Sukamiskin, Selasa 22 Pebruari 2022.
Hal: Remisi.
Kepada yang saya hormati Pak Thurman Saud Marojahan Hutapea Bc.IP. SH. M.Hum, Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi .
Dengan hormat.
Ketika kemarin tanggal 21 Pebruari 2022, Bapak datang
berkunjung ke Sukamiskin, memberi pencerahan mengenai hak remisi para warga
binaan, ada beberapa catatan yang bersama surat ini , hendak saya sampaikan
kepada Bapak.
Bapak adalah pemimpin
yang berani bersikap atas landasan kebenaran. Mengapa? Ketika Prof. Denny
Indrayana yang disaat itu adalah pimpinan Bapak, dalam kedudukan Prof. Denny
Indrayana sebagai Wakil Menteri Hukum dan Ham, memecat Bapak tanpa dasar hukum,
yang dilakukan melalui tindakan sewenang wenang, adalah seorang Kalapas bernama
yang saya hormati, Thurman Hutapea, yang berani menggugat Wakil Menteri ke
Pengadilan TUN, dengan skor, Bapak memenangkan gugatan, Mahkamah Agung mengabulkan
gugatan Bapak melawan atasan Bapak.
Saya sebagai litigator,
angkat topi dan mengajungkan jempol, untuk keberanian Bapak.
Seandainya tersangka
korupsi Prof. Denny Indrayana diadili, dan Prof. Denny di Penjara, semua warga
binaan, sahabat saya di Sukamiskin, yakin, bahwa disaat itu Prof. Denny menyadari arti perlakuan Persamaan
terhadap warga binaan. Semoga harapan kami, satu saat terkabul.
Secara hukum, setelah selesainya acara gelar
perkara, Jaksa Agung seharusnya tidak
lagi melindungi saudara Prof . Denny Indrayana , melalui upaya mem bolak balik
kan berkas perkara.
Entah siapa gerangan
yang melindungi Prof. Denny Indrayana yang begita berjaya. Bayangkan sekalipun
tersangka korupsi, Prof. Denny Indrayana sama sekali tidak dicekal, bebas
membela perkara. Contohnya kasus mega korupsi Meikarta, di Mahkamah Konstitusi
membela pasangan Prabowo melawan Jokowi, dan banyak kegiatan lainnya di dunia
LSM.
Sedikit ilustrasi
mengapa Bapak sebagai Kalapas Batak punya keberanian menggugat menteri atasan
Bapak?
Sebagai pemimpin
kantor Pengacara OC. Kaligis&ass , saya mengenal betul karakter pengacara pengacara Batak yang pernah menjadi asisten asisten saya.
Mengapa rata rata mereka bisa maju? Karena dalam pernyataan pernyataan Pers
mereka, rata rata mereka berani, walaupun kadang kadang ngawur. Berani, karena katanya ada boss Kaligis dibelakang
mereka.
DR. Juniver Girsang,
melamar kekantor saya melalui jalan darat dari Medan ke Jakarta. Sekarang
melalui kantor saya berhasil menjadi Pengacara Papan atas dan konglomerat.
DR. Hotman Paris Hutapea, datang kekantor saya, melamar dengan
sepeda motor pinjaman. Saya membimbing Hotmaparis Hutapea, didunia perbankan. Hotmanparis
termasuk konglomerat Pengacara, dengan judul manusia sejuta cincin, Tiada hari tanpa berita Hotman Paris. Saya
bangga, semua Pengacara yang pernah transit dikantor saya, menjadi Pengacara
pengacara berhasil.
Selain Pengacara
Batak, mereka yang punya nyali sekelas assisten Batak yang saya punyai, juga maju . Mereka antara lain DR. Amir
Syamsuddin. Berhasil jadi Menteri Kehakiman , DR. Hamdan Zoelva, jadi Ketua
Mahkamah Konstitusi, Prof. DR. Hikmahanto berjaya didunia Pendidikan, dan
banyak Pengacara pengacara lain yang saya sekolahkan didalam dan diluar negeri.
Sedikit mengenai
PP999/2012 yang mempasung hak remisi para warga binaan. PP 99/2012 yang kata
Prof. Denny Indrayana lahir atas restu Presiden SBY, sudah sejak dalam
kandungan cacat hukum. Perencanaan dan Pembahasannya tanpa melalui Dirjen
Perundang undangan Bapak DR. Wahidudin yang kini adalah salah seorang Hakim
Konstitusi. Juga tidak melalui Dirjen Pemasyarakatan bapak Sihabuddin. Mereka
berdua, tidak sepakat terhadap lahirnya PP 99/2012, yang lahir demi pencitraan
Prof. Denny Indrayana, yang direstui oleh Bapak Presiden SBY.
Bahkan temuan hasil
supervisi DPRRI tahun 2018 dihalaman 42,43 DPR dengan tegas menyatakan bahwa PP 99/2012
bertentangan dengan The Integrated Criminal Justice System. Justice Collabolator tidak
punya landasan hukum.
Untuk jelasnya
mengenai justice Collbolator, saya sertakan bersama surat ini buku saya berjudul:
Corruption as Transnational Organized Crime, buku yang saya susun ketika
saya turut hadir pada tahun 2003, di PBB, Wina Austria sebagai
delegasi Indonesia, menghadiri pembahasan konvensi korupsi selama tiga tahun dan berakhir di Merida
Mexico .
Sekedar agar Bapak ketahui, disidang itu saya
ikut berbicara memberi pandangan saya mewakili Indonesia mengenai dibentuknya Supervisory body.
Saya dan rekan rekan warga binaan, sangat mengharapkan agar Prof. Denny Indrayana selaku tersangka korupsi Payment Gateway juga diadili dan dipenjarakan, agar Prof. Denny Indrayana sadar akan kekeliruannya, melahirkan PP 99.tahun 2012.
Sekalipun semboyan
Bapak Presiden SBY : “Katakan tidak kepada korupsi,” ditambah dengan proklamasi
Cikeas: “ Perangi Korupsi”. Kenyataannya
adalah Bapak Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang membebaskan koruptor
Bibit-Chandra melalui deponeering.
Saya sampai detik ini
baik sebagai praktisi maupun akedemisi, sama sekali belum dapat mengerti
pernyataan Bapak Presiden SBY yang
mengkonfirmasikan hal berikut ini: Bila kasus korupsi Bibit-Chandra Hamzah
dibawah ke Pengadilan, akan berakibat menghasilkan lebih banyak mudarat dari pada manfaat.
Lalu bagaimana dengan
kasus besan Pak SBY saudara Pohan yang diadili dalam kasus korupsi? Padahal
saudara Pohan tidak merugika Negara? . Termasuk semua oknum Partai Demokrat
seperti Andi Malarangeng, Soetan Bhatugana, Miranda Gultom, Jero Wacik dan masih banyak sangkaan korupsi yang tidak
merugikan keuangan negara, yang sempat diadili KPK?
Baik Miranda Goeltom,
Jero Wacik, Gubernur Barnabas Soebu dan Ridwan Mukti, divonis tanpa bukti merugikan
negara?
Bukankah dalam surat
Presiden SBY yang ditujukan dan dialamatkan kepada ex bendahara Partai Demokrat saudara Nazaruddin
yang pernah jadi klien saya, Bapak
presiden SBY menyatakan bahwa beliau
taat hukum? Lalu mengapa beliau tidak taat hukum bahkan melindungi tersangka
korupsi Bibit-Chandra, meloloskan pencalonan PilGubnya tersangka Korupsi
Payment Gateway nya Prof. Denny
Indrayana?
Pak Thurman Hutapea
yang saya hormati.
Bersama surat ini saya
ingin mengklarifikasi mengenai gugatan saya ke Mahkamah Konstitusi tertanggal
21 Juli 2021 nomor 41 ?PUU-XIX/2021. Permohonan
tersebut bukan untuk membatalkan PP 99/2012, Permohonan tersebut adalah Permohonan Pengujian Pasal 14 ayat
(1) Undang undang nomor 12/1995. Jelas dalam permohonan tersebut
pertimbangan hukum Hakim konstitusi adalah bahwa saya mempunyai ‘ legal
standing ’ dan Mahkamah punya wewenang mengadili.
Bila permohonan saya,
mengenai pembatalan PP 99/2012, saya juga mengetahui, bahwa saya akan terjebak ne
bis in idem. Jelas dictum : menolak permohonan pembatalan PP 99/2012 tidak relevan, karena memang itu
bukan obyek permohonan saya. Obyek permohonan saya adalah hak remisi warga
binaan. “
Yang relevan dengan
putusan yudicial review Mahkamah Agung nomor 28 Oktober 2021 adalah pertimbangan
berikut ini: “ Oleh karenanya , sampai pada titik tersebut segala
kewenangan. Mulai dari penyidikan,
penuntutan sampai dengan persidangan pengadilan telah berakhir, dan selanjutnya menjadi ruang lingkup sistim pemasyarakatan,
sehingga hal tersebut hilang
relevansinya, apabila dikaitkan dengan syarat pemberian remisi bagi nara
pidana. Terlebih kewenangan untuk memberikan remisi adalah menjadi otoritas
penuh lembaga pemasyarakatan, yang dalam tugas pembinaan terhadap warga
binaannya tidak bisa diintervensi oleh lembaga lain, apalagi bentuk campur
tangan yang justru akan bertolak belakang dengan semangat pembinaan warga
binaan.”
Mencermati
pertimbangan hukum tersebut pada angka point 24 diatas, dan menghubungkannya dengan
Peraturan Menteri Hukum dan Ham nomor 7
tahun 2022, kesimpulan kami adalah bahwa hak remisi tersebut baru diberikan dan
mulai dihitung sejak tahun 2021, bukan sejak 6 bulan menjalani Pidana.
Sedangkan dalam pertimbangan
hukum putusan Mahkamah Agung RI. Nomor 28/P/HUM/2021, Pasal 34 PP 99/2012,
Pasal 5 Permen no.3 tahun 2018. Dan Pasal 5 Permen 7 tahun 2022 menyatakan remisi
dihitung sejak 6 bulan menjalani pidana.
Apakah inkonsistensi
ini terjadi karena adanya campur tangan Lembaga lain?
Saya pernah menjadi kuasa hukum Bapak Menteri Yasonna Laoly di Peradilan TUN Jakarta. Saya tidak meragukan kejujuran, kecerdasaan, integritas, dan perjuangan beliau untuk kami para warga binaan.
Karenanya ketika
sahabat sahabat beliau para ex. anggota DPRRI, mendengar berita di Media,
mengenai pemanggilan beliau sebagai saksi dalam kasus E-KTP, kami turut
mendoakan beliau agar Media, tidak lagi melibatkan nama beliau, dalam kasus
E-KTP.
Pak Thurmanlah yang
sanggup mengatasi hal ini, berdasarkan pengalaman Pak Thurman. Satu satunya
Kalapas yang sanggup memenangkan perkara
melawan Prof. Denny Indrayana.
Akhir kata: Semoga harapan para warga binaan, untuk mendapatkan remisi dan semua haknya berdasar Pasal 14 Undang undang Pemasyarakatan, perhitungannya sejak warga binaan 6 bulan menjalani Pidana.
Salam bebas,
Hormat saya
Prof. Otto Cornelis Kaligis .
Warga binaan sukamiskin tanpa pernah menikmati remisi.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !