Headlines News :
Home » » Larang Napi Korupsi Maju di Pilkada, UU Pilkada Mendesak untuk Direvisi

Larang Napi Korupsi Maju di Pilkada, UU Pilkada Mendesak untuk Direvisi

Written By Info Breaking News on Rabu, 06 November 2019 | 17.53

Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi UKSW, Dr. Umbu Rauta, SH.,M.Hum

Jakarta, Info Breaking News - KPU telah menyerahkan draf Peraturan KPU (PKPU) untuk Pilkada 2020 kepada Komisi II DPR. Dalam draft itu, KPU memasukkan larangan mantan napi korupsi, bandar narkoba dan pelaku kekerasan seksual anak mengikuti kontestasi Pilkada.

Aturan serupa pernah dibuat KPU pada pemilihan legislatif (Pileg) 2019, namun dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Agar hal tersebut tidak terulang, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman berharap UU Pilkada direvisi untuk mengatur pelarangan mantan napi kasus korupsi, bandar narkoba, dan pelaku kekerasan seksual anak maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

"Kami tentu berharap ada revisi terhadap undang-undang Pilkada. Karena kan semua pihak kalau saya lihat komentarnya, sepanjang ini diatur di dalam undang-undang maka kita bisa terima," ujar Arief.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Arif Wibowo mengatakan bukan soal sulit atau mudah mengakomodasi keinginan KPU. “Tidak ada lagi waktu untuk merevisi itu. Kita sudah memasuki tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Kalau mengganggu tahapan berarti menggagalkan pilkada dong,”katanya.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi (PSHTK) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Dr. Umbu Rauta, SH., M.Hum. menerangkan bahwa kaidah yang sifatnya membebani kewajiban dan membatasi hak warga negara seyogyanya diatur pada tataran legislasi yaitu UU, bukan pada tataran regulasi berupa PKPU. “Pelarangan napi tindak pidana korupsi dan narkoba untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah seharusnya tidak diatur pada tataran PKPU, namun pada tataran UU Pilkada. Sehingga UU Nomor 10 tahun 2016 mendesak diubah sebelum penyelenggaraan Pilkada 2020,” paparnya.

Lebih lanjut Umbu menegaskan bahwa hal serupa sudah pernah diuji ke MA yakni PKPU Nomor 20 tahun 2018, sehingga putusan tersebut seharusnya menjadi pelajaran berharga. Selain itu, menurut Umbu Rauta, kedudukan dan peran Bawaslu dalam UU Pilkada perlu diubah. 

“Dalam UU Pilkada, Bawaslu masih disebut Panwas dan bersifat Ad-hoc, sementara dalam UU Pemilu 2017, Bawaslu bersifat tetap. Selain itu, tugas dan wewenang Bawaslu dalam UU Pemilu sudah sampai pada tindakan adjudikasi dan non adjudikasi yang putusannya final dan binding, kecuali beberapa hal terkait penetapan DCT, penetapan paslon kepala daerah dan penetapan paslon presiden dan wakil presiden” tutur dosen FH UKSW ini. ***Vincent Suriadinata

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved