Headlines News :
Home » » Perusahaan Milik Malaysia dan Singapura Diyakini Terlibat Karhutla

Perusahaan Milik Malaysia dan Singapura Diyakini Terlibat Karhutla

Written By Info Breaking News on Selasa, 24 September 2019 | 16.37


Jakarta, Info Breaking News – Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani menjelaskan bahwa terdapat 14 perusahaan yang berafiliasi dengan pihak asing dan menjadi momok kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Pihak asing yang terlibat termasuk di dalamnya adalah dua negara tetangga, yakni Malaysia dan Singapura.

Rasio menyebut pihak berwenang akan segera melakukan tes tanah guna mengidentifikasi perubahan perkebunan yang diduga menggunakan teknik tebang dan bakar untuk membersihkan lahannya.

Rencananya, tes akan dilakukan terhadap perusahaan dengan konsesi atau izin penebangan yang telah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak bulan lalu hingga bulan ini. Rasio menambahkan terdapat 51 perusahaan yang izinnya sudah dicabut, dimana 14 di antaranya berafiliasi dengan pihak asing.

"Tanaman mereka mungkin ada di lahan yang telah mereka bersihkan dengan cara dibakar, katakanlah satu atau lima tahun lalu. Jejak itu masih ada di sana. Kami telah berbicara dengan penasihat hukum dan para ahli tentang rencana kami untuk melakukan hal ini,” tuturnya.

Sebelumnya, pemerintah sudah lebih dahulu menunjuk satu perusahaan yang diketahui berafiliasi dengan Singapura, yakni Hutan Ketapang Industri yang berbasis di Kalimantan Barat.

Sejumlah perusahaan lain yang juga berafiliasi dengan kelompok asing adalah Sime Indo Agro yang merupakan unit dari Sime Darby Plantation; Sukses Karya Sawit, unit dari IOI Corporation; dan Rafi Kamajaya Abadi, unit dari perusahaan TDM. Ketiganya berbasis di Kalimantan Barat dan berafiliasi dengan Malaysia

Ada pula perusahaan yang beroperasi di Riau, yaitu Adei Plantation and Industry yang merupakan unit dari Kuala Lumpur Kepong Group.

Tak hanya itu, terdapat pula dua perusahaan lain yang juga diketahui berafiliasi dengan Malaysia, yakni Sawit Mitra Abadi, unit dari Genting Plantations; dan Tabung Haji Indo Plantation, yang adalah unit perusahaan Malaysia, Tabung Haji.


Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (TPSDA) Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Yudi Anantasena menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut lebih memilih membakar hutan dan lahan dibandingkan harus menyewa buldoser dengan alasan ingin menghemat biaya.

"(Padahal) biaya seperti itu tidak sebanding dengan nilai ekonomi dan gangguan kesehatan yang diderita korban kabut asap, maupun biaya yang ditanggung pemerintah untuk memadamkan api," katanya.

Sementara itu, Rasio melanjutkan, kementerian disebut memiliki tiga opsi yang bisa diambil jika perusahaan-perusahaan tersebut terbukti bersalah. Yang pertama ialah sanksi administratif, yang berarti denda dan pencabutan izin usaha. Selanjutnya mengajukan gugatan perdata dan menuntut kompensasi dan opsi terakhir ialah mengejar kasus pidana untuk mengirim manajemen perusahaan ke penjara.

Menurut Rasio, sanksi administratif merupakan opsi tercepat karena tanpa harus menunggu putusan pengadilan.

“Jika mengajukan gugatan ke pengadilan, baik perdata maupun pidana, akan memakan waktu yang lebih panjang," pungkasnya. ***Juenda
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved