Situasi gelaran sidang perdana perkara gugatan Kivlan Zen terhadap Wiranto |
Jakarta,
Info Breaking News - Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menggelar sidang perkara gugatan Mayor Jenderal TNI Purn Kivlan Zen, MSi terhadap Jenderal TNI
Purn Wiranto, S.H., Sip pada hari Kamis (15/08/19).
Diketahui
perkara tersebut tercatat dengan nomor 354/Pdt.G/2019/PN Jkt.Tim. Persidangan
kali ini dipimpin oleh hakim ketua Antonius Simbolon, S.H. dan hakim anggota
Dwijayanto, S.H. serta Nuh Suhaimi, S.H.
Sidang
yang beragendakan upaya perdamaian serta penunjukan mediator hari ini diwarnai perdebatan
akibat aksi dari kuasa hukum kedua belah pihak, dimana penasehat hukum dari Kivlan
Zen selaku penggugat belum hadir namun persidangan sudah dimulai. Sementara
itu, upaya mediasi yang dijadwalkan pada hari ini pun batal lantaran karena
kuasa hukum tergugat sudah meninggalkan pengadilan.
Kuasa
hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta Singarimbun menjelaskan bahwa gugatan tersebut
terkait Pam Swakarsa pada Mei dan November tahun 1998 silam.
“Bulan
Mei 98 itu Pak Kivlan Zen masih menjabat sebagai Kepala Staf Kostrad artinya
menggalang massa yang setia kepada Pak Suharto. Rencananya seperti itu. Tetapi
karena Pak Suharto turun, massa itulah yang menguasai kembali sidang umum MPR.
Ini cerita Pak Kivlan kepada kami dalam gugatan,” jelasnya usai sidang.
Menurutnya,
akibat situasi politik pada saat itu, maka dicopotlah Prabowo dan Kivlan Zen.
Mereka lantas disebut sebagai perwira tinggi tanpa jabatan. Keduanya lalu
dipanggil kembali pada 6 November 1999 ke Mabes ABRI oleh Wiranto.
“Lu bikin deh Pam Swakarsa ulang karena
ini kita mau sidang istimewa MPR jadi bagaimana supaya sidang istimewa ini bisa
jalan karena militer tidak mungkin lagi maju di depan,” jelasnya meniru
perintah Wiranto.
“Karena
trauma bulan Mei maka dari itu dikumpulkan lah masyarakat untuk berhadapan
dengan siapa saja,” tambahnya.
Maka
dalam pelaksaannya, masyarakat pun ditaruh di posisi depan yang diikuti oleh
polisi dan yang terakhir dari pihak militer. Kala itu mereka dibekali dana
sebesar Rp 400 juta melalui Setiawan Jody dengan estimasi massa 30 ribu orang.
“Mulailah
bekerja 30 ribu itu. Mereka diberi makan 3 kali satu hari, transportasi untuk
datang ke Jakarta, transportasi mobilisasi selama di Jakarta, begitu juga alat
komunikasi maupun mobil, jadi kurang lebih dana yang keluar Rp 8 miliar,”
paparnya.
Untuk
menutupi kekurangan tersebut, ungkap Tonin, Kivlan Zen sampai harus meminjam
uang serta menjual rumah miliknya.
“Pak
Kivlan sampai utang sana utang sini, dia sampe 2017 ndak punya rumah ngontrak dimana-mana,” tuturnya.
Berangkat
dari hal itulah, akhirnya Kivlan Zen pun melayangkan gugatannya. Ia merasa
tertipu oleh pemerintah kala itu yang ternyata tak menepati janji.
“Dana
tidak turun padahal setelah ditanya ke Pak Habibie saat itu ada dana Rp 10
miliar yang sudah dikucurkan dari non-budgeter bulog yang diklaim sudah
diserahkan ke Pak Ramelan yang saat itu menjabat sebagai Kabulog dan Menteri
Perdagangan juga Wiranto. Tetapi anehnya Pak Kivlan tak menerima dana apapun
sehingga hingga kini masih terjerat hutang,” pungkasnya. ***Paulina
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !