Jakarta, Info Breaking News – Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) melarang dua orang saksi kasus dugaan suap impor ikan tahun 2019
untuk melakukan perjalanan ke luar negeri.
Kedua orang tersebut ialah Desmon Previn selaku
Advisor K-Value Managing Partner Cana Asia Limited dan seorang wiraswasta
bernama Richard Alexander Anthony.
"KPK
telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar
negeri terhadap dua orang," kata Jubir KPK Febri Diansyah, Kamis
(26/9/2019).
Keduanya
dilarang ke luar negeri terkait penyidikan kasus dugaan suap impor ikan tahun
2019 yang menjerat Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto
Suanda dan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera, Mujib Mustofa.
"Pencegahan
ke luar negeri dilakukan dalam proses penyidikan dugaan TPK suap terkait Impor
Hasil Perikanan dengan tersangka RIU (Risyanto Suanda), Direktur Utama
Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo)," imbuhnya.
Pelarangan
itu sendiri sudah berjalan sejak 25 September 2019 kemarin dan akan diberlakukan
selama enam bulan ke depan. Dengan demikian, Desmon Richard tak dapat bepergian
ke luar negeri setidaknya hingga Maret 2020 mendatang.
Diketahui, Risyanto diduga menerima suap dari Mujib agar PT Navy Arsa
Sejahtera agar mendapat kuota impor ikan dengan total komitmen 750 ton. Padahal,
PT Navi Arsa Sejahtera sejak 2009 silam sudah masuk dalam daftar hitam (blacklist) karena melakukan
impor ikan melebihi kuota.
KPK menduga adanya alokasi fee sebesar Rp 1.300
untuk tiap kilogram Frozen Pacific Mackerel yang masuk ke Indonesia.
Kasus
ini berawal dari seorang mantan pegawai
Perum Perindo yang mengenalkan Mujib dengan Risyanto. Pada Mei 2019, Mujib dan
Risyanto bertemu kembali dan keduanya sepakat Mujib mendapat kuota impor ikan
sebanyak 250 ton dari kuota impor Perum Perindo yang disetujui Kementerian
Perdagangan (Kemdag). Dengan demikian meskipun kuota impor diberikan kepada
Perum Perindo, pada kenyataannya yang melakukan impor adalah PT Navy Arsa
Sejahtera.
Sebanyak
250 ton ikan yang diimpor oleh PT Navy Arsa Sejahtera kemudian dikarantina dan
disimpan di cold storage milik Perum Perindo dengan
tujuan mengelabui otoritas yang berwenang agar seolah-olah yang mengimpor
adalah Perum Perindo.
Keduanya mengadakan pertemuan kembali pada 16 September 2019 di salah satu lounge hotel di Jakarta Selatan. Dalam
pertemuan tersebut, Risyanto menanyakan kesanggupan Mujib menyiapkan kuota
impor ikan tambahan sebesar 500 ton untuk Oktober 2019. Mujib pun menyatakan
kesanggupannya, ia lalu diminta oleh Risyanto Suanda untuk menyusun daftar
kebutuhan impor ikan yang diinginkan.
Pada
pertemuan itu juga, Risyanto menyampaikan permintaan uang sebesar 30.000 dolar
AS atau kurang lebih Rp 400 juta kepada Mujib untuk keperluan pribadi.
Uang tersebut diminta untuk diserahkan melalui Adhi Susilo yang
menunggu di lounge hotel yang sama.
Tak sampai di situ, pada 19 September 2019 keduanya lagi-lagi bertemu di salah
satu kafe di Jakarta Selatan. Mujib menyampaikan daftar kebutuhan impor ikan
kepada Risyanto dalam bentuk tabel berisi Informasi jenis ikan, jumlah dan
komitmen fee yang
akan diberikan kepada pihak Perum Perindo untuk setiap kilogram ikan impor.
Komitmen fee yang
disepakati adalah sebesar Rp 1.300 per kilogram ikan. Tak hanya itu, KPK juga
akan mendalami dugaan penerimaan sebelumnya dari perusahaan importir lain yaitu
sebesar 30.000 dolar AS, 30.000 dolar singapura, dan 50.000 dolar Singapura.
Atas
tindak pidana yang diduga dilakukannya, Risyanto selaku pemberi suap diduga
melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan
Mujib dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b
atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
***Winda Syarief
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !