Jakarta, Infobreakingnews –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap agar Majelis Hakim Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akan menjerat Setya Novanto dengan
hukuman paling maksimal.
Novanto yang menjadi
terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP tersebut akan kembali menjalani sidang
lanjutan Selasa (24/4/2018) mendatang dengan agenda pembacaan putusan.
Seperti yang diberitakan
sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Novanto dengan hukuman 16
tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
"Kalau nanti vonis maksimal atau tidak, kami tidak
tahu karena hakim yang tahu soal itu dan itu kewenangan hakim. Harapan KPK
tentu saja vonisnya maksimal, jadi dihukum seberat-beratnya," ungkap Jubir
KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/4/2018) malam.
Harapan KPK tersebut didasari oleh keyakinan akan
bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan mengenai keterlibatan Novanto
serta aliran dana yang diterima politisi Golkar tersebut. Tak hanya itu, KPK
juga meyakini Novanto memegang peranan yang lebih signifikan dibanding tiga
terdakwa e-KTP lainnya.
"Kami cukup yakin ketika di persidangan
kami sudah sampaikan ajukan bukti-bukti yang kami pandang lebih dari cukup
menjelaskan rangkaian peristiwa e-KTP ini. Lebih signifikan Setya Novanto kami
duga dibanding tiga terdakwa sebelumnya. Oleh karena itu kami harap nanti bisa
dijatuhi vonis yang maksimal, tetapi sekali lagi penjatuhan vonis adalah
kewenangan dari hakim tentu tidak tepat kalau KPK bicara terlalu jauh soal
itu," ujar Febri.
Terlebih Febri menyebutkan selama persidangan Novanto tidak memberikan
keterangan yang signifikan, termasuk mengenai keterlibatan pihak lainnya.
Bahkan, Novanto masih bersikukuh membantah mengintervensi proyek e-KTP dan
turut menerima aliran dana dari proyek senilai Rp 5,8 triliun tersebut. Hal ini
yang menjadi alasan mengapa KPK tidak mengabulkan status Justice
Collaborator (JC) yang diajukan Novanto.
"JC kami tolak, itu cukup tegas karena memang SN (Setya Novanto) tidak
memberikan keterangan cukup signifikan kalau itu dipahami sebagai salah satu
bentuk sikap kooperatif untuk membuka peran pihak lain seluas-luasnya. Jadi
kami nilai itu tidak terpenuhi sehingga JC (yang diajukan Novanto) kami tolak.
Lalu peran pihak lain yang ingin dibuka juga tidak signifikan, misalnya hanya
menyebutkan nama tetapi justru itu bisa dipahami bahwa untuk mengatakan dirinya
sendiri tidak menerima," tandasnya. ***James Donald
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !