Untuk yang terhormat Bapak Presiden Ir. Joko Widodo
Hal: Hanya Jaksa Agung dan Ombudsman yang melindungi Novel Baswedan agar perkara pembunuhannya tidak diadili di pengadilan.
Bapak Presiden yang saya hormati,
Perkenankanlah saya Prof. Otto Cornelis Kaligis sebagai bagian dari rakyat Indonesia di bawah kepemimpinan Bapak, hendak memberi masukkan mengenai penegakkan hukum yang selalu dibuat ramai oleh seorang pembunuh bernama Novel Baswedan.
Tanggal 16 September 2021 saya membaca di media mengenai pernyataan Bapak yang menyerahkan kasus Novel, termasuk di dalamnya mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK), kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.
Sebagai negara hukum, mohon maaf, saya yang sudah berkecimpung di dunia ini selama lebih 50 tahun, menegaskan bahwa pernyataan Bapak benar 100 persen.
Pernyataan Ketua Komisioner KPK Firli Bahuri yang mendeklarasikan jasa Novel Baswedan atas keberhasilan Novel Baswedan memberantas korupsi, membuat saya bertanya dalam hati.
Semua penegak hukum pasti sadar bahwa pemberantasan korupsi di tangan para penyelidik, penyidik, penuntut umum KPK terjadi atas tindakan kolektif, bukan tindakan hanya seorang bernama Novel Baswedan sendiri.
Karena kekuasaanya, ia kerap menggelar OTT yang penuh dendam dan rekayasa. Namun pada akhirnya gagal karena dilakukan melawan hukum, seperti usahanya menangkap Gubernur Papua di hotel Borubudur. Alhasil, usaha penyidik OTT KPK justru berakhir dengan gebukan ajudan Gubernur. Hal yang sama terjadi ketika Bupati Buol, saudara Amran Batalipu. Kala itu Novel yang secara kasar hendak memborgol justru kena bogem mentah dari Bupati Amran.
Beruntung pistol Novel Baswedan yang diarahkan ke saudara Amran gagal meletus. Novel lantas mengambil langkah seribu, menyelamatkan diri dari amukan warga.
Cerita kesewenangan Novel Baswedan saat menguasai KPK banyak terdengar di Sukamiskin. Banyak yang memahami mengapa dirinya kukuh mempertahankan posisi di KPK.
Seandainya keseharian Novel Baswedan disadap, saya yakin banyak penyalahgunaan kekuasaan yang dapat terungkap pada diri Novel Baswedan.
Bukankah hasil investikasi DPR RI tahun 2018 membenarkan banyaknya korupsi dan penyalahgunaan kekuasan di era KPK-nya Novel Baswedan?
Bahkan ketika menyidik kasus burung walet, atas laporan si bos burung walet, Novel langsung menganiaya para tersangka tanpa pemeriksaan terlebih dahulu. Para tersangka tidur berjejer dan satu per satu kakinya ditembak Novel.
Seorang tersangka bernama Aan meninggal karena kehabisan darah. Sementara satu tersangka salah tangkap dibebaskan. Semuanya ini telah saya buktikan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ketika saya menggugat Kejaksaan karena tak kunjung mengadili Novel Baswedan berdasarkan perintah Pengadilan Bengkulu.
Tak hanya dilindungi kelompok konspirasi pelindung kejahatan, Ombudsman, ICW, Mata Najwa dan media pun turut menutup rapat fakta hukum yang dilakukan tersangka pembunuh Novel Baswedan.
Kini, Novel dan gerombolannya ramai menyuarakan yel-yel mengklaim KPK dilemahkan Firli Bahuri, dilemahkan Bapak Presiden. Novel Baswedan memang ahli bermain di media. Menggerakkan para professor untuk mendukung aksi-aksi brutalnya melawan Firli Bahuri dan kawan kawan.
Semua laporan dan gerakan Novel Baswedan melawan KPK-nya Firli Bahuri, melawan Dewas KPK, melawan Bapak Presiden yang tak kunjung mendukung aksi sandiwaranya, disantap ICW dan kawan-kawan kelompok Novel Baswedan.
Saya khawatir, karena Bapak Presiden yang saya hormati, tidak mengetahui siapa sebenarnya Novel Baswedan yang diangkat di Malaysia oleh salah satu LSM tidak jelas, sebagai ikon pemberantas korupsi. Jangan-jangan akhirnya Bapak Presiden, atas gerilya para pendukung Novel Baswedan, justru nanti menganugerahi Novel dengan Bintang Mahaputra.
Bintang Mahaputra bagi seorang penganiaya dan pembunuh bernama Novel Baswedan.
Semoga masukan ini yang berasal dari saya, dari Lapas Sukamiskin membawa manfaat. Saya yang adalah korban target KPK-nya Johan Budi Sapto Pribowo, Novel Baswedan dan kawan kawan.
Saya dimajukan ke Pengadilan tanpa satu sen pun uang suap ke hakim yang memutus kalah perkara saya. Saya bukan OTT. Di dunia Pengacara, kalaupun mesti suap untuk perkara yang dimenangkan, bukan untuk perkara yang kalah.
Atas perhatian Bapak, saya ucapkan banyak terima kasih.
Hormat saya,
Prof. Otto Cornelis Kaligis. (editor: Armen Foster)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !