Prof. Dr. Topane Gayus Lumbuun, SH., MH bersama CEO Infobreakingnews, Emil F. Simatupang |
Jakarta, Info Breaking News - Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA),Prof. Dr. Topane Gayus Lumbuun, SH., MH. menyambut baik hadirnya Peraturan MA (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
Meski dinilai Perma tersebut dapat membantu mengatasi polemik mengenai perbedaan (disparitas) hukuman dalam kasus korupsi, Gayus mengingatkan bahwa peraturan tersebut juga berpotensi membelenggu independensi hakim dalam memutus suatu perkara bahkan juga mampu mengkotak-kotakan hukum.
"Perma Nomor 1 Tahun 2020 ini tujuannya baik. Tetapi, dalam praktik di lapangan, Perma Nomor 1 Tahun 2020 ini bisa membelenggu kebebasan hakim dalam menjatuhkan hukuman demi keadilan menurut keyakinannya. Perma ini juga bisa mengkotak-kotakkan hukum. Itu yang saya tidak setuju dan sangat saya sayangkan," katanya.
Rektor Universitas Krisna Dwipayana juga menjelaskan bahwa hakim itu sejatinya harus bebas dalam memutus perkara. Pasal 27 UUD 1945 menyatakan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang mandiri dan bebas. Ini berarti bahwa hakim dalam menjalankan tugas bebas dari intervensi siapapun.
"Hakim itu mandiri dalam arti tidak bergantung kepada apa atau siapa pun, sehingga bebas dari pengaruh apa atau siapa pun. Hakim juga tidak memihak kepada siapa pun agar putusannya objektif," tuturnya.
Disebutkan, independensi hakim bersifat mutlak dan diupayakan agar tetap terjaga mengingat kemandirian hakim sangat dinanti oleh para pencari keadilan.
"Independensi hakim bukan milik dia sendiri, melainkan milik pencari keadilan, milik publik. Setiap upaya untuk mereduksi kemandirian hakim dalam mengadili dan menjalankan fungsi teknis yudisial, termasuk pengaruh politik dan pengaruh kesejahteraan dan keuangan hakim, mesti ditolak," tegasnya. Gayus menilai kemandirian hakim merupakan kekuasaan yang mutlak. Oleh karena itu, mereka harus merdeka saat melaksanakan tugasnya sebagai hakim.
"Pasal 24 UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka. Oleh karena itu, kata dia, hakim sebagai unsur yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam nenjalankan tugas memeriksa dan memutus perkara, wajib menjaga kemandirian dan kebebasan hakim dalam memberikan putusan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Ayat 4 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman," ungkap Gayus. ***Rina Trian
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !