JAKARTA, INFO BREAKING NEWS - Dendam kesumat dan sumpah serakah kutukan dari Prof, Dr. OC Kaligis setara dengan Hukum Alam dan hukum tabur tuai, sangat lah pantas bagi seorang mantan penyidik KPK yang dipecat oleh alasannya.
Lukman menilai, jika kasus ini dihentikan begitu saja, berarti ada lex spesialis terhadap seseorang.
“Dalam Undang-undang semua sama di mata hukum, jadi gak boleh dong ada lex spesialis terhadap Novel Baswedan,” tuturnya.
Pada Oktober 2012 lalu, sejumlah polisi dari Polda Bengkulu dibantu sejumlah perwira Polda Metro Jaya mendatangi Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, untuk menangkap Novel Baswedan.
Ia diduga melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau Pasal 422 KUHP jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.
Novel pun ditetapkan sebagai tersangka. Namun, anehnya tak lama setelah itu KPK malah menetapkan mantan dirlantas Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo sebagai tersangka.
Alhasil, terjadi ketegangan antara KPK dan Polisi. Beredar pula isu dimana KPK mengancam akan menangkap Edhie Baskoro Yudhoyono atau akrab disapa Ibas terkait beberapa kasus korupsi di Demokrat.
Mendengar ini, Presiden RI kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono, pun langsung turun tangan. Dalam salah satu pidatonya, SBY menyatakan bahwa penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat dalam hal waktu dan cara.
SBY dengan segala kuasanya sebagai Presiden meminta agar kasus tersebut dihentikan. Akan tetapi, pada 1 Juni 2015, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri pimpinan AKBP Agus Prasetyono tetap tidak bisa menghentikan kasus tersebut dan melakukan penggerebekan di kediaman Novel di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Polisi akhirnya menangkap dan membawanya ke Mabes Polri atas tuduhan pembunuhan pencuri sarang burung walet, kasus yang menjeratnya 2012 silam.
Namun, lagi-lagi Novel dibela habis-habisan oleh para pegiat antikorupsi. Mereka menuding penangkapan Novel merupakan kriminalisasi atau paling tidak ditangkap atas kasus yang dicari-cari.
Para simpatisan Novel malah menyeret kasus penetapan tersangka KPK terhadap para petinggi Polri, dan menuduh polisi kembali menyasar Novel Baswedan karena KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi.
Novel Baswedan Cs saat itu menunjukkan kepada negara bahwa mereka lebih hebat dari Presiden Jokowi dengan mengancam Jokowi untuk tidak melantik beberapa nama yang akan di lantik jadi menteri, karena sejumlah nama yang rencananya akan dijadikan Menteri itu akan ditetapkan sebagai tersangka. Meski demikian, hingga saat ini hal tersebut tak kunjung dilakukan.
Selain itu, Novel dan pasukannya juga melawan Direktur Penyidik KPK yang baru dan berujung pada terbuangnya Brigjen Aris Budiman.
“Bayangin betapa dahsyatnya tekanan kekuasaaan Novel CS di KPK saat itu ” ujar Lukman.
Kembali ke kasus burung walet, Lukman menyebut para tertuduh pelaku pencuri sarang burung walet mendapatkan perlakuan kejam dan tidak manusiawi saat Novel menginterogasi mereka. Salah seorang dari mereka bahkan jadi korban salah tangkap.
Korban Novel Baswedan itu antara lain Irwansyah Siregar, Doni, Rusliansyah, Yulian Yohanes alias Aan (almarhum), dan korban salah tangkap Deddy Nuryadi.
Menurut pengakuan salah satu korban, Deddy yang tak mengenal para pelaku langsung digelandang dan mendapatkan siksaan. Siksaan yang diterima berupa pukulan, disetrum di bagian kemaluan, hingga ditembak di kaki.
“Mereka disiksa sekian jam lalu dibawa ke Pantai Panjang. Sebelum itu, kemaluan mereka disetrum, padahal mereka tidak melakukan pemerkosaan tapi hanya mencuri. Setelah disetrum, mereka dibawa ke pantai dan ditembak. Kalau saudara tahu, beliau (Novel Baswedan) itu biadab, lebih-lebih dari kekejaman di film G30 S PKI” ujar Lukman menuturkan ucapan Irwansyah Siregar.
Bahkan, lanjut Lukman, salah satu tersangka bernama Rusliansyah mengaku kepalanya ditodong dengan pistol lantaran ia disangka sebagai otak pencurian.
“Nah begitu kejam perlakukan tersebut, kenapa dengan Novel Baswedan dengan begitu hebat dapat lex spesialis hingga bebas saat ini. Apakah mentang mentang dia Penyidik KPK sehingga mempergunakan Lembaga KPK untuk ancam pejabat jika dia di sentuh hukum?” tegasnya.
Menurut Lukman, Kejaksaan Negeri Bengkulu telah melimpahkan berkas perkara penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan Novel Baswedan ke Pengadilan Negeri setempat pada 29 Januari 2020 yang lalu.
Pelimpahan berkas disertai pelimpahan barang bukti, yakni tiga senjata api, proyektil, dan kelengkapan surat penggunaan senjata api oleh Polres Bengkulu.
Pengadilan juga telah mengagendakan persidangan Novel Baswedan pada 16 Februari. Namun, secara tiba-tiba Kejaksaan Negeri Bengkulu menarik kembali berkas tersebut dengan alasan penyempurnaan.
Presiden Joko Widodo meminta Jaksa Agung agar segera menyelesaikan kasus Novel. Opsi yang muncul, kasus Novel akan diselesaikan melalui deeponering atau penerbitan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP).
“Untuk itu dengan dinonaktifkannya Novel Baswedan, diharapkan kasus ini kembali dilanjutkan dan kita bisa melihat belum nanti didalam kubur pasti disiksa, didunia saja kita melihat betapa intuisinya sendiri mendepaknya secara kasar lalu pak Jokowi bersikap masabodo.” tandas Lukman. *** Emil Simatupang.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !