Advocat Dr. Magdir Ismail, SH MH |
Jakarta, Info Breaking News - Dentuman menggelegarnya penangkapan Hakim Agung Sudradjat Dimyati bersama seorang Hakim Yustisial dan 4 orang lainnya yang selama ini bekerja sebagai staf bagian perkara perdata dan ASN di Mahkamah Agung, pada pekan lalu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih terus menjadi trend centre bagi media online dalam dan luar negeri. Hal ini dikarena baru pertama kali dalam sejarah mafia peradilan, pihak KPK mampu menerobos benteng berlapis MA dan menerobos hingga berhasil membongkar tabir hitam yang selama ini terbungkus penuh misteri bagi hakim agung karier di MA.
Dan jika mau lihat kebelakang dari sejumlah peristiwa terjadinya mafia peradilan atau apalah namanya jual beli perkara, yang masuk katogori suap, gratifikasi dll, sejak terjadinya penangkapan hakim ditingkat negeri, tingkat banding (PT), hingga ditingkat kasasi atau PK di Mahkamah Agung, ditemukan indikasi yang sama, yaitu melalui cela kepaniteraan. Karena selalu saja modus mafia peradilan itu diawali dari jalur panitera, yang menjadi penghubung ke hakim. Walau tak bisa dipungkiri juga bahwa ada juga hakim yang jorok mau langsung bermain dengan pihak berperkara atau yang biasanya melalui lawyer hitam.
Yang dimaksud lawyer hitam adalah mereka yang mengantongi SK Pengadilan Tinggi dan bernaung disalah satu wadah advocat, dan menjadi pengacara hukum, tetapi hanya pintar meloby pihak majelis hakim melalui cela kepaniteraan. Apalagi jika kebetulan sipesakitan terdakwa yang sedang terpenjara itu adalah orang kaya tajir melintir yang uangnya nyaris tak berseri, maka mereka ini biasanya lebih suka memilih lawyer yang tidak pintar beracara dipersidangan, tapi sangat pintar mendekat pihak majelis hakim melalui penitera pengganti (PP) atau bahkan langsung melalui Panitera nya, dan jika memungkinkan lebih aman langsung ke ketua majelis yang menyidangkan perkara (KM), walau sejak ada KPK kemungkinan yang terakhir itu sangat kecil kemungkinan, kecuali jika mental sang hakim memang bobrok, hingga berani langsung bertemu dan deal dengan pihak yang berperkara.
Dan dari sederet peristiwa OTT mulai dari tingkat negeri hingga MA, sebagaimana yang terjadi pada hakim agung SD, modus jual beli perkara itu selalu dimulai dari pihak Panitera Pengganti (PP) yang memang sudah sangat lihay bermain nakal. Tapi walau hal buruk ini selalu banyak disurati kaleng, karena selalu saja sipengirim surat tidak mau membuka jati diri walau yang ditulisnya itu adalah benar benar terjadi, tapi yang namanya laporan gelap atau surat kaleng, selalu dibuang ketong sampah, sehingga tumbuh suburlah kalangan internal yang menjadi mafia peradilan dinegeri ini.
Lebih anehnya lagi bahwa sejak zaman dulu hingga kini sangat jarang dilakukan rotasi kepaniteraan, apalagi kalau panitera itu pintar menjilat, cari muka, dan memang menghasilkan rupiah. Biasanya justru yang cerdas, yang idealis yang tidak pernah dipromosikan karena tidak pintar menjilat atau cari muka atasannya.
Faktor lainnya dulu ketika Prof.Dr. Hatta Ali menjabat KMA, nyaris tak mampu didobrak oleh KPK karena sang Maestro Hatta Ali mempunyai kharismatik figur yang tangguh, yang sangat berbeda ketika sekarang dizaman KMA dijabat Syarifuddin, yang sejak awal mendapat gelar Profesornya sempat menjadi berita sentilan sejumlah media, dan sejak Syariffuddin menjabat KMA, nyaris tidak ada sesuatu gebrakan inovasi hukum, bahkan sejumlah program yang sudah dicanangkan oleh Hatta Ali pun banyak yang tidak jalan sebagaimana yang diharapkan.
Isu Forensik Digital yang sempat sedikit bocor, bahwa ditemukan sejumlah hakim agung lainnya dan juga hakim ad hock serta panitera hingga ada nama panmud di MA yang terindikasi nakal dan masuk dalam jajaran mafia peradilan. Pertanyaannya apakah betul betul pihak KPK berminat secara serius meu mengembangkannya ? Atau cukup pada kasus hakim agung SD dengan 5 cs nya saja, agar tidak terlalu gaduh negeri ini.
Namun kembali lagi pada kasus hakim agung yang sial SD ini, tentu banyak pertanyaan dalam renungan hati, sehingga membuat seorang advokat kondang Magdir Ismail, yang namanya sudah malang melintang didunia persilatan, karena Magdir Ismail memulai karier advokatnya sejak era Buyung Nasution pendiri LBH yang legend itu memberikan secercah pencerahan buat tersngka SD yang kini sudah menginap disel penjara KPK.
"Kalau seandainya ada uang yang dia terima, tapi bukan dia yang pegang perkara, secara hukum dia tidak bisa dikatakan sebagai hakim yang menangani perkara sbgmana dimaksud oleh pasal 12 huruf c " kata Magdir Ismail khusus hanya kepada Info Breakingnews, Jumat (30/9) di Jakarta.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !