Irjen Napoleon Bonaparte
Jakarta, Info Breaking News - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Irjen Napoleon Bonaparte selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri telah menerima suap sebesar SGD 200.000 dan USD 270.000 dari Djoko Tjandra. Uang tersebut diberikan Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui perantara Tommy Sumardi.
"Terdakwa lrjen Pol Napoleon Bonaparte menenima uang sejumah SGD 200.000 dan sejumlah USD 270.000 dari Djoko Soegiarto Tjandra melalui Tommy Sumardi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa Penuntut Wartono saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).
Dalam kasus ini, Irjen Napoleon bekerja sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo yang juga turut menerima aliran uang senilai USD 150.000 dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.
Suap itu diberikan agar Napoleon dan Prasetijo Utomo menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan pada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Dibeberkan Jaksa, Napoleon memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM).
"Pada tanggal 13 Mei 2020, dengan surat-surat itu pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO atas nama Djoko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (Simkim)," kata Jaksa.
Perbuatan Napoleon dinilai bertentangan dengan tanggung jawabnya sebagai anggota Polri. Sebagai anggota Korps Bhayangkara, Napoleon seharusnya meringkus Djoko Tjandra yang sejak 2009 atau 11 tahun silam menjadi buronan Kejaksaan Agung.
Jaksa menuturkan perkara ini bermula pada April 2020. Saat itu, Djoko Tjandra yang berada di Kuala Lumpur Malaysia menghubungi Tommy Sumardi melalui sambungan telepon dan mnyampaikan maksudnya untuk masuk ke wilayah Indonesia dan mengurus upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas perkara korupsi cessie Bank Bali. Djoko Soegiarto Tjandra meminta Tommy Sumardi menanyakan status Interpol Red Notice Djoko Soegiarto Tjandra di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri. Hal ini lantaran Djoko Tjandra mengaku mendapat informasi bahwa red notice atas namanya sudah dibuka oleh Interpol Pusat di Lyon, Prancis.
"Agar Djoko Soegiarto Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka Djoko Soegiarto Tjandra bersedia memberikan uang sebesar Rp 10 miliar melalui Tommy Sumardi untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan Djoko Soegiarto Tjandra masuk ke Indonesia terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri," jelas Jaksa.
Usai menerima uang, Napoleon langsung memerintahkan Kombes Pol Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat yang ditujukan kepada pihak Imigrasi sebagaimana Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor B/1000/V/2020/NCB-Div HI tanggal 29 April 2020, perihal Penyampaian Informasi Pembaharuan Data, yang ditandatangani oleh Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.
"Isi surat tersebut pada pokoknya menginformasikan bahwa Sekretariat NCB Interpol indonesia pada Divhubinter Polri sedang melakukan pembaharuan sistem database Daftar Pencarian Orang (DPO) yang terdaftar dalam Interpol Red Notice melalui jaringan 1-24/7, dan berkaitan dengan hal dimaksud dinformasikan bahwa data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi," papar Jaksa.
Selanjutnya, Napoleon kembali memerintahkan Tommy Aria Dwianto untuk membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor B/1030/V/2020/NCB-Div Hl tanggal 4 Mei 2020, perihal Pembaharuan Data Interpol Notices yang ditandatangani oleh atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI. Isi surat tersebut intinya menyampaikan permohonan penghapusan Interpol Red Notice.
Atas perbuatannya, Irjen Napoleon didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***Samuel Art
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !