Jakarta, Info Breaking News - Sidang perkara penghinaan dan pencemaran nama baik serta fitnah melalui media elektronik dengan terdakwa Jaitar Sirait, SH yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/8/2020) dengan agenda mendengarkan kesaksian ahli pidana mendapatkan atensi serius dari Arist Merdeka Sirait, seorang pegiat aktivis Hak Asasi Manusia di Indonesia (Indonesian Human Rights Defender Activist).Arist Merdeka Sirait
“Tindakan tersangka Jaitar sungguh-sungguh tidak mendasarkan pada fakta sejarah asal-usul dari keturunan marga (Toga) Sirait beserta unsur kebenarannya,” tutur Arist.
Menurutnya, tindakan Jaitar yang arogan telah mengabaikan identitas, nama dan asal-usul seseorang serta gagal pahamnya Jaitar terhadap struktur dan asal-usul keturunan marga Sirait khususnya keturunan oppu Raja Mardubur.
Ia mempertanyakan apa hak seorang Jaitar sampai bisa menyatakan Arist Merdeka bukan marga Sirait dan atau oppu Raja Sirait Mardubur bukan anak dari keturunan oppu Raja Sirait.
“Sangat disayangkan bahwa sesungguhnya Jaitar telah merendahkan martabatnya sebagai marga Sirait. Apa sesungguhnya yang dicari Jaitar dalam perkara ini?”
"Harus diingat pula tidak ada satu orang pun termasuk Jaitar yang berhak menghilangkan identitas, nama dan asal usul seseorang. Arist Merdeka Sirait sampai kapan pun tetap marga Sirait,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menilai bahwa perkara ini seharusnya tidak perlu dibawa ke ranah hukum jika saja Jaitar sebagai salah satu outra keturunan Sirait tidak egois dan tidak gagal paham terhadap struktur dan asal-usul marganya sendiri.
Arist juga menjelaskan bahwa demi eksistensi keberadaan keturunan (Pomparan) Oppu Raja Sirait khususnya Keturunan Raja Mardubur Sirait dan betapa seriusnya kesalahan yang dilakukan oleh Jaitar, maka ia patut dijerat dengan ketentuan pasal 27 ayat (1) Pasal 45 ayat (3) UU RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta pasal 30 ayat (2) dan atau pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH Pidana) juncto UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya tindakan dengan sengaja menghilangkan identitas, nama dan asal-usul seseorang dan sekelompok orang dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun.
Arist Merdeka Sirait yang dikenal sebagai Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak di Indonesia itu menjelaskan kepada sejumlah media bahwa demi keadilan hukum dan eksistensi keberadaan keturunan oppu Raja Sirait di negeri ini, dirinya akan terus dan tidak akan mundur mengawal perkara penghinaan dan fitnah ini serta meminta majelis hakim untuk memutus perkara pencemaran nama baik dan fitnah serta tindakan dengan sengaja menghilangkan nama, identitas dan silsilah (tarombo) dari Oppu Raja khusus keturunan Oppu Raja Mardubur secara tepat dan adil.
Ia menyebut Jaitar sudah sepantasnya mendapat hukuman setimpal dengan perbuatannya yakni hukuman minimal 12 tahun penjara. Di samping itu, Arist mempertanyakan kepada Hakim mengapa terdakwa Jaitar tidak ditahan padahal ancaman hukumannya diatas lima tahun.
“Mungkin saja ada pertimbangan hukum lain. Kita tunggu saja putusan hakim,” tambah Arist.
"Tidak satupun orang yang rela asal-usul nenek moyangnya dan keberadaan orangtuanya dihilangkan orang lain. Itu namanya anak durhaka!” tegasnya.
Arist pun berjanji akan terus memonitor secara khusus proses persidangan ini sampai mempunyai kekuatan hukum tepat. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan saksi untuk tersangka Jaitar. ***Paulina
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !