Jakarta, Info Breaking News - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengimbau masyarakat untuk terus waspada terhadap penularan Covid-19. Meski begitu, masyarakat juga diharapkan tidak panik jika dinyatakan positif Covid-19.
Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Halik Malik menjelaskan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus bersifat self healing. Meski dalam keadaan di lapangan, berbagai faktor seperti usia, komorbid atau adanya penyakit penyerta dapat menyebabkan seorang pasien berada di fase kritis bahkan menyebabkan kematian.
“Faktanya kita masih dalam masa pandemi. Jangan lengah, kita masih tetap harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan untuk bisa bersama-sama melakukan pemutusan rantai penularan,” ungkapnya, Jumat (21/8/2020).
Lebih lanjut ia menyebut protokol kesehatan sangat penting dilakukan mengingat penyebaran virus Covid ini tidak dapat terlihat secara kasat mata. Tidak sedikit pula warga yang merasa telah disiplin melaksanakan protokol kesehatan ternyata bisa tertular juga, termasuk para dokter dan petugas kesehatan yang terlindungi Alat Pelindung DIri (APD) saat menjalankan tugas.
Halik menjelaskan alasan tingginya tingkat penularan pada dokter dan nakes beberapa penyebabnya antara lain, keterbatasan pemeriksaan pasien dan juga keterlambatan RS dan juga faskes untuk beradaptasi terhadap situasi Covid-19. Beberapa faskes menurutnya masih kurang adaptif terahdapp situasi pandemi ini.
“Faskes kita masih kurang melakukan skrining secara tidak teratur, dan kini masih ada juga faskes yang belum membedakan pelayanan Covid dan non-Covid,” jelasnya.
Dengan demikian, pelayanan kesehatan masih terus dibenahi. Baik dalam aspek ketersediaan faskes, puskesmas, tempat tidur, dan kemampuan dalam melakukan menangani kasus kesehatan di masing-masing wilayah.
“Saat ini kesiapan dan ketersediaan tenaga kesehatan masih mengalami ketimpangan yang lebar di segala wilayah. Meskipun kini jumlahnya rasionya lebih baik, kalau dihitung penyebaran tetap tidak merata. Banyak puskesmas tidak ada dokter yang permanen, atau rs belum memiliki tempat tidur ideal dalam melayani masyarakat,” lanjutnya.
Daya tampung kapasitas pemakaian faskes juga tak seimbang. Di Jakarta, contohnya, kebanyakan RS menolak pasien karena jumlah okupansinya tinggi dibanding jumlah tempat tidur, apalagi kalau terdapat RS yang tutup karena jadi klaster penularan Covid.
“Itu yang kita temukan, penularan ini masih berlangsung. Ada saja RS yang harus di stop atau tutup sementara untuk mengistirahatkan petugas, melakukan desinfeksi atau memaksimalkan penyembuhan pasien yang di dalam,” terangnya.
Halik menegaskan persoalan ini tidak dapat ditangani oleh sebagian pihak saja. Diperlukan pula bantuan dari seluruh stakeholder, terutama dalam melakukan protokol kesehatan utama yaitu, mencuci tangan, menjaga jarak, dan juga menggunakan masker.
“Semua orang harus terlibat aktif dalam pencegahan. Perilaku pencegahan ini lahir dari kesadaran. Jadi kita harus berupaya agar protokol kesehatan bukan jadi sesuatu yang dipaksakan. Sedangkan kewajiban negara ada untuk memastikan protokol kesehatan disiplin dilakukan,” pungkas Halik. ***Winda Syarief
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !