Headlines News :
Home » » OC Kaligis: Jangan Biarkan NKRI Runtuh

OC Kaligis: Jangan Biarkan NKRI Runtuh

Written By Info Breaking News on Jumat, 18 Juni 2021 | 17.42


JAKARTA, INFO BREAKING NEWS - Terus menerus menyuarakan keadilan dari balik Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Bara, advokat senior Prof. Dr. Otto Cornelis Kalis, S.H., M.H kembali hadir dengan surat terbukanya.


Surat terbuka ini lagi-lagi “menelanjangi” bobroknya sejumlah oknum yang terus menerus lepas dari cengkraman hukum dan  selalu mempermainkan keadilan.


Mengutip kata-kata mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu, OC Kaligis yakin jika keadilan terus diabaikan maka bukan tak mungkin NKRI akan bubar.


Oleh karena itu, ia kembali berharap suratnya ini bakal membuka mata banyak orang dan nantinya penegakkan hukum di Indonesia akan menjadi lebih berkeadilan.


Berikut surat OC Kaligis yang diterima redaksi infobreakingnews.com:


Sukamiskin, Rabu 16 Juni 2021

Hal. NKRI akan runtuh bila keadilan diabaikan.

 

Surat terbuka

 

Kepada Yang terhormat Ketua, wakil-wakil Rakyat  di DPR RI di Jakarta.

 

Dengan hormat.

 

Saya, Prof. Otto Cornelis Kaligis, sebagai salah seorang warga binaan Lapas Sukamiskin, yang saya yakin suara saya diwakili juga oleh Yang terhormat para anggota dan pimpinan DPRRI , dalam kapasitas saya sebagai praktisi (sudah lima puluh tahun lebih saya berpraktek sebagai parktisi, membela mulai  dari rakyat kecil sampai presiden)  bersama ini hendak menyampaikan kegelisahan saya mengenai penegakkan hukum yang kacau balau dinegeri ini:

 

1.    Saya mulai penulisan ini tergerak oleh peristiwa hukum yang terjadi di Lapas Sukamiskin. Pada tanggal 16 Juni 2021, ketika Lapas Kelas Satu sukamiskin ditunjuk oleh yang berwenang dibawah asuhan Prof. Dodi ahli filsafat Pancasila, sebagai warga binaan yang bertugas dalam rangka Penguatan Ideologi Pancasila. Peristiwa itu dilaksanakan dibawa bimbingan Bapak Kalapas, Pak Elly Yuzar.

2.    Karena para warga binaan juga punya hak untuk berpartisipasi mengamalkan praktek bernegara berdasarkan Pancasila maka untuk “Universitas Pengamalam Pancasila” kami para warga binaan  diberi tugas  sebagai aktivis Pengamalan Pancasila.

3.    Untuk Penyusunan formatur ditunjuk: Bapak Setya Novanto. Anggota anggota nya antara lain Bapak Jero Wacik, Bapak Surya Dharma Ali. Yang hadir selain Bapak Prof. Dodi, juga dari Pihak Badan Penanggulan Terorisme diwakili pihak Kepolisian dari Badan Penanggulan Terorismie.

4.    Mengapa BNPT? Karena rupanya terdapat kelompok terorisme yang hendak mengenyampingkan Pancasila sebagai dasar Ideologi Negara yang mempersatukan NKRI yang berdasarkan Bhineka Tunggal Ika, asas Kesatuan dalam Perbedaan, Perbedaan dalam Kesatuan. Perlu penanggulan BNPT untuk mengatasi permasalahan ini.

5.    Dalam kesempatan pertemuan itu selain  perlunya dan urgennya setiap warga negara mendalami  arti dan makna Pancasila, dan dalam kehidupannya mempraktikkan kehidupan ber Pancasila, umumnya pembicara mengkritisi berlakunya PP 99/2012  yang diskriminatif. 

6.    Perlakuan Diskriminasi bertentangan dengan konstitusi, bertentangan dengan rasa keadilan yang dianut oleh negara negara beradab. Pertentangan dengan konvensi konvesi PBB, seperti The Mandela Rules, International Convention on Civil and Political Right (ICCPR yang diratifikasi Indonesia) berlawanan dengan Universal Declaration of Human Right, Paris Covention, 10 Desember 1948.

7.    Para warga binaan, mempertanyakan apakah para warga binaan masih punya hak untuk mendapatkan perlindungan hukum? Apakah benar untuk mencapai  kemakmuran rakyat Indonesia harus melalui jalan Yang Adil? “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?” Itu bunyi Sila ke lima?

8.    Lalu mengapa para tersangka oknum KPK dan kelompoknya seperti Prof. Denny Indrayana diperlakukan sangat istimewa, sehinga semua perkara pidana Bambang Widjojanto, Abraham Samad Cs, kandas setelah berkas perkara dinyatakan lengkap alias P-21?

9.    Acara di peradilan Tipikor KPK adalah acara sandiwara, dakwaan sama dengan tuntutan. Fakta yang terungkap di persidangan yang menguntungkan terdakwa, selalu dikesampingkan oleh Jaksa KPK. Terjadi tebang pilih penentuan tersangka. Bahkan setelah putusan, praktik remisi oleh KPK  diberikan secara tebang pilih.

10. Pertama ketika bangsa Indonesia mulai dengan era baru yaitu yang dikenal dengan era Reformasi, oleh Pemerintahan Orde Reformasi dibuatlah beberapa perangkat hukum demi tegaknya pemerintahan yang bersih bebas KKN,  dikenal dengan Undang-Undang nomor 28/1999, tentang Penyelenggaran Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Lalu mengapa penyandang kasus tersangka seperti Bambang Widjojanto berhasil duduk sebagai ketua Tim Penanggulangan Percepatan Pembangunan yang digaji negara pimpinan Bapak Presiden Joko Widodo. Padahal saudara Bambang Widjojanto sangat menentang kepemimpinan Presiden Joko Widodo? Apalagi Bambang Widjojanto digaji negara, dan  saudara Bambang Widjojanto rangkap jabatan sebagai advokat yang punya kantor advokatnya sendiri.

11. Sejalan dengan maksud menciptakan pemerintahan yang bersih bersama dengan itu lahir UU Tipikor nomor 30/2002. Lahir tanpa adanya Dewan Pengawas, Independen penuh, melebihi kekuasaan seorang Presiden dan Wakil Presiden.

12. Sejalan dengan lahirnya undang-undang Tipikor, dibentuk Komisioner KPK.

13. Ada yang menarik pada pertemuan  tanggal 16 Juni 2021 di Sukamiskin. Pernyataan peserta yang disampaikan oleh Bapak ex Gubernur Papua, Bapak Barnabas Suebu. Kata beliau: “Sudah  lima puluh tahun saya  mengabdi membela Indonesia mempertahankan NKRI. Semua tindakan saya sebagai kepala Pemerintahan Papua,  sebagai Gubernur disetujui oleh DPRD selaku mitra kerja Gubernur. Setelah pensiun saya diadili tanpa bukti. Saya korban ketidakadilan. Ketika penegakkan hukum diabaikan, saya yakin NKRI akan bubar, sebagaimana Uni Sovyet dan banyak negara adi kuasa lainnya bubar, karena keadilan diabaikan. Ini yang sekarang terjadi di Indonesia.” 

14. Mungkin karena Bapak Gubernur Suebu tidak punya ICW, tidak Punya LSM pendukung, atau media pendukung, seruan Bapak Barnabas Suebu, tidak terdengar. 

15. Walaupun saya sebagai praktisi yang sadar betapa kecaunya penegakkan hukum di Indonesia, saya yakin bubarnya NKRI satu ketika akan menjadi kenyataan. Yang mampu menggerakkan peradilan jalanan dan punya suara untuk mengacaukan penegakkan hukum di Indonesia hanya Novel Baswedan dan kelompok Novel Baswedan.

16. Bahkan berita media setiap hari hanya mengenai “tidak lulus”nya Novel Baswedan dalam tes wawasan kebangsaan dan panggung berita yang bermain dan menggoreng berhasilnya Komnas Ham memeriksa penyelenggaraan test siapa lagi,  kalau bukan Novel Baswedan yang berhasil memperalat Komnas Ham Indonesia sekaligus mempengaruhi  media untuk kepentingannya? Makna crime against humanity dan genosida yang mestinya jadi wewenang Komnas Ham, diabaikan seperti misalnya pemenggalan kepala korban Ham di Poso dan kasus penganiayaan dan pembantaian peristiwa “Dolos” di Jakarta Timur.

17. Sejak Indonesia merdeka sudah ratusan juta peserta test ASN gagal, tanpa berita, tanpa Komnas Ham terlibat dengan  bentuk kalimat  yang diramu dengan kata hanya permintaan “klarifikasi”. 

18. Buktinya berita hasil pemeriksaan Komnas Ham berujung ke penilaian pertanyaan test wawasan kebangsaan. Bahkan seandainya KPK gagal hadir, Komnas HAM akan melakukan “upaya paksa”? Lalu mengapa bukan justru Novel Baswedan yang oleh Komnas Ham direkomendasikan agar perkara pembunuhannya diajukan ke pengadilan? Bukti bahwa Komnas Ham hanya alat permainan peradilan jalanan yang berhasil dibentuk dan diramu Novel Baswedan.

19. Mungkin Komnas Ham kurang paham atau gagal paham bahwa test ASN diatur dalam Undang-undang revisi UU nomor 19/2019. Undang-undang yang sejak semula ditentang mati-matian oleh kelompok Novel Baswedan, Saut Situmorang, Prof. Laode.

20. Dengan gagalnya mengadili Novel Baswedan dan para tersangka lainnya dari KPK termasuk Prof. Denny Indrayana, usaha pemberantasan korupsi dan usaha mengadili oknum-oknum KPK tersebt diatas, gagal total.

21. Cita-cita orde Reformasi untuk menegakkan keadilan justru gagal di tangan KPK. Firli Bahuri melalui revisi Undang-undang nomor 19/2019 harus bekerja keras membersihkan oknum KPK yang bermasalah, temasuk mendesak kejaksaan agar perkara Novel Baswedan dilimpahkan ke pengadilan.

22. Kegagalan membersihkan KPK sudah dimulai dari gerakan Antasari Azhar yang melaporkan korupsi KPK ke penyidik Polisi.

23. Dari catatan saya yang saya jadikan buku, ada sekurang-sekurangnya enam orang yang terlibat pidana yang siap untuk diadili. Yang berkasnya sudah lengkap adalah saudara Bibit, Chandra Hamzah, Abraham Samad, yang bahkan satu pekara pidananya yang dipeti eskan yaitu kasus Rumah Kaca, Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan dalam perkara penganiayaan dan pembunuhan terhadap Yuliaan Alias Aan. Terakhir perkara korupsi Payment Gatewaynya Prof. Dennny Indrayana yang telah selesai gelar perkara tetapi kemudian Kejaksaan tidak melanjutkan kasus pidana tersebut.

24. Sebenarnya dalam rangka koordinasi antar penyidik, KPK pimpinan Agus Rahardjo,  Saut Situmorang dan kawan kawan pada waktu itu dapat mengambil alih penyidikan dan penuntutan kasus pidana para tersangka yang saya sebut  diatas. Cuma terkendala, karena yang terlibat adalah kelompok Novel Baswedan sendiri, termasuk Novel Baswedan sebagai tersangka “abadi” penganiayaan dan pembunuhan terhadap korban yang kini berstatus “jenazah”  Aan.

25. Lebih kacau lagi karena Ombudsman yang menurut pasal 9 Undang undang Ombudsman, tidak boleh mencampuri kemandirian hakim, ternyata malah dalam kasus pidana Novel Baswedan, Ombudsman melanggar putusan Pra peradilan pengadilan Bengkulu yang memerintahkan Jaksa untuk melimpahkan perkara pidana Novel Baswedan.

26. Seandainya Bapak bapak dan ibu ibu DPR RI wakil kami, berkenan kembali melakukan Pansus terhadap KPK, lalu mempertanyakan berapa bannyak  wrga binaan yang menderita karena menjadi target KPK, pasti DPR RI termasuk ex Wakil Ketuanya Bapak Fahri Hamzah, akan menemukan betapa  busuknya oknum-oknum KPK yang bukan saja kebal hukum, tetapi juga mempermainkan hukum. 

27. Silahkan memeriksa dan menelaah fakta fakta yang saya ketemukan dan saya bukukan dengan status ISBN. Buku buku itu berjudul Korupsi Bibit-Chandra, Buku Nazaruddin: Jangan Saya direkayasa Politik, Buku KPK bukan Malaikat (tiga jilid), Buku yang Kebal Hukum, Buku Peradilan Sesat. 

28. Semua buku itu bukan “narasi penggiringan opini publik”, tetapi buku-buku tersebut berisi bukti-bukti, baik yang ditemukan oleh DPR RI melalui Pansus terhadap KPK melalui rapat dengar pendapat umum, bukti yang disampaikan oleh para korban penganiayaan dan penyiksaan yag dilakukan sendiri oleh Novel Baswedan .

29. Saya juga mengumpulkan pendapat para ahli yang hadir  dan memberikan pendapatnya sebagai ahli mewakili para terdakwa dalam sidang perkara-perkara Tipikor di Pengadilan. Rata-rata para ahli mendalami dan mendapatkan fakta betapa KPK sering melanggar undang-undang termasuk aturan bahwa hanya BPK yang dapat menentukan kerugian negara. Ketentuan mengenai kerugian negara ini: dilanggar oleh KPK.

30. Ketika saya sebagai praktisi dan akedemisi menerbitkan buku-buku yang "menelanjangi" KPK yang busuk, tak satu media bekelas pun rela memberitakan secara luas oknum oknum “busuk” KPK.

31. Bahkan berita huru hara peradilan jalanan yang ditimbulkan oleh Novel Baswedan, didukung oleh ICW yang pernah didanai KPK dan Luar Negeri. Para kelompok pendukung KPK yang busuk, yang bahkan bergairah memberitakan berita sampah Novel Baswedan. Mereka tutup mata terhadap buku-buku saya itu, yang justru terdapat di sejumlah perpustakaan hukum di luar negeri, bahkan di perpustakaan kongres Amerika.

32. Walaupun saya sadar bahwa surat saya ini hanya dikopi oleh para wartawan pinggiran, saya yakin melalui usaha saya yang terus menerus mengkritisi penegakkan hukum di Indonesia, satu ketika didukung oleh para penegak hukum yang punya nurani akan artinya kebenaran dan keadilan, satu ketika penegakkan hukum di Indonesia akan menjadi lebih berkeadilan. Jangan sampai apa yang diramalkan oleh Bapak Barnabas Suebu akan menjadi kenyataan.

 

Hormat saya.

 

 

Prof. Otto Cornelis Kaligs.

Wara binaan bukan koruptor, Lapas Sukamiskin Bandung.

 

Cc. Yth. Menteri Hukum dan Wakil Menteri Hukum dan HAM. Bapak Yasonna Laoly Ph dan BapaK Prof Eddy Omar Sharif Hiariej

Cc. Yth. Ketua Komisioner KPK Bapak Firli Bahuri dan  Yth. Para Dewan Pengawas KPK.

Cc. Para penjuang kebenaran di Med sos, Bapak Ade Armando, Bapak Denny Siregar, Ibu Dewi Tanjung dan rekan rekan sejawat lainnya.

Cc. Para guru besar yang tidak rela diperalat oleh Novel Baswedan

Cc. Pertinggal. *** Emil F Simatupang. 

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved