usulan perubahan tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui Mendagri Gamawan Fauzi dengan mengirimkan surat ke Menteri Bappenas, perihal usulan pembiayaan NIK dan penerapan KTP berbasis NIK secara nasional. Untuk perubahan sumber pembiayaan dari pinjaman luar negeri untuk APBN murni dibutuhkan persetujuan DPR," ungkap Setnov.

Novanto menyebut pada tahun 2010 untuk memuluskan usulan Kemdagri, Dirjen Dukcapil, Irman bertemu dengan almarhum Burhanuddin Napitupulu yang saat itu menjabat ketua Komisi II. Melalui pertemuan tersebut, kemudian disepakati pemberian fee kepada anggota DPR untuk memuluskan proyek e-KTP dilakukan oleh Andi Agustinus atau Andi Narogong. Novanto menyatakan, kesepakatan tersebut juga diketahui Diah Anggraeni selaku sekjen Kemdagri.
"Kesepakatan Andi Agustinus dengan Komisi II waktu itu, saudara Burhanudin Napitupulu adalah di luar tggung jawab saya. Kesepakatan itu dilakukan sebelum Andi Agustinus memperkenalkan saya dengan saudara Irman di Hotel Gran Melia Kuningan. Dengan demikian kesepakatan perencanaan e-KTP, perubahaan anggaran sampai pemberian fee kepada Komisi II DPR oleh saudara Irman, Andi Agustinus, dan almarhum Burhanudin, ternyata sudah direncanakan dan disepakati sebelum saya ditemui Andi Agustinus bersama saudari Diah Anggraeni, saudara Sugiharto di Gran Melia Kuningan," katanya.
Dalam nota pembelaannya, Novanto juga membantah telah menerima uang sebesar US$ 7,3 juta dari proyek e-KTP secara langsung maupun tidak langsung melalui keponakannya Irvanto Hendra Pambudi dan pengusaha Made Oka Masagung.
Diketahui, dalam persidangan Kamis (29/3/2018) lalu jaksa KPK menuntut Novanto dihukum 16 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Novanto juga dituntut dengan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti US$ 7,3 juta dikurangi uang yang dikembalikan sebesar Rp 5 milliar.
Atas dasar tersebut, Novanto menilai pidana tambahan yang dituntut oleh KPK tidak mendasar karena ia menganggap tuntutan tersebut diberikan tanpa adanya bukti dan keterangan yang mendukung.
"Pidana tambahan uang pengganti US$ 7,3 jelas tidak mendasar. Kesimpulan JPU yang menyatakan saya menerima secara tidak langsung melalui Made Oka dan Irvanto tanpa didukung oleh bukti dan keterangan saksi di persidangan. Kalaulah saya harus bayar uang pengganti US$  7,3 juta, apakah ada seorang saksi yang mengatakan saya menerima dana e-KTP?" ungkap Novanto dalam pembelaannya. ***Sam Bernas

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved