Sukamiskin, Info Breaking News
– Meski dirinya tengah menjalani hukuman, Prof. Otto Cornelis Kaligis atau yang
akrab dikenal dengan nama OC Kaligis tak henti-hentinya memberikan saran dan
masukan bagi banyak pihak termasuk di dalamnya Presiden Joko Widodo. Kesemuanya
ini tak lain bertujuan demi membangun negara Indonesia yang lebih baik ke
depannya.
Setelah sebelumnya sempat mengkritisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini OC Kaligis hadir kembali dengan sebuah surat terbuka bertajuk “Mengenai Pemerintahan yang Bersih”.
Dalam
suratnya OC Kaligis yang berkedudukan sebagai praktisi dan akademisi memaparkan
sejumlah opini dan masukan kepada Jokowi dalam rangka membangun pemerintahan
yang bebas dari KKN.
Tak hanya memberi masukan, OC Kaligis dalam surat terbukanya kali ini juga turut menyinggung soal rencana diangkatnya Chandra Hamzah sebagai komisaris salah satu perusahaan BUMN.
Berikut surat terbuka OC Kaligis seperti yang diterima redaksi hari Kamis (28/11/2019):
Dengan hormat,
Perkenankanlah saya, Prof. Otto Cornelis Kaligis, warga binaan Lapas Sukamiskin, dalam kedudukan saya sebagai praktisi dan akademisi, memberi masukan kepada Bapak, sebagai Presden saya, dalam rangka membangun Pemerintahan bebas KKN. Untuk itu tentu mereka yang duduk di Pemerintahan mesti punya latar belakang bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Khusus dalam kesempatan ini,
izinkan saya memberi masukan mengenai Komisaris Utama Bank Tabungan Negara
(BTN), saudara Chandra Hamzah yang dalam kasus korupsi yang menimpa dirinya, namanya
tidak pernah direhabilitasi. Diselamatkan oleh Bapak Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono melalui deponeering. Deponeering bukan rehabilitasi. Statusnya tetap
terpidana. Diberhentikan di KPK karena terlibat kasus korupsi, tanpa pernah
namanya direhabiliter.
Berikut kronologis fakta:
1. Ketika mendengar bahwa Bapak
Menteri Erick Thohir akan mengangkat Chandra Hamzah untuk menduduki jabatan
Komisaris Utama disalah satu BUMN, saya menulis surat terbuka tertanggal 19
November 2019 No.159/OCK.XI/2019 yang ditujukan kepada Bapak Menteri Erick Thohir
sebelum penunjukkan beliau. Hasil pengecekan melalui wartawan, adalah bahwa
surat saya itu, tidak diterima beliau.
2. Berikut fakta penerimaan uang
suap Chandra Hamzah ketika menjabat sebagai salah seorang Komisioner KPK.
“Berita Acara Pemeriksaan (saksi). Tertanggal 11 Juli 2009. Pemeriksa, Penyidik
Polisi Drs. Agus Irianto SH.MH. Saksi: Ir. Ari Muladi, diperiksa sebagai saksi
dalam perkara tindak pidana korupsi berkaitan dengan penyuapan oleh Direksi
PT.Masaro atau pemerasan terhadap direksi PT.Masaro”. Kami kutip
BAP dari Pertanyaan nomor 10 beserta jawabannya mengenai penerimaan
uang kepada Saudara Chandra Hamzah.
“10. Pertanyaan : Jelaskan !
Selain penyerahan uang yang saudara sebutkan pada jawaban saudara nomor 8,
apakah ada penyerahan lainnya? Bagaimana cara saudara memberikan uang tersebut,
berapa jumlah uang yang saudara berikan, kapan, dimana dan kepada oknum pejabat
KPK siapa saja saudara berikan uang tersebut?
Jawaban No.10 : “ ......Penyerahan uang terakhir saya lakukan pada tanggal 15 April 2009 kepada Chandra Hamzah di parkiran Pasar Seni di Jalan Rasuna Said. Kejadian berawal dari adanya telepon lagi dari Pak Ade Rahardja yang mengatakan bahwa ada 1 (satu) orang lagi Wakil Ketua KPK yang belum mendapat bagian dan meminta bagiannya disamakan dengan yang lainnya. Kemudian saya menelpon Anggodo dan kami sempat bertemu di Lobby Hotel Peninsula Jakarta Barat. Seingat saya pada waktu itu Anggodo menelpon Anggoro dan menyampaikan permintaan dari KPK tersebut dan Anggoro menyetujui untuk memberikan uang tersebut. Pada siang hari tanggal 25 Maret 2009, Anggodo menyerahkan uang sebesar Rp. 1 M (Satu miliard rupiah) dalam bentuk USD kepada saya (Ari Muladi) di ruang nomor 1 Karaoke Delux Hotel Menara Peninsula Slipi Jakarta Barat yang dimasukkan ke dalam amplop coklar besae dan diletakkan pada Tas Kertas. Untuk penyerahan uang kepada Chandra Hamzah terjadi penguluran waktu yang cukup lama karena setiap saya tanyakan kepada Pak Ade Rahardja tentang waktu penyerahan, selalu dijawab Pak Ade Rahardja bahwa Wakil (Chandra Hamzah), belum bisa menerima uang tersebut. Sudah terjadi beberapa kali janji dan saya diminta untuk menunggu di sekitar kantor KPK, namun selalu tidak jadi. Akhirnya tanggal 15 April 2009, sekitar pukul 20.30 WIB s/d 21.00 Wib, Pak Ade Rahardja meminta saya untuk menunggu di parkiran Pasar Seni di jalan Rasuna Said di parkiran dekat kios majalah bekas namun kios tersebut sudah tutup. Pada saat itu saya menunggu di dalam mobil karena saya takut nunggu di luar sudah sepi. Dikatakan oleh Pak Ade Rahardja bahwa nanti ada mobil INNOVA warna hitam yang hanya menyalakan lampu kotanya saja, dan mobil tersebut akan menyalakan lampu “dim”. Tidak berapa lama kemudian dating satu unit mobil INNOVA HITAM yang hanya menyalakan lampu kota dan sesaat kemudian menyalakan lampu “dim”nya. Dengan adanya tanda tersebut, kemudian saya keluar dari mobil, pada saat yang hampir bersamaan, dari mobil INNOVA hitam tersebut turun 2(dua) orang yang belakangan saya ketahui adalah Pak Ade Rahardja dan Chandra Hamzah. Lalu saya hampiri dan saya sempat salaman dengan Chandra Hamzah, selanjutnya tas kertas yang didalamnya terdapat amplop yang berisi uang tersebut saya serahkan langsung kepada Chandra Hamzah. Setelah mendapatkan uang tersebut, Pak Ade Rahardja dan Chandra Hamzah langsung naik mobil dan pergi. (Lihat halaman 644-645 Buku “Korupsi Bibit-Chandra”. Lampiran L-2).
Jawaban No.10 : “ ......Penyerahan uang terakhir saya lakukan pada tanggal 15 April 2009 kepada Chandra Hamzah di parkiran Pasar Seni di Jalan Rasuna Said. Kejadian berawal dari adanya telepon lagi dari Pak Ade Rahardja yang mengatakan bahwa ada 1 (satu) orang lagi Wakil Ketua KPK yang belum mendapat bagian dan meminta bagiannya disamakan dengan yang lainnya. Kemudian saya menelpon Anggodo dan kami sempat bertemu di Lobby Hotel Peninsula Jakarta Barat. Seingat saya pada waktu itu Anggodo menelpon Anggoro dan menyampaikan permintaan dari KPK tersebut dan Anggoro menyetujui untuk memberikan uang tersebut. Pada siang hari tanggal 25 Maret 2009, Anggodo menyerahkan uang sebesar Rp. 1 M (Satu miliard rupiah) dalam bentuk USD kepada saya (Ari Muladi) di ruang nomor 1 Karaoke Delux Hotel Menara Peninsula Slipi Jakarta Barat yang dimasukkan ke dalam amplop coklar besae dan diletakkan pada Tas Kertas. Untuk penyerahan uang kepada Chandra Hamzah terjadi penguluran waktu yang cukup lama karena setiap saya tanyakan kepada Pak Ade Rahardja tentang waktu penyerahan, selalu dijawab Pak Ade Rahardja bahwa Wakil (Chandra Hamzah), belum bisa menerima uang tersebut. Sudah terjadi beberapa kali janji dan saya diminta untuk menunggu di sekitar kantor KPK, namun selalu tidak jadi. Akhirnya tanggal 15 April 2009, sekitar pukul 20.30 WIB s/d 21.00 Wib, Pak Ade Rahardja meminta saya untuk menunggu di parkiran Pasar Seni di jalan Rasuna Said di parkiran dekat kios majalah bekas namun kios tersebut sudah tutup. Pada saat itu saya menunggu di dalam mobil karena saya takut nunggu di luar sudah sepi. Dikatakan oleh Pak Ade Rahardja bahwa nanti ada mobil INNOVA warna hitam yang hanya menyalakan lampu kotanya saja, dan mobil tersebut akan menyalakan lampu “dim”. Tidak berapa lama kemudian dating satu unit mobil INNOVA HITAM yang hanya menyalakan lampu kota dan sesaat kemudian menyalakan lampu “dim”nya. Dengan adanya tanda tersebut, kemudian saya keluar dari mobil, pada saat yang hampir bersamaan, dari mobil INNOVA hitam tersebut turun 2(dua) orang yang belakangan saya ketahui adalah Pak Ade Rahardja dan Chandra Hamzah. Lalu saya hampiri dan saya sempat salaman dengan Chandra Hamzah, selanjutnya tas kertas yang didalamnya terdapat amplop yang berisi uang tersebut saya serahkan langsung kepada Chandra Hamzah. Setelah mendapatkan uang tersebut, Pak Ade Rahardja dan Chandra Hamzah langsung naik mobil dan pergi. (Lihat halaman 644-645 Buku “Korupsi Bibit-Chandra”. Lampiran L-2).
Pertanyaan No. 15. Apakah
ada keterangan lain yang ingin sdr, sampaikan dan berikan kepada Penyidik?”
Jawaban No.15 : ”Ya, saya
akan menuntut pertanggung jawaban dari Pak Ade Rahardja dan Para Pimpinan KPK
yang telah menerima penyerahan uang dari Saya atas janji janji yang telah
disampaikan atau diberikan kepada saya. Karena sebenarnya saya dan teman saya
sudah merasa terpaksa untuk memberikan dana yang begitu besar dan saya sudah
merasa tertipu oleh Pak Ade Rahardja dan Para Pimpinan KPK tersebut.
Pertanyaan No. 16 : "Apakah
dalam memberikan keterangan diatas saudara merasa ditekan/dipaksa atau
dipengaruhi oleh Penyidik atau orang lain?"
Jawaban No.16 : "Saya
dalam memberikan keterangan ini tidak merasa ditekan/dipaksa atau dipengaruhi
oleh Penyidik atau orang lain.”
Ketika dijadikan tersangka,
para saksi yang diperiksa dan ahli untuk kasus Chandra Hamzah, saksi kurang
lebih 20 saksi sedangkan ahli kurang lebih 5 ahli termasuk bukti surat.
Bukan saja dalam kasus PT.
Masaro, Chandra Hamzah terlibat dalam perkara suap sebagai Wakil Komisioner
KPK, tetapi juga dalam kasus M. Nazaruddin keterlibatan Chandra Hamzah
dibuktikan oleh Press Release M. Nazaruddin pada saat diperiksa
sebagai saksi di Komite Etik KPK terkait pengurusan kasus BOS dan mengamankan
Kasus korupsi E-KTP. (vide halaman 151 – 159 buku yang berjudul : “M.Nazaruddin
: Jangan saya direkayasa Politik dan dianiaya” terlampir L-3), kami kutip
sebagai berikut :
Terkait dengan Chandra
Hamzah:
.......... Pertemuan tersebut
membicarakan mengenai Proyek Paket Bantuan Operational Sekolah (BOS) program di
bawah Departemen Pendidikan Nasional yang saat itu, ada surat kaleng yang
dikirim oleh sebuah LSM.
........ Inti dari pertemuan –
pertemuan tersebut adalah membicarakan “pengamanan” proyek E-KTP yang pada saat
itu masih dalam tahap sosialisasi. Dimana dalam tahap itu guna keperluan
“pengamanan” proyek, Chandra M. Hamzah menyarankan agar Bapak
Mendagri (yang pada saat itu dijabat oleh Gamawan Fauzi) untuk membuat surat
kepada KPK agar melakukan supervise terhadap proyek e-KTP”.
Kami juga pernah menggugat
keabsahan Chandra Hamzah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai
Pengangkatan Chandra Hamzah sebagai Komut PLN, terdaftar dibawah register
No.91/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST. tidak lanjut karena sempat diberhentikan sebagai
Komisaris Utama PLN.
Dari fakta-fakta tersebut di
atas, Bapak Presiden yang saya hormati, seandainya Presiden SBY tidak
menyelamatkan Chandra Hamzah melalui deponeering, saya yakin, akan terbongkar
internal KPK yang dengan peranannya, memanfaatkan status tersebut untuk
memperkaya diri sendiri, melalui pengurusan perkara. Dan dari berkas perkara
Bibit-Chandra, akan terbongkar, bukan saja yang bermain para komisioner tetapi
juga para penyidik.
Fakta ini juga sudah dibuka ke
depan umum, melalui hasil Pansus DPR terhadap KPK. Belum lagi dana saweran
dari KPK dan asing kepada ICW, tanpa ICW transparan dalam
menggunakan dana saweran tersebut. Pemberian dana saweran tanpa akta hibah,
atau tanpa diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuktikan betapa ICW yang
dimodali asing, akan tidak menjadi obyektif sebagai corong pembicara KPK, dalam
memberantas Korupsi. KPK adalah LSM, penuh conflict of Interest dalam
penegakkan hukum.
Semoga surat saya, ditengah
kesibukan Bapak Presiden, dapat menjadi catatan penegakkan hukum di Indonesia,
khususnya mengenai pengangkatan Komisaris Utama Bank Tabungan Negara, Chandra
Hamzah, yang terlibat kasus Korupsi ketika menjabat sebagai Wakil Komisioner
KPK.
Atas perhatian Bapak Presiden,
saya mengucapkan banyak terima kasih.
Hormat saya,
Prof. Otto Cornelis Kaligis.
Penghuni Lapas Sukamiskin,
Blok Barat Atas nomor 2. Bandung.
Untuk diketahui, surat terbuka
yang ditulis oleh OC Kaligis ini juga turut ditembuskan kepada Menteri BUMN
Erick Thohir. ***MIL
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !