Jakarta, Info Breakling News - Tuduhan Jaksa Penuntut Umum
yang menyatakan bahwa
Terdakwa Budi Purnomo memproduksi Pil PCC adalah tidak benar, karena berdasarkan pemeriksaan di muka
persidangan, tidak ada
seorangpun saksi yang mengetahui, melihat, mengalami baik secara langsung maupun tidak langsung ataupun
mendapatkan perintah dari Terdakwa Budi Purnomo untuk
melakukan kegiatan produksi
sediaan farmasi;
Bahwa memang
Terdakwa Budi Purnomo melakukan jual beli bahan
baku obat yang terletak di Cimahi – Bandung dan bahan
baku yang dijual oleh Terdakwa/Budi Purnomo memilik ijin edar/sertifikat
analis, dan Terdakwa Budi Purnomo tidak menjual Carisoprodol sebagai bahan
utama pembuatan Pil PCC;
Bahwa bahan baku obat tersebut
oleh Terdakwa/Budi Purnomo dijual kepada pihak- pihak lain termasuk Agung Bagja
Nugroho (DPO), akan tetapi pengolahan bahan baku obat dan pengedaran barang
jadi sepenuhnya adalah menjadi tanggungjawab pihak-pihak tersebut termasuk
Agung Bagja Nugroho (DPO) dan Terdakwa Budi Purnomo tidak pernah terlibat dalam
pengolahan maupun pengedaran tersebut;
Bahwa gudang produksi yang
terletak di Purwokerto dan Gudang produk jadi yang terletak di Surabaya patut
diguga adalah milik Agung Bagja Nugroho yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO), hal tersebut berdasarkan keterangan saksi Ade Dama dan Hariyoko Setiawan
didalam persidangan;
Bahwa Agung Bagja Nugroho yang
saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) harus menjadi pertimbangan
dalam perkara ini khususnya mengenai kepemilikan gudang produksi yang terletak
di Purwokerto dan Gudang produk jadi yang terletak di Surabaya, karena status
Daftar Pencarian Orang (DPO) patut diduga
keras mempunyai keterkaitan hukum yang kuat dengan perkara
ini
Bahwa
selain itu juga, Pil PCC yang diperoleh dari Wil Yendra bukan dari Terdakwa/Budi Purnomo
atau juga Terdakwa/Leni Kusmiati Wulan, melainkan dari seorang yang bernama Wijaya,
hal tersebut telah
terungkap dalam proses
penyidikan dan fakta-fakta persidangan, akan
tetapi bukannya penyidik
melakukan pengejaran
terhadap seorang yang bernama Wijaya, tetapi justru menangkap dan mengadili
Terdakwa/Leni Kusmiati Wulan
dan Terdakwa/Budi Purnomo,
hal tersebut membuat peristiwa tidak hukum tidak sempurna;
Bahwa tuntutan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun
terhadap Budi Purnomo dan 10 (sepuluh) tahun terhadap Leni Kusmiati Wulan tidak
mencerminkan keadilan, mengingat banyak orang yang telah jelas-jelas terbukti
bersalah mengedarkan dan/atau memproduksi sediaan farmasi dengan barang bukti
yang lebih banyak dari perkara ini, dan telah dinyatakan terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 197 dan Pasal 196 UU RI No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, akan tetapi hukuman yang dijatuhkan kepada
orang-orang tersebut jauh lebih ringan hanya hitungan bulan dan paling lama
kurang lebih satu tahun.
Bahwa menimpakan pidana
maksimal terhadap Terdakwa/Budi Purnomo dan Terdakwa/Leni Kusmiati Wulan adalah
juga sesuatu yang bertentangan dengan rasa keadilan, karena seolah-olah
menimpakan pertanggungjawaban pidana seutuhnya kepada Terdakwa/Budi Purnomo
dan Terdakwa/Leni Kusmiati Wulan, padahal secara nyata jelas bahwa dalam
perkara a quo belum terungkapkan secara utuh mengingat masih adanya hubungan
hukum yang hilang
dengan beberapa orang
yang menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang), seperti Wijaya, Dipo Sahryl, Ratna Dewita,
dan Agung Bagja Nugroho;
Kuasa hukum Terdakwa Budi Purnomo dan Terdakwa Leni Kusmiati Wulan Janses E.
Sihaloho, S.H., B.P. Beni Dikty Sinaga, S.H., Riando Tambunan, S.H., Anton
Febrianto, S.H., Arif Suherman, S.H., Azis Purnayudha, S.H., dan Imelda, S.H., Kesemuanya merupakan
Advokat dan Konsultan Hukum dari kantor Sihaloho
& Co. Law Firm yang beralamat di Gedung Menara Hijau, 5th Floor Suite
501B, Jalan M.T. Haryono Kav. 33 Jakarta Selatan 12770.*** Paulina.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !