Jakarta, Info Breaking News –
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud
MD meminta semua pihak agar dapat menerima keputusan Mahkamah Agung (MA) yang
memvonis bebas mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila
Agustiawan.
Menurut Mahfud, keputusan MA
tersebut sudah final dan semua pihak harus menerima sekalipun ada pihak-pihak
yang keberatan dengan putusan tersebut.
“Karena itu
putusan Mahkamah Agung, ya harus diikuti. Kan kalau putusan Mahkamah Agung ya
itulah hukum produknya dan itu sudah inkrah," tuturnya.
"Pokoknya kalau sudah diputus oleh Mahkamah Agung, berarti selesai. Kita tidak suka pun ya tetap berlaku," imbuh dia.
"Pokoknya kalau sudah diputus oleh Mahkamah Agung, berarti selesai. Kita tidak suka pun ya tetap berlaku," imbuh dia.
Diketahui, MA
memutuskan untuk membebaskan Karen dari segala tuntutan hukum lantaran apa yang
dilakukannya dipercaya merupakan business judgement rule dan perbuatan tersebut
tidak termasuk tindak pidana.
"Menurut
majelis hakim, putusan direksi dalam suatu aktifitas perseroan tidak dapat
diganggu gugat oleh siapapun. Kendati putusan itu pada akhirnya menimbulkan
kerugian bagi perseroan tetapi itu merupakan resiko bisnis," ujar Juru
Bicara MA Andi Samsan Nganro, Selasa (10/3/2020).
Karakteristik
bisnis yang dinilai sulit untuk diprediksi juga disebut-sebut sebagai salah
satu faktor pertimbangan majelis hakim untuk membebaskan Karen.
Sebelumnya,
Karen divonis 8 tahun penjara dan wajib membayar denda Rp 1 miliar subsider 4
bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 10 Juni 2019
silam.
Karen
terbukti melakukan pelanggaran setelah mengabaikan prosedur investasi yang
berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam
Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG)
Australia tahun 2009.
Karen
melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan
kajian terlebih dulu. Ia juga menyetujui PI tanpa adanya due diligence dan analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan
penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).
Hakim juga
menjelaskan penandatangan tersebut dilakukan tanpa persetujuan dari bagian
legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
Perbuatannya dinilai terlah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia dan
merugikan negara Rp 568 miliar. ***Samuel Art
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !