Jakarta, Info Breaking News – Indonesia
Corruption Watch (ICW) meminta semua pihak agar tidak langsung merasa puas
dengan ditangkapnya buronan KPK, yakni eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi
dengan menantunya Rezky Herbiyono.
Menurut peneliti ICW, Kurnia
Ramadhana, kasus mafia peradilan dan gratifikasi tidak boleh dianggap selesai
hanya dengan penangkapan Nurhadi dan Rezky karena hal itu hanya merupakan pengembangan
operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada tahun 2016. OTT melibatkan
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan mantan Presiden
Komisaris PT Lippo Group Eddy Sindoro. Dalam perkara tersebut, Nurhadi diduga
juga mengambil peran penting.
Kurnia melanjutkan, ada
sejumlah temuan yang mengarah pada dugaan keterlibatan Nurhadi. KPK sebelumnya
sempat melakukan penggeledahan di rumah Nurhadi pada April 2016 silam dan
berhasil mengamankan barang bukti berupa uang Rp 1,7 miliar dan beberapa dokumen
perkara.
Selanjutnya pada Januari 2019,
dalam persidangan dengan terdakwa Eddy Sindoro, staf legal PT Artha Pratama
Anugrah, Wresti Kristian mengatakan mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group
itu sempat memintanya untuk membuat memo yang ditujukan kepada Nurhadi terkait
dengan perkara hukum sejumlah perusahaan yang berafiliasi dengan Eddy Sindoro.
“Dalam dakwaan Eddy Sindoro,
nama Nurhadi sempat muncul karena komunikasi yang dilakukan dengan Edy
Nasution. Saat itu Nurhadi meminta agar berkas perkara PT Across Asia Limited
segera dikirim ke Mahkamah Agung. Padahal perkara tersebut diketahui dijadikan
peluang korupsi oleh Edy Nasution dengan menerima suap dari mantan Presiden
Komisaris PT Lippo tersebut,” jelasnya.
Seperti diberitakan
sebelumnya, Nurhadi beserta menantunya Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon
Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto, sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Nurhadi diduga menerima suap Rp33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto melalui
menantunya Rezky Herbiyono sebagai uang pemulus untuk memenangkan Hiendra dalam
perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.
Sementara dalam kasus
gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp12,9 miliar selama kurun waktu Oktober
2014 sampai Agustus 2016 terkait pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat
kasasi dan PK di MA serta Permohonan Perwalian. *** Emil F Simatupang.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !