Oklahoma, Info Breaking News – Hakim Oklahoma, Thad Balkman menjatuhi denda
terhadap perusahaan obat asal Amerika Serikat, Johnson & Johnson sebesar
US$ 572 juta atau sekitar Rp 8,1 triliun lantaran diduga telah memicu epidemi
opioid di seluruh wilayah negara bagian tersebut.
Dalam persidangan yang dilaksanakan
hari Senin (26/8/2019) waktu setempat, Balkman menyatakan bahwa Johnson &
Johnson terbukti melakukan penipuan dengan menyebarkan informasi keliru mengenai
obat penghilang rasa sakit yang kemudian menimbulkan gangguan di masyarakat.
"Terdakwa menyebabkan krisis opioid yang terbukti dengan adanya peningkatan tingkat kecanduan, kematian karena overdosis dan sindrom putus obat pada bayi," kata Balkman.
Akibatnya, kesehatan dan keselamatan ribuan masyarakat di Oklahoma pun menjadi terancam. Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC), opioid juga terbukti menjadi momok yang telah menewaskan 400.000 orang selama 20 tahun terakhir.
"Krisis opioid telah merusak negara bagian Oklahoma dan harus segera diatasi," tegas Balkman.
Sebelumnya,
kantor jaksa agung Oklahoma menggugat Johnson & Johnson karena dipercaya
telah mengontrak petani opioid untuk memasok 60 persen bahan opiat yang
digunakan dalam obat-obatan seperti oxycodone.
Lebih lanjut gugatan tersebut juga menyebut bahwa Johnson & Johnson bahkan memproduksi opioid sendiri melalui anak perusahaannya, Janssen.
Lebih lanjut gugatan tersebut juga menyebut bahwa Johnson & Johnson bahkan memproduksi opioid sendiri melalui anak perusahaannya, Janssen.
Peristiwa ini
lantas memberi dampak buruk bagi industri farmasi. Mereka terpaksa harus
menghadapi banyak tuntutan hukum di seluruh negara bagian.
Seperti
diwartakan Independent, Selasa
(27/8/2019), Johnson & Johnson pun tak mau tinggal diam. Mereka dikabarkan
menyanggah gugatan tersebut dan mengajukan banding.
Mereka
menganggap obat penghilang rasa sakit yang diproduksi telah didukung oleh
sains. Mereka juga menunjukkan produk-produk Johnson & Johnson hanya
mengandung sebagian kecil opioid yang diresepkan di Oklahoma dan kurang dari
satu persen dari seluruh opioid yang digunakan di seluruh Amerika.
Selain
Johnson & Johnson ada dua perusahaan lain yang digugat oleh Oklahoma,
yaitu Teva Pharmaceutical dan Purdue Pharma asal Israel. Namun keduanya
lolos usai membuat penyelesaian jutaan dolar dengan negara bagian itu.
***Jeremy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar