Jakarta, Info Breaking News - Setelah usai menjabat Kabareskrim yang cuma 3 bulan lamanya, langsung tancap gas Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan (Kalemdiklat) Polri Komjen Arief Sulistyanto mewujudkan janjinya untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) Polri yang paripurna.
Salah satu terobosan berani Arief adalah memberikan kepastian hukum bagi 13 orang taruna Akademi Kepolisian (Akpol) yang terbukti melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan korban tewas.
Nasib ke-13 orang ini terkatung-katung selama hampir dua tahun karena terlibat kasus tewasnya taruna tingkat II Muhammad Adam pada 18 Mei 2017.
Untuk itu Arief mendorong untuk digelarnya sidang Dewan Akademik (Wanak) Akpol yang salah satu agendanya memutuskan nasib ke-13 orang taruna tersebut.
Sidang Dewan Akademi dipimpin Gubernur Akpol Irjen Rycko Amelza Dahniel dan dihadiri Kalemdikpol Komjen Arief Sulistyanto sejumlah PJU Akpol sebagai anggota tetap termasuk anggota Kehormatan dari Itwasum, Divpropam, Lemdiklat, SSDM Polri, dan seluruh anggota tidak tetap Wanak.
Dalam sidang tertutup yang digelar pada Senin (11/2) mulai pukul 13.00 WIB hingga 23.30 WIB di Gedung Paramarta kompleks Akpol itu akhirnya memutuskan ke-13 orang tersebut dikenakan sanksi terberat yakni Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) alias dikeluarkan.
Sebenarnya ada 14 orang yang terjerat kasus ini tapi pelaku utama, Christian Admadibrata Sermunes, telah dikeluarkan pada Wanak yang lebih dulu digelar pada Juli 2018.
“Sidang Wanak memang harus segera memutuskan dengan seadil-adilnya berdasarkan peraturan yang ada karena permasalahan ini sudah berjalan lama. Keputusan harus cepat diambil demi masa depan Akpol dan juga demi masa depan para taruna yang bermasalah tersebut agar mereka dapat melanjutkan jenjang kareir lain saat keluar dari Akpol," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/2).
"Bersyukur akhirnya keputusan sudah dilakukan secepatnya untuk memberikan kepastian dan demi menjaga marwah Akpol sebagai pencetak Pemimpin Polri masa depan,” lanjutnya.
Ke-13 taruna yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu adalah Martinus Bentanone, GJN - GCM , RLW, JED, dan RAP. Lalu ada IZPR, PDS , AKHU , CAEW, RK, EP, dan HA. Sebelumnya ke-13 orang itu juga sudah divonis tapi saat itu sidang Wanak belum juga digelar.
Sidang Wanak digelar, setelah adanya putusan Kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan ke-13 taruna tersebut dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan variasi hukuman yang berbeda sesuai dengan peran masing-masing.
Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) huruf g Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia berbunyi: untuk diangkat menjadi anggota Polri, seorang calon harus memenuhi syarat tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan.
Artinya secara hukum, ke-13 orang ini tidak memenuhi syarat sebagai anggota Polri. Juga ada pertimbangan hukum lain seperti berdasarkan Pasal 268 ayat (1) KUHAP permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.
Disamping itu, dalam Pasal 92 ayat (4) huruf b Peraturan Gubernur Akpol Nomor 4 Tahun 2016 tentang Kehidupan Taruna Akademi Kepolisian menyatakan : melakukan perbuatan pelanggaran berat dan/atau tindak pidana yang didukung dengan alat bukti yang cukup berdasarkan hasil keputusan Sidang Wanak tidak dapat dipertahankan untuk tetap mengikuti pendidikan.
Masalah budaya kekerasan memang menjadi perhatian khusus Arief. Saat memberikan kuliah umum di Akpol sebelum sidang wanak digelar, Arief kembali mengingatkan para taruna untuk menghentikan budaya kekerasan oleh senior kepada junior. Mantan Asisten SDM Polri ini mengatakan tak akan segan mengambil tindakan tegas bagi mereka yang terbukti melanggar.
“Jangan memukul dan melakukan kekerasan sejak hari ini. Tradisi kekerasan senior terhadap junior adalah perilaku yang harus dihilangkan. Senior harusnya mengayomi dan membimbing, tanamkan budaya asih - asah - asuh dalam hubungan senior-junior. Jadilah senior yang disegani, bukan senior yang ditakuti. Negara akan rugi kalau Akpol meluluskan perwira yang berkarakter pro kekerasan karena tidak sesuai dengan pola Democratic Policing,” tegas Arief. *** Mil.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !