JAKARTA, INFO BREAKING NEWS - Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, OC Kaligis buka suara menanggapi tayangan Kick Andy Double Check bertajuk “Apa Dosa Yasonna?” pada Minggu (10/10/2021) kemarin.
Dalam pandangannya, acara tersebut nampak ingin menggiring opini rakyat dengan satu tujuan, yakni ganti Yasonna.
“Seandainya demikian, bagi saya untuk solusi terbaik ganti Yasonna, penggantinya adalah Najwa Shihab sebagai Menkumham dan wakilnya adalah Kick Andy. Disaat itu baru bisa dibuktikan apakah mereka kaya prestasi, miskin prestasi atau konyol prestasi,” ungkap OC Kaligis dalam surat tertanggal Senin, 11 Oktober 2021 tersebut.
OC Kaligis menilai saat ini ada dua media yang benci kepada Yasonna Laoly. Mereka adalah Mata Najwa dan Kick Andy. Keduanya dikenal publik lantaran digaji oleh bos-bos konglomerat media. Namun, disayangkan pemberitaan mereka yang sarat akan tuduhan terhadap penegakkan hukum tak dibahas dari dua sisi berbeda.
“Mereka tak lebih dari oknum-oknum partisan,” kata OC Kaligis.
Dari program Kick Andy, terkuak fakta betapa bencinya Kick Andy terhadap warga binaan vonis korupsi. Mungkin dirinya gagal paham akan arti pembinaan berdasarkan azas pengayoman.
“Saya berani menantang Kick Andy, kalau saya pernah merampok uang negara. Asal Kick Andy sadar, bahwa tidak ada seorang pengacara pun yang akan menyuap hakim untuk perkaranya yang dikalahkan. Perkara saya kalah, dan peristiwa OTT di Medan untuk memberi uang THR kepada hakim sama sekali di luar pengetahuan saya,” tegasnya.
“Pengakuan hakim dibawah sumpah bahwa saya tidak menyuap hakim dihadiri oleh Metro TV. Sayangnya fakta tersebut tidak ditayangkan. Yang justru menjadi berita adalah pernyataan Jaksa KPK yang akan menghukum berat saya sebelum sidang dimulai,” lanjutnya.
Berdasarkan hasil penelitian hukumnya, OC Kaligis menemukan banyak korban target KPK yang dikirim ke Sukamiskin dan lapas-lapas lain, tanpa bukti.
Jero Wacik dihukum karena pemakaian Dana Operasi Menteri padahal kesaksian Jusuf Kalla dan Presiden SBY di Pengadilan membenarkan bahwa DOM adalah haknya semua menteri. Surya Dharma Ali divonis, padahal laporan Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan tidak ada kerugian negara yang dilakukan oleh eks menteri tersebut.
Selanjutnya, Miranda Gultom divonis tanpa bukti meskipun kasus Bank Century adalah keputusan kolektif di bawah tanggung jawab Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia. Ada pula kasus Nur Alam yang sekalipun tidak terbukti melakukan korupsi, divonis berdasarkan hubungan dagang dalam bentuk perjanjian perdata sebelum yang bersangkutan jadi Gubernur.
Kacaunya penegakkan hukum terlihat pula di saat KPK mengadili pengacara Lukas. Ia direkayasa seolah-olah membantu pelarian kliennya Eddy Sundoro. Padahal kisah tersebut tak lain hanya rekayasa KPK untuk menghukum Eddy sekaligus menzolimi pengacara Lukas. Terbukti KPK salah besar memenjarakan Lukas dan ia akhirnya bebas melalui vonis PK Mahkamah Agung.
Kembali ke Kick Andy dan rekan sejawatnya, Najwa Shihab. OC Kaligis menilai dengan mengancam Menteri Yasonna yang hendak mereka berhentikan, Yasonna jadi takut memberi remisi sesuai pertimbangan hukum pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 41.
Bahkan di Kick Andy, Yasonna membuat penegasan tidak berani mengunjungi Sukamiskin, khawatir dicap melakukan “bulan madu” dengan para warga binaannya.
“Saya berharap Yasonna masih ingat bahwa saya pernah menjadi penasehat hukumnya ketika ia digugat ke Pengadilan TUN melawan SN. Saya masih sempat menerima honorarium Yasonna di tahanan Guntur. Saya menerima honorarium, fee pengacara yang tidak pernah saya minta. Walaupun demikian saya mengucapkan terima kasih, menerima uang di kala duka, di kala berstatus tahanan. Yang berani mengunjungi saya di tahanan Guntur hanya komisioner KPK Prof. Indriyanto Senoadji dan Taufiqurachman Ruki,” tuturnya.
Melalui surat terbukanya, OC Kaligis berharap agar langkah Yasonna tidak menjadi ciut hanya karena agenda tersembunyi untuk menggantikan posisinya sebagai menteri.
“Percayalah, bahwa kedua mereka (Andy dan Najwa) tidak berani dan bahkan tidak punya nyali untuk membongkar pidananya oknum-oknum KPK. Asal Bapak tahu, sampai mati saya akan memperjuangkan agar kasus pembunuhan Novel Baswedan dimajukan ke Pengadilan. Termasuk agar kasus korupsi eks Wakil Menteri Prof. Denny Indrayana tidak di peti eskan oleh Kejaksaan. Saya berjuang, agar Prof. Denny Indrayana perkara korupsinya disidangkan. Saya tidak rela melihat terjadinya tebang pilih dalam penegakkan hukum di Indonnesia. Semoga perjuangan hukum saya, sekalipun tidak didukung media, tidak didukung peradilan jalanan, sejarah akan mencatat bahwa oknum-oknum yang saya sebut kebal hukum, sekali waktu pun akan diadili. Semoga. Walau dicap sebagai koruptor, saya tidak pernah mengalami gangguan jiwa, atau apa yang disebut mengalami “Minderheids Complex”atau “Inferiority Complex”. Asal publik tahu, sebagai pengacara saya bukan perampok uang negara,” tutupnya. ***Jeremy Foster
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !