Sukamiskin, Info Breaking News
– Advokat Prof. Dr. OC. Kaligis, S.H., M.H. yang masih terus berkarya dan baru
saja meluncurkan sejumlah buku hukum terbarunya beberapa waktu yang lalu, kini
kembali lagi menuangkan pikirannya melalui wujud sebuah surat terbuka.
Kali ini, OC Kaligis
melayangkan suratnya untuk Ketua KPK terpilih Firli Bahuri beserta seluruh
jajaran pimpinan KPK hingga mereka yang nantinya akan menduduki kursi Dewan
Pengawas KPK.
Dalam suratnya, OC Kaligis menegaskan pentingnya dilakukan audit kinerja pimpinan KPK yang terdahulu karena seperti yang sebelumnya pernah ia suarakan, KPK tak terlepas dari kesalahan dan dinilai banyak melakukan penyelewengan.
Besar harapan OC Kaligis agar kedepannya para pemimpin baru KPK dapat membentuk lembaga anti rasuah yang bersih, bebas tindak pidana dan yang pasti bebas korupsi sehingga KPK layak menjadi lembaga yang melakukan pencegahan korupsi di tanah air. Kesemuanya tidak lain adalah demi mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) yang jelas berkontribusi terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berikut surat terbuka yang ditulis langsung oleh Prof. Dr. OC Kaligis seperti diterima oleh redaksi infobreakingnews.com:
Sukamiskin, 16 Desember 2019.
No.205 /OCK.XII/2019.
Surat terbuka
Kepada Yth.
Bapak Jenedral Pol. Firli
Bahuri dkk
Ketua Komisioner KPK yang
baru dan
Para Dewan Pengawas KPK yang
baru dibentuk
Jln. H.R.Rasuna Said
JAKARTA SELATAN
Hal: Perlunya Audit Kinerja KPK yang
Lalu.
Dengan segala hormat,
Perkenankanlah saya, Prof.
Otto Cornelis Kaligis, lahir 19 Juni 1942 (sebelum Indonesia merdeka dan
berpraktek di bidang Hukum sejak tahun 1966), turut membagi pengalaman empiris
saya baik sebagai praktisi maupun sebagai akademisi di bidang Hukum dalam
membela perkara yang dimajukan khususnya oleh KPK.
Saya penyandang titel warga binaan, tanpa satu senpun saya
merugikan keuangan Negara, tanpa satu senpun bukti sitaan uang suap atau THR
kepada Hakim, tanpa adanya BAP dalam berkas saya yang dimajukan ke Pengadilan,
bukan tersangka OTT, tetapi diperlakukan sebagai tersangka OTT, dengan vonis
tertinggi 10 tahun untuk uang THR berjumlah 5.000 dollar Singapura. Penyuap Rp.250
miliar hanya divonis 4 tahun, sedang pelaku utama dalam kasus saya divonis
hanya 2 tahun.
1. Saya termasuk pengacara
pertama yang membela perkara di KPK dengan tersangka Ir.Abdullah Puteh,
Gubernur Aceh. Undang Undang KPK lahir tahun 2002. Pembelian Helikopter yang
disetujui oleh para Bupati, Wali Kota fan
DPRD, hanya mempidanakan Puteh seorang diri. Padahal dalam berkas perkara
para Bupati lainnya turut menyisihkan uang Negara untuk pembelian Helikopter,
menghadapi bahaya GAM yang suka mengganggu perjalanan dinas pak Gubernur dan
para Bupati. Vonis 2 hakim karier yang dissenting opinion, dengan pertimbangan
hukum bahwa tuntutan terhadap Puteh melanggar prinsip legalitas, dikesampingkan
oleh 3 hakim ad hoc KPK. Jelas pelanggaran pertama terhadap azas legalitas.
Bahkan penjual Helikopter, yang belum lunas dibayar, turut dibui. Sudah sejak
pertama KPK menabrak Undang Undang dan tebang pilih.
2. Fakta hukum ini menimpa juga
Bupati Kutai Kartanegara, Pak Syaukani dan banyak tersangka lainnya. Pengalaman
mana saya rangkai dalam beberapa buku saya berjudul Praktek tebang pilih dalam
penanganan Kasus Kasus korupsi oleh KPK.
3. Buku berjudul Korupsi
Bibit-Chandra cukup terang benderang membongkar betapa Komisioner KPK,
Bibit-Chandra terbukti korupsi, termasuk beberapa anggota penyidik. Anehnya,
Anggodo diperas oleh Ir. Ari Muladi. Dua duanya sipil, bukan pegawai negeri.
Tetapi dua duanya dijerat perkara korupsi. Sedang Bibit dan Chandra Hamzah yang
disangka melakukan tindak pidana Korupsi, berkas perkaranya telah P-21, mereka
sempat ditahan di Makko Brimob, dibebaskan melalui deponeering akibat protes
keras KPK dengan yel yel dan provokasi provokasi klise: Kriminalisasi KPK.
Melemahkan KPK dan lain lain. Sejak saat itu para pimpinan KPK selalu menutup
nutupi oknum oknum KPK yang korup atau terlibat pidana melalui pers pendukung
atau corong KPK yaitu ICW.
4. Banyak oknum oknum warga
binaan yang tidak memakai uang Negara, dijerat perkara korupsi. Sebut saja ex
Gubernur Papua Barnabas Suebu, ex Menteri Surya Dharma Ali, Jero Wacik, advokat
Lucas, Frederick, saya dan bila Bapak Bapak hendak meneliti lebih rinci
silahkan datang ke Sukamiskin. Jendral
Polisi Djoko Susilo ditetapkan lebih dahulu, lalu KPK mencari cari kerugian Negara.
Hal yang sama menimpa Miranda Gultom, Budi Mulia, beberapa Bupati di
Sukamiskin. Bahkan Dirjen Hubla Pak Antonius, yang ketika di “OTT” KPK, disita
uang sebesar kurang lebih Rp. 22 miliar, dalam dakwaan hanya disebut Rp. 2
milliar. Lalu kemana uang 20 miliar Rupiah tersebut tersimpan? Saudara Sanusi,
anggota DPRD DKI rumahnya dijual tanpa pemberitahuan kepada Sanusi dengan nilai
jual separoh harga. Tiba tiba putusan PK Sanusi adalah memerintahkan Jaksa
mengembalikan rumah rumah yang telah dijual tersebut, karena status rumah itu
ketika dijual secara Melawan Hukum
adalah barang sitaan yang kemudian dibebaskan oleh vonis hakim. Mobil
mewah Wawan, menurut informasi dijual KPK kepada penadah mobil mewah. Temuan
Pansus DPR terhadap oknum KPK yang tidak mau didengar dan mangkir dari undangan
DPR selaku Pengawas, membuktikan betapa banyak barang sitaan KPK yang raib
karena tidak disimpan dalam Rumah Penyimpanan Barang Bukti sesuai perintah
KUHAP.
5. Kasus Sugianto perkara
No.963 K/Pid.Sus/2015 tanggal 21
September 2015 jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
No.04/Pid/Tpk/2015/PT.DKI tanggal 7 April 2015 jo Putusan Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat No.80/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst. tanggal 18 Desember 2014, ditugaskan untuk pengawasan pupuk di Jawa
Timur. Divonis untuk wilayah Sumatera, tempat yang tidak pernah dikunjunginya.
Jelas miscarriage of Jusstice.
6. Kasus Dian Siswanto,
SE.,MM., kasus Bank Mandiri. Putusan MARI No.1812 K/Pid.Sus/2014 tanggal 19
November 2014 jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
No.15/Pid/TPK/2014/PT.DKI JKT. Tanggal 16 April 2014 jo Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat No.23/Pid.B/TPK/2012/PN.Jkt.Pst. tanggal 7 Januari 2013,
putusan secara kolektif, Dian hanya bawahan dari para atasan. Para atasan
bebas, dia divonis seorang diri. Bukti tebang pilih.
7. Bupati Abdul Latief, Bupati
Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Semua asset sewaktu yang bersangkutan
pengusaha, yang diperoleh sebelum yang bersangkutan menjabat sebagai Bupati,
disita, tanpa Berita Acara Penyitaan. Mestinya dititipkan di rumah Penyimpanan
Barang Bukti Banjarmasin. KPK menyita seluruh barang tersebut, termasuk
beberapa ambulans untuk kepentingan rumah sakit milik Abdul Latief diangkut
dengan memakai biaya Negara.
8. Kasus Nur Alam. Tidak
terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan, tuntutan beralih ke
Pasal 18 Undang Undang Tipikor. Suap tanpa adanya pemberi suap.
9. Kasus Jero Wacik. Dua kali
Wakil Presiden Jusuf Kalla di bawah sumpah hadir sebagai saksi Jero Wacik. Uang
DOM adalah miliknya. Bukan uang Negara. Kesaksian Jusuf Kalla dan Susilo Bambang
Yudhoyono : Jero Wacik bukan terpidana korupsi. Semua dakwaan tidak terbukti.
Divonis berdasarkan ketentuan yang sudah tidak berlaku.
10. Kasus Surya Dharma Ali.
Hasil Temuan Badan Pemeriksa Keuangan: Tidak
ada kerugian Negara. Tetap saya dituntut dan divonis bersalah. Seharusnya KPK yang
baru melakukan audit kinerja KPK lama, dan kepada semua mereka tersebut disini,
diberi amnesti.
11. Kasus Patrialis Akbar.
Disadap sebelum adanya Sprindik. Penyadapan terhadap setiap orang, dapat
dilakukan KPK, akibat tidak adanya Pengawasan. Hal yang sama terjadi pada Kasus
ex hakim Syarifuddin yang disadap sebelum Sprindik, dan hakim Syarifuddin
berhasil menggugat KPK, memenangkan gugatannya, sehingga barang barang
Syarifuddin yang salah sita , dikembalikan, dan KPP harus membayar ganti rugi
kepada hakim Syarifuddin.
12. Kasus Akil Mochtar.
Kesaksian rekayasa Miko hasil buatan Novel Baswedan, membuktikan betapa KPK
sering merekayasa Keterangan Saksi. Miko disekap di safe house.
13. Pantang diawasi. Ketika Panitia
Angket DPR-RI dalam rangka pengawasan, hendak melakukan Pengawasan kepada KPK,
Upaya Hukum KPK adalah menggugat di Mahkamah Konstitusi. Menjelang kalah, KPK
menarik kembali gugatannya. Hasil Panitia Angket: Terbongkar praktek praktek Melawan Hukum, kejahatan jabatan, korupsi
KPK yang dilakukan oleh oknum oknum KPK, mulai Dari Penyadapan, rekayasa
keterangan saksi, penetapan tersangka tanpa bukti, bukti dicari dan direkayasa
kemudian, Penyitaan barang bukti yang tidak ada hubungannya dengan substansi
perkara tanpa Berita Acara Penyitaan, rekayasa perkara mulai dari penyelidikan,
penyidikan, penuntutan. KPK juga melakukan Pembunuhan karakter secara
Sistimatis, melalui media, LSM ICW untuk mendiskreditkan calon tersangka.
Membuat SOP SOP yang bertentangan dengan Hukum. Contohnya : SOP Larangan
pengacara mendampingi saksi. Padahal saksi punya hak perdata berdasarkan Pasal
1792 BW untuk memberi kuasa pendampingan
kepada advokat. Tujuan KPK dengan SOP tersebut, agar bebas menekan
saksi, memeriksa saksi sampai lebih 12 jam, bertentangan dengan HAM saksi, yang
karena lelah, frustrasi, akhirnya saksi mengikuti secara terpaksa kehendak KPK,
dengan janji KPK bahwa keterangan saksi tersebut dapat ditarik Kembali di saat
pemeriksaan di Pengadilan.
14. Dalam tuntutan. Tuntutan KPK
selalu copie paste dakwaan, mengenyampingkan fakta yang terungkap
dipersidangan, terlebih ketika hakim Agung Artidjo menjabat sebagai Ketua Kamar
Pidana Mahkamah Agung. Umumnya putusan Artidjo tanpa uraian pertimbangan hokum (ratio
legis). Pokoknya Hukum sesuai dengan Tuntutan KPK.
15. Semua pelanggaran Hukum
Acara tersebut tergolong kejahatan jabatan sebagaimana diatur dalam Bab XXVIII
Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Sayang laporan pidana terhadap Komisioner KPK
saudara Agus, ketika menjabat sabagai oknum pengadaan barang dan jasa , dipeti-eskan
oleh Penyidik Polisi, termasuk laporan Jendral Polisi Aris Budiman terhadap
Novel Baswedan. Terakhir, pernyataan Pers Novel Baswedan di Medsos :
Mempersalahkan Bapak Presiden Joko Widodo, sebagai pembela para koruptor,
karena Bapak Presiden menyetujui revisi Undang Undang KPK khususnya menyetujui
bahkan membentuk adanya Dewan Pengawas. Bapak Presiden Ir. Joko Widodo yang
pernah dengan penuh perhatian, menolong merawat mata Novel Baswedan Di Rumah
Sakit Mewah Di Singapura, Padahal mungkin melalui BPJS, mata Novel, si pembunuh
korban burung walet, dapat dirawat di rumah sakit mata Cicendo di Bandung, tanpa
menghabisi biaya Presiden di Singapura. Bukankah ongkos kereta api Jakarta-Bandung, cukup murah, apalagi
kereta api Jakarta Bandung cukup nyaman,
ber-AC, tiba di Bandung tanpa kemacetan. Kehadiran Novel Baswedan di KPK
berhasil membentuk Penyidik Penyidik Taliban, merekrut Penyidik sipil bukan
berasal dari Kepolisian, menggerakkan para Penyidik hasil rekrut Novel
Baswedan, untuk melakukan perlawanan terhadap pimpinan, apabila kebijakan
Pimpinan tidak berkenan di hati Novel Baswedan.
Tiga Komisioner KPK pimpinan Saut Situmorong, pernah keluar dari KPK
menentang lahirnya Revisi Undang Undang KPK, tanpa malu malu, kembali kerja
menduduki jabatan semula. Terbukti mereka yang pernah keluar dari KPK, lalu kembali,
adalah oknum oknum yang tidak beretika, bermoral, dan tidak punya integritas.
16. Kesimpulan. Lakukan audit
kinerja Pimpinan KPK sebelumnya. KPK
baru perlu dan wajib mengaudit kinerja KPK nya Saut Situmorang, Novel Baswedan
dan kawan kawan. Kerja sama dengan
Panitia Angket DPR-RI yang banyak menemukan penyelewangan KPK, kerja sama
dengan Badan Pemeriksa Keuangan yang pernah mengaudit keuangan KPK, kerja sama
dengan masyarakat, khususnya para keluarga korban tebang pilih, korban rekayasa
OTT KPK, korban Jebakan KPK. Hanya
melalui audit kinerja KPK sebelumnya,
Pimpinan KPK yang baru, dapat mulai membentuk KPK yang bersih, bebas
tindak pidana, bebas korupsi, sehingga layak untuk melakukan pencegahan korupsi
di tanah air. Semoga KPK yang baru, di bawah
Undang Undang yang baru, dapat selain menciptakan good governance, juga turut
membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
advokat, praktisi, akademisi,
kini penyandang gelar Warga Binaan, hasil tangkapan KPK, tanpa merampok uang
negara, tanpa bukti suap, tanpa OTT, tetapi divonis paling berat 10 tahun untuk
uang THR 5.000 dollar Singapura yang diberikan oleh Pelaku Utama, advokat Gerry
yang di OTT KPK, hasil Jebakan KPK. (advokat Gerry hanya divonis 2 tahun dengan
remisi, dan kini telah meninggalkan asrama Sukamiskin).
Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis SH.MH.
Domicilie Hukum Lapas Sukamiskin Bandung.
***Emil F. Simatupang
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !