Jakarta, Infobreakingnews - Puluhan
mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta menyambangi kantor DPP
perkumpulan LAMPT Kes Untuk mempertanyakan status yang di keluarkan oleh
LAM-PTKes, Rabu (11/4/2018) pagi.
Perwakilan Mahasiswa Ayub Ibrahim yang
ikut beraudiensi sekaligus menyerahkan dokumen hard copy banding sempat
menanyakan mengenai status yang sudah dikeluarkan oleh Perkumpulan LAM-PTKes
ini.
"Kita menuntut transparansi atas
nilai akreditasi yang dikeluarkan dan meminta agar LAM-PTKes berbuat adil
dan sesuai dengan kenyataan yang ada. Semua persyaratan, fasilitas malah staff
pengajar yang ada di kampus sudah mempunyai komposisi rasio dosen yang lebih
baik dengan apa yang ada pada kampus-kampus lain. Rasio dosen kami 1:20 dengan
jumlah mahasiswa. Kami minta LAM-PTKes berlaku adil dan sportif kepada kampus
kami," kata Ayub.
Hasil dari penilaian asessor yang
mengakreditasi kampus Merah-Putih ini dinilai diskriminatif dan sarat dengan
kepentingan kelompok tertentu yang ingin membangun citra buruk terhadap kampus
yang kini dikenal dengan nama UTA ‘45.
Ayub menyebut perkumpulan LAM-PTkes
merusak masa depan mahasiswa profesi Apoteker UTA'45 Jakarta dengan menurunkan
akreditasi kampus profesi Apoteker dari B jadi C padahal banyak perubahan
perbaikan yang signifikan dari segi kurikulum, fasilitas, dosen dan guru
besar universitas negeri yang ditambah dan diperbarui, yang justru lebih baik
kondisinya dibanding kampus yang mendapat Akreditasi A dari Lam-PTKes.
"Dan beberapa fasilitas di profesi
Apoteker UTA '45 ada yg tidak dimiliki kampus yang memiliki nilai akreditasi A
di Indonesia. Jika netralitas juga tidak terlaksana, maka kami akan melakukan
aksi yang lebih besar lagi dan sasarannya pun ke DPR dan Istana Presiden agar
Perkumpulan ORMAS Lam-PTKes segera ditutup dan dikembalikan ke BAN PT,"
ujar Ayub.
Adalah Robert selaku koordinator
lapangan mahasiswa yang berorasi di depan kantor Perkumpulan Lam-PTKes
mengatakan mahasiswa UTA ‘45 menuntut LAM-PTKes memperhatikan aspirasi
mahasiswa untuk keadilan dan transparansi dalam memberikan penilaian kepada kampus
UTA ‘45.
"Seandainya kehadiran mahasiswa UTA
‘45 yang sebagaian kecil ini tidak di apresiasi maka seluruh mahasiswa UTA ‘45
akan kembali lagi untuk menyalurkan aspirasinya dalam demo yang akan datang,
apalagi status kantornya saja ngontrak rumah seperti ini, sudah gitu akhir tahun
ini habis masa kontrakny. Nyari uang dari kampus mana lagi nanti,"
pungkasnya.
Dijumpai disela-sela rapat jajaran
petinggi Yayasan UTA' 45, Rudyono Dharsono Pembina Yayasan UTA 45
mengatakan dirinya sangat terpukul atas kejadian ini.
"Sebagai akademisi dengan kejadian
ini kami sangat terpukul dan akan mempelajari semuanya hasil penilaian Lam-PTKes.
Pertama yang kita pelajari adalah kekurangan kami, introspeksi ke dalam dimana
kurangnya. Kemudian saya perintahkan jajaran pimpinan Yayasan dan Universitas
untuk melakukan perbandingan ke kampus-kampus swasta dan negeri seperti
Universitas Pancasila, sampai Universitas Indonesia (UI). Dan hasilnya kami rapatkan
semuanya, dari fasilitas, laboratorium, rasio dosen pengajar dan lainnya, karena
ada beberapa dari fasilitas kami yang malah lebih baik," jelas Rudyono.
“Seperti misalnya rasio dosen dengan
mahasiswa. Kami memiliki rasio dosen 1:20, sesuai dengan aturan dari pemerintah,
Pancasila maupun UI sekalipun mempunyai rasio dosen rata-rata 1:40 dengan
jumlah mahasiswa,” tambahnya.
Lebih lanjut Rudyono juga menyayangkan
sikap perkumpulan Lam-PTKes yang tidak berani bersikap transparan dalam
memberikan penilaian, sehingga menimbulkan asumsi-asumsi negatif bagi perkumpulan
Lam-PTKes itu sendiri di hadapan publik.
"Kenapa kita tidak bisa tahu
kekurangan kita, Lam-PTKes tidak pernah memberitahu kriteria, standarisasi,
pola, tolak ukur, baik atau buruk dalam melakukan penilaian. Kita tidak
tahu dimana kesalahan dan kelemahan kita. Saya perintahkan semua Pimpinan
Universitas dan Yayasan untuk mencari pembanding dari semua Lembaga Pendidikan
Tinggi Kesehatan yang ada di Jakarta. Semua ternyata sebagian dari poin-poin
yang ada dalam borang-borang akreditasi, kampus kami masih lebih baik dari
beberapa Universitas yang mendapatkan nilai akreditasi B bahkan A,” ungkap
Rudyono.
Rudyono menambahkan Lam-PTKes adalah
sebuah perkumpulan swasta yang berbadan hukum dari Kemenkumham.
"Jadi saya tidak mengerti siapa
yang memberikan izin dan bertanggungjawab atas beroperasinya ormas ini sampai
dapat mengambil alih hak negara. Karena, hal ini bertentangan dengan amanat UUD
45 dimana hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara. Artinya yang berhak
melakukan Akreditasi terhadap seluruh perguruan tinggi di Indonesia adalah
lembaga negara, bukan ormas yang mempunyai kekuasaan absolut seperti ini dan
memegang hak monopoli,"
Karenanya sebagai akademisi Rudyono
mengaku bingung terhadap Undang-Undang monopoli yang dilanggar oleh
lemabaga ormas yang berwatak menguasai
hajat hidup orang banyak.
"Ini konstitusi yang dilanggar
dikuasai oleh suatu perkumpulan swasta pengambilan uang dari umum dari publik
dengan jumlah yang sangat besar, lalu coba dihitung ada berapa ribu lembaga
pendidikan tinggi kesehatan yang di Indonesia. Jika pungutan yang dipatok
dipukul rata sebesar 80 juta, maka berapa triliun rupiah income ormas ini dalam setahun," ungkap Rudi.
"Ini berarti ada 1.800 (seribu
delapan ratus) Lembaga Pendidikan Kesehatan yang ada di Indonesia di kalikan
saja, dan coba siapa yang bertanggung jawab atas uang publik yang di pungut dan
di kelola di sini. Jadi kami juga ada satu kebingungan, mau dibawa kemana
Pendidikan Tinggi di Negara ini. Kalau semuanya dihitung dengan komersialisasi dan
berbau KKN," pungkasnya. ***Dewi
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !