Majelis Hakim PN Jakarta Utara Yang dipimpin Mulyadi SH MH |
Jakarta, Info Breaking News - Sidang perkara perdata No. 603 /Pdt.G/PN Jakarta Utara sampai pada agenda Pembacaan putusan , dengan penggunggat Herman Yusuf , sampai pada agenda pembacaan putusan dalam perkara itu Herman Yusuf selaku penggugat Soeseno Halim (tergugat I), Arifin lie (tergugat II), Triadi Budi Setijono (tergugat III) dan Halim Purnama (tergugat IV) diwarnai aksi protes keras penggugat Herman Yusuf terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Mulyadi SH MH, Rabu (16/5/2019).
Pasalnya, tergugat I (Soeseno Halim) yang tidak mengajukan jawaban dalam persidangan sesuai jadwal dan agenda yang ditetapkan serta disepakati. Namun kenyataannya jawaban ada dan diperkirakan dimasukkan pada persidangan dengan agenda replik. Akibatnya, penggugat Herman Yuyuf merasa dirugikan oleh perbuatan majelis hakim yang menangani perkara gugatannya dikarenakan dihilangkan haknya dalam menanggapi jawaban tergugat.
“Saya merasa dirugikan dengan tindakan majelis hakim yang memasukkan jawaban tergugat satu di luar pengetahuan saya. Majelis hakim telah berlaku tidak adil terhadap saya. Bahkan saya menilai majelis hakim telah bertindak bagaikan penasihat hukum tergugat,” ujar Herman Yusuf sesaat Ketua Majelis Hakim Mulyadi mengetukkan palunya di PN Jakarta Utara, Rabu (16/5/2018).
Menanggapi protes Herman Yusuf tersebut, Mulyadi tampak tenang-tenang saja. “Kalau tidak terima dengan putusan majelis hakim, silakan ajukan banding,” kata Mulyadi. Herman Yusuf menyambutnya lagi dengan kata-kata: “Ya saya banding, saya akan mendapatkan keadilan di tingkat yang lebih tinggi. Saya yakin majelis hakim di sana (Pengadilan Tinggi DKI Jakarta) akan menangani perkara saya ini secara fair dan tidak ada intervensi”.
Majelis hakim pimpinan Mulyadi sendiri dalam putusan yang dibacakan setelah sebelumnya ditunda tiga kali, menolak seluruh gugatan (konvensi) Herman Yusuf. Alasan majelis karena perkara tersebut nebis in idem (pokok perkara sama diajukan/disidangkan dua kali). Yang satu atau gugatan Herman Yusuf perbuatan melawan hukum (PMH) sebelumnya terhadap Soeseno Halim telah dikabulkan PN Jakarta Utara, bahkan telah mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Oleh karena itu pula, gugatan rekonvensi (balik) Soeseno Halim terhadap Herman Yusuf ditolak seluruhnya oleh majelis hakim pimpinan Mulyadi. Majelis melihat gugatan balik itu tidak berdasarkan hukum sehingga tidak dapat diterima.
Sementara itu, gugatan Triady Budi setijono
terhadap Herman Yusuf dan Soeseno Halim dalam kaitan kepemilikan atas sebidang tanah berikut bangunan di Perumahan Sunter Bisma, Kelurahan Papanggo, Tanjung Priok (objek perkara sama), juga ditolak oleh majelis hakim yang sama pula. Alasan majelis, Pnggugat tidak berhak menjual rumah yang dipersengketakan itu terhadap Herman Yusuf meskipun memegang surat kuasa menjual yang dibuat beberapa tahun silam.
Ahli hukum DR Gelora Tarigan SH MH menyatakan perkara perbuatan melawan hukum (PMH) berbeda dengan wanprestasi atau ingkar janji. Pengajar ilmu hukum di salah satu perguruan tinggi di Jakarta itu menyebutkan bahwa dalam PMH terdapat suatu tindakan yang melanggar hukum atas hak seseorang yang dalam hal ini Herman Yusuf. Sedangkan wanprestasi adalah suatu kesepakatan yang tidak dilaksanakan atau ingkar janji seseorang terhadap yang lainnya.
Atas dasar itu, kata Gelora yang juga Ketua Umum Gerakan Rakyat Sadar Hukum Indonesia (GRSHI) dan praktisi hukum, PMH tidak bisa di-nebis in idem-kan dengan wanprestasi. Atau sebaliknya yang dihukum wanprestasi pun tidak bias pula di-nebis in idem-kan ke perkara PMH. “PMH dengan waprestasi jelas berbeda walaupun orang/subyek dan obyeknya sama. Jadi, putusan majelis hakim PN Jakarta Utara itu saya nilai keliru,” ujar Gelora.
Mengenai jawaban tergugat diterima di luar pengetahuan penggugat atau setelah penanganan perkara sudah dalam tahap duplik, menurut Gelora, juga bertentangan dengan hukum acara perdata. Jika hal semacam terjadi, maka majelis hakim tersebut dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melanggar hukum. “Kalau hukum acara (perdata) dilanggar hakim secara seenaknya, wah gawat penegakan hukum kita, pencari keadilan menjadi tidak tahu harus mencari keadilan ke mana lagi,” tutur Gelora.
Menurutnya, untuk menghindari majelis hakim bertindak secara sewenang-wenang dalam menangani perkara atau melanggar hukum acara (perdata) seyogyanya hakim dapat digugat atas perbuatan melanggar hukum acara. “ini tentunya didasarkan adanya persamaan hak dan kedudukan di depan hukum. Juga demi penegakan hukum yang berkeadilan itu tentunya,” tegas Gelora. *** Dewi
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !