Jakarta, Info
Breaking News - Pasca
rapat paripurna DPR RI yang telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU)
Cipta Kerja menjadi Undang Undang pada Senin (5/10/2020) menimbulkan berbagai
pro dan kontra di tengah masyarakat. RUU yang disetujui 7 fraksi yang terdiri
dari PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP dan PAN tersebut dianggap
merugikan hak pekerja. Beberapa hari ini aksi demonstrasi di berbagai daerah
terus berlangsung menolak UU Cipta Kerja.Pengamat hukum dan kebijakan publik UKSW, RES Fobia SH., MIDS
Mengamati fenomena
tersebut, pengamat hukum dan kebijakan publik Universitas Kristen Satya Wacana
(UKSW), RES Fobia SH., MIDS. mengatakan bahwa banyak pandangan hadir seiring
dengan terbitnya UU baru tentang Cipta Kerja. Salah satu yang cukup bergema di
ruang publik ialah perspektif hak azasi manusia atau HAM.
Menurut RES, secara
teoritik, umumnya kehidupan HAM, dipengaruhi oleh dua ajaran besar. Pertama,
ajaran tentang keumuman HAM (universality of human rights doctrine). Kedua
ajaran tentang kedaulatan negara-negara (autonomy of states doctrine).
“Yang pertama
berasumsi semua manusia pada dasarnya sama adanya. Tak diperkenankan
pengkotakan terlalu keras dan perlakuan hukum berbeda atas dasar unsur-unsur
primordialitas seperti suku, agama, ras, jenis kelamin, kedudukan sosial dan
sebagainya. Doktrin ini lantas memunculkan kategori yang disebut aliran HAM
universal. Negara demokratis umumnya mempraktekkan aliran ini,” ujarnya.
Sementara itu, yang
kedua mengalir dari pandangan bahwa hukum apa pun harus tunduk pada kedaulatan
negara. Doktrin ini kemudian menelorkan aliran HAM relatif. Para penguasa
dengan karakter otoriter atau totaliter memegang kuat aliran ini ketika
memerintah di negara mereka.
Tak jarang anutan
atas kedua aliran HAM ini menegang bebas dalam urusan praktis pembelaan
kepentingan. Tetapi bukan berarti yang satu secara otomatis meniadakan yang
lain. Dalam kerangka hubungan dialogis di tengah pluralitas kemasyarakatan,
maka universalisme adalah prinsip keutamaannya, sedangkan relatifisme dapat
ditempatkan sebagai relevansi kontekstualnya.
“Hal ini terutama
terjadi dalam konteks gaya dan lakon kepemimpinan yang harus menyikapi suatu
realitas keadaan dan lingkungan. Bisa dikatakan mirip dengan pilihan dilematis
atas kepentingan memelihara kesehatan dengan kepentingan menggerakkan ekonomi
ditengah covid-19,” papar Wakil Dekan FH UKSW ini.
Lebih lanjut RES
menegaskan bahwa tarung daya anut kedua doktrin HAM tersebut, pada gilirannya
menegaskan salah satu ciri dari keberadaan HAM, yaitu dalam soal dugaan
pelanggaran HAM, umumnya terjadi pada hubungan antara penguasa dengan yang
dikuasai. Wujudnya antara lain tampak dalam relasi orangtua dengan anak, guru
dengan siswa, bupati dengan kepala dinas, atasan dengan bawahan.
“Di atas saya pakai
istilah "antara lain". Ini berarti saya hanya menyebut beberapa di
antara yang lain-lain. Nah, dalam urusan dengan keadaan ikutan setelah
terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja, saya ingin tegaskan bahwa potensi dan
kemungkinan pelanggaran HAM-nya, datang dari relasi tak berkeadilan antara
pemerintah (selaku penguasa) dengan masyarakat (selaku yang dikuasai). Begitu
pula majikan (sebagai penguasa) dengan tenaga kerja (sebagai yang dikuasai),”
terangnya.
Ia melanjutkan,
uraian ini bisa saja telah menjadi kerangka normatif bahkan praktis dari
situasi ketegangan terkini dan entah sampai kapan, yang sedang mewarnai
berbagai pola dan tanggapan dalam hubungan kekuasaan di Indonesia.
“Dalam kondisi
seperti ini, semua pihak harus mampu mengendalikan diri dan kelompok. Wewenang
pengambilan keputusan pada tataran pemerintahan dalam arti luas, telah
dilakukan lembaga eksekutif dan legislatif. Berkaitan dengan itu, cukup banyak
kalangan masyarakat memberi reaksi korektif sebagai pemangku kepentingan dan
kedaulatan,” kata RES Fobia.
Dalam hal ini, secara hukum, Presiden dimungkinkan mengeluarkan Perppu. Begitu pula lembaga yudikatif Mahkamah Konstitusi dapat menjadi pilihan tempat pengujian atas produk hukum UU Cipta Kerja dimaksud. “Hukum sedang diuji untuk merumuskan dan mengerjakan relevansi strategis di tengah ketegangan ini,” pungkasnya. ***Vincent
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !