Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi FH UKSW, Dr. Umbu Rauta SH, M.Hum. |
Salatiga, Info Breaking News - Salah satu masalah ketatanegaraan yang cukup
menyita perhatian khalayak dalam beberapa minggu terakhir yaitu pengisian
jabatan Wakil Kepala Daerah (WKDH), seperti Wakil Gubernur, Wakil Bupati atau
Wakil Walikota. Jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta, sejak ditinggalkan oleh
Sandiaga Uno pertengahan 2018, belum terisi hingga saat ini.
Meski sempat
mengalami tarik-menarik kepentingan di antara partai politik pengusung, yaitu
Gerindra dan PKS, akhirnya disepakati dua figur calon Wakil Gubernur DKI yaitu
Achmad Syaikhu dan Agung Yulianto. Hanya saja, sampai saat ini, DPRD belum
mengagendakan pemilihan terhadap kedua calon tersebut untuk mengisi kekosongan
jabatan Wakil Gubernur DKI.
Hal serupa terjadi di
Kabupaten Gorobogan Jawa Tengah, jabatan Wakil Bupati (karena Wakil Bupati
terpilih Edy Maryono) belum diisi sejak pelantikan Bupati Sri Sumarni 21 Maret
2016. Ini disebabkan karena partai pengusung baik PDIP, Hanura, PAN dan PKB belum
satu suara atau berkonsensus soal siapa dua figur atau calon yang akan
disampaikan ke DPRD melalui Bupati. Masing-masing partai politik bergeming
membawa satu nama masing-masing, sehingga melebihi dua calon. Oleh karenanya
belum ada calon yang diajukan ke Bupati untuk dilanjutkan ke DPRD.
Situasi ini patut menjadi
perhatian karena berkaitan erat dengan jalannya roda pemerintahan di daerah.
Menurut Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi Fakultas Hukum
Universitas Kristen Satya Wacana (PSHTK FH UKSW), Dr. Umbu Rauta, SH, M.Hum.,
sebenarnya, prosedur dan tata cara pengisian jabatan WKDH telah diatur dalam UU
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.
Berdasarkan Pasal 176 UU Nomor
10 Tahun 2016, dapat dipetik beberapa kaidah sebagai berikut. Pertama, dalam hal wakil gubernur, wakil
bupati, wakil walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri,
atau diberhentikan, pengisian jabatan tersebut dilakukan melalui mekanisme
pemilihan oleh DPRD berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai
politik pengusung. Kedua, partai
politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan dua orang calon
wakil gubernur, wakil bupati, wakil walikota
kepada DPRD melalui gubernur, bupati, walikota untuk dipilih dalam rapat
paripurna DPRD.
Ketiga, dalam hal
wakil gubernur, wakil bupati, wakil walikota berasal dari calon perseorangan,
pengisian jabatan dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD
berdasarkan usulan gubernur, bupati, walikota. Keempat, pengisian kekosongan jabatan wakil gubernur, wakil bupati,
wakil walikota dilakukan jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 bulan
terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.
“Beranjak dari kaidah
tersebut, basis pencalonan WKDH yaitu partai politik pengusung, yang diajukan
sebanyak dua calon kepada Kepala Daerah, untuk diteruskan ke DPRD, dan
selanjutnya dilakukan pemilihan oleh DPRD. Oleh karenanya, dari optik yuridis
normatif, tidak ada persoalan. Namun, contoh berlaru-larutnya pengisian jabatan
WKDH di Provinsi DKI dan Kabupaten Grobogan, serta daerah lainnya, lebih pada
persoalan pewujudnyataan atau konkritisasi kaidah yang diatur dalam Pasal 176
UU Nomor 10 Tahun 2016,” papar Umbu Rauta.
Lebih lanjut ia menjelaskan,
“perwujudnyataan itu berkenaan dengan menguatnya perbedaan atau pertentangan
kepentingan politik di antara partai politik pengusung. Masing-masing partai
politik merasa berjasa dan berinvestasi (secara politik) dalam menjadikan
pasangan calon KDH dan WKDH menjadi pemenang saat pemilukada. Seharusnya hal
demikian adalah lumrah dan tidak menjadi persoalan manakala jumlah partai
politik pengusung hanya dua sehingga pengajuan calon dibagi secara merata.
Namun menjadi polemik berkepanjangan manakala jumlah partai politik pengusung
lebih dari dua dan masing-masing berkehendak mengajukan calonnya sendiri,” kata
Umbu Rauta.
Dalam situasi demikian, seharusnya
Pemerintah Pusat berperan aktif. Menurut Umbu, Pemerintah Pusat selaku
institusi yang berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan secara umum dan
teknis terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, seakan-akan menjaga jarak
atau bahkan “melepaskan” perannya, dengan alasan tidak ingin mencampuri urusan
internal atau rumah tangga daerah. Padahal, Pemerintah Pusat wajib menjamin
agar penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah berjalan secara baik dan
lancar demi terwujudnya tujuan negara yaitu kesejahteraan masyarakat.
“Salah
satu cara untuk mewujudkan tujuan tersebut yaitu dengan menjamin kelengkapan
pejabat pemerintah yang mengisi jabatan pemerintahan yang ada di daerah. Pada
gilirannya, pejabat pemerintahan tersebut yang akan menjadi penggerak kegiatan
pemerintahan dan pembangunan daerah,” ujar pria yang juga pengajar di FH UKSW
ini.
Umbu berpendapat, dalam
menyikapi problematika pengisian jabatan WKDH di Provinsi DKI, Kabupaten
Grobogan, dan mungkin daerah lain di waktu yang akan datang, terdapat beberapa
usulan alternatif. “Pertama, partai
politik koalisi atau pengusung wajib diberikan batas waktu pengisian jabatan
WKDH oleh Pemerintah Pusat manakala bakal calonnya lebih dari dua. Agar
kewajiban tersebut dapat ditunaikan oleh Daerah, perlu disiapkan sanksi
administratif, seperti halnya sanksi bagi Kepala Daerah dan DPRD yang terlambat
menyusun APBD,” terang Umbu.
“Kedua,
dalam hal bakal calon WKDH lebih dari
dua dan belum ada kesepakatan di antara partai politik pengusung, maka penetapan dua calon WKDH yang diusulkan
ke DPRD melalui Kepala Daerah, disaring berdasarkan besaran perolehan kursi masing-masing
partai politik pengusung. Artinya, partai politik pengusung yang mempunyai
kursi terbanyak pertama dan kedua yang berhak mengajukan calon WKDH. Ketiga, sebagai implikasi hubungan pusat
dan daerah, Pemerintah Pusat (Mendagri atau Gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat), wajib mendorong Kepala Daerah dan DPRD segera melakukan pengisian
jabatan WKDH dengan pertimbangan perlunya percepatan penyelenggaraan urusan
pemerintahan,” pungkasnya. ***Vincent Suriadinata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar