Kepala Biro Hukum dan Humas, Abdullah,saat memberikan keterangan pers |
Jakarta, Info Breaking News - Menjalani profesi sebagai seorang hakim tentu
tidaklah mudah dan penuh dengan resiko. Sebagai orang yang memiliki kewenangan
untuk mengadili suatu perkara yang dihadapkan kepadanya, tentu ada resiko
dimana ada pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan yang dibuat oleh para
hakim. Berbagai kasus yang membahayakan dan mengancam keselamatan hakim pun
sudah begitu banyak terjadi.
Belum lama ini terjadi dugaan pembunuhan terhadap
Hakim PN Medan, Jamaluddin. Di waktu lampau ada hakim Agung Syafiudin yang
meninggal dalam menjalankan tugas, kemudian hakim pengadilan Agama (PA)
Sidoarjo M. Taufik yang ditusuk bayonet diruang sidang, serta hakim PN Jakarta
Pusat yang dipukul menggunakan sabuk oleh seorang pengacara.
Merespon keprihatinan masyarakat luas tentang
kerapnya terjadi penganiayaan bahkan pembunuhan terhadap Hakim sebagai akibat
tiadanya jaminan keamanan konkret terhadap Hakim, Mahkamah Agung (MA) RI telah
melakukan pertemuan dengan Komisi Yudisial untuk membahas implementasi
penerapan konkret pelaksanaan pengamanan terhadap Hakim sejak ditempat bekerja
hingga tibah dirumah tinggalnya masing-masing.
Dalam pertemuan koordinasi yang berlangsung di
Gedung Komisi Yudisial, Kamis (12/12/2019) tersebut, Mahkamah Agung diwakili
oleh Sekretaris Mahkamah Agung, A. S. Pudjoharsoyo didampingi Kepala Biro
Perencanaan, Joko Upoyo Pribadi, Kepala Biro Hukum dan Humas, Abdullah, serta
Kabag Perencanaan Program, Arifin Syamsul Rijal. Sementara dari Komisi Yudisial
hadir Komisioner yang sekaligus menjabat Ketua Bidang Pencegahan dan
Peningkatan Kapasitas Hakim, Joko Sasmito dengan didampingi Kepala Biro
Perencanaan dan Kepatuhan Internal, Jamain dan Kasubag Peningkatan Kapasitas
Hakim, Ariefa Nursyamsiah.
“Dengan rentetan kejadian pemukulan hakim di ruang
sidang dan pembunuhan hakim, dapat dikatakan keamanan hakim menjadi sangat
penting untuk dibahas dan diwujudkan,” ujar mantan Wakil Ketua Pengadilan
Militer II-08 Jakarta itu. Terkait dengan persoalan tersebut, Joko mengusulkan
penggunaan Pasal 47 ayat (2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan pada
kantor yang membidangi bidang politik dan keamanan, termasuk Mahkamah Agung.
Terkait dengan regulasi mengenai jaminan keamanan
hakim, Pudjoharsoyo menilai sudah cukup jelas bagaimana peraturan
perundang-undangan memberikan pengaturan. “Dari sisi regulasi, permasalahan
jaminan keamanan hakim sudah cukup jelas,” ujar Pudjoharsoyo.
Sejumlah paraturan perundang-undangan memang
mengatur secara jelas persoalan jaminan terhadap keamanan hakim, mulai dari
Undang-Undang Kekuasaan kehakiman sampai undang-undang generik yang mengatur
masing-masing lingkungan peradilan. “Bahkan, Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2012 secara jelas menempatkan jaminan keamanan sebagai hak fasilitas
hakim,” tegasnya.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Pudjoharsoyo, tidak
diperlukan regulasi baru, kecuali aturan-aturan yang bersifat teknis
operasional yang kedudukannya berada dibawah Undang-Undang. “Boleh jadi
berbentuk Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden,” ujarnya.
Dalam konferensi pers yang digelar di Media Center
MA (17/12/2019), Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah mengatakan
keprihatinannya tentang rentannya pengamanan terhadap hakim dalam menjalankan
tugasnya yang terkesan dilepas begitu saja, Meskipun Undang-Undang telah
mengatur secara rinci, tetapi pelaksanaannya masih belum nampak dirasakan oleh
para hakim.
“Berbeda dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2019, ada
perlindungan mulai dari penyidik, penuntut, dan hakim, dalam perkara tindak
pidana Terorisme. Sedangkan dalam perkara lain, masih belum ada. Untuk itu,
akan segera ditindaklanjuti implementasinya terkait jaminan keamanan
hakim,”pungkas Abdullah.*** Vincent Suriadinata
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !