Jakarta, Info Breaking News - Meski mempengaruhi kondisi ekonomi sebagian warga, namun pandemi Covid-19 dipastikan bukanlah pemicu utama perceraian suami-istri.
Dalam webinar mengenai masalah dan solusi perkara perceraian di Indonesia pada Kamis (3/9/2020), Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (MA) Aco Nur mengatakan bahwa dampak pandemi Covid-19 pada kasus perceraian tidak signifikan dengan jumlah perkara perceraian yang dipicu oleh masalah-masalah yang muncul akibat pandemi hanya sekitar dua persen dari total perkara yang masuk ke pengadilan.
Menurut dia, dari perkara perceraian yang masuk ke pengadilan sepanjang Januari-Agustus 2020, sebagian besar disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, faktor ekonomi, serta satu pihak meninggalkan pihak yang lain.
Kondisi pengadilan agama yang belakangan sering penuh, lanjutnya, tidak bisa menjadi indikator peningkatan kasus perceraian karena warga tidak hanya datang ke pengadilan untuk mengurus perceraian.
"Mereka yang datang ke pengadilan itu tidak mengurus perceraian saja tapi ada perkara lain. Tidak bisa diambil kesimpulan bertumpuknya orang di pengadilan akibat Covid-19 atau terkena PHK dirumahkan. Ada efek pandemi tapi tidak signifikan," katanya.
Selain itu, selama pandemi protokol kesehatan mewajibkan pengunjung pengadilan menjaga jarak sehingga sebagian warga harus menunggu di luar karena kapasitas ruang pengadilan terbatas.
"Sarana prasarana yang ada di kami misalnya 100 kursi tidak boleh diisi semua, hanya 50 yang bisa. Sisa 50 berada di luar ruangan kemudian pengadilan terlihat menumpuk," jelas dia.
Aco menilai ketahanan keluarga di Indonesia masih tergolong kuat, tidak mudah terganggu oleh masalah-masalah yang muncul akibat pandemi Covid-19.
"Saya menilai masih ada harapan umat Islam mempertahankan rumah tangganya meski ada efek dari lapangan kerja, pendapatan hilang, sehingga kehidupan rumah tangga berkurang pendapatannya," pungkasnya. ***Deviane
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !