Menko Polhukam Mahfud MD |
Jakarta, Info Breaking News - Salah satu pesan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang penanganan kasus HAM. Presiden meminta agar semua kasus yang ditangani oleh Komnas HAM dibawa ke pengadilan. Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tidak sependapat dengan presiden. Menurutnya, tak semua kasus dugaan pelanggaran HAM bisa dibawa ke pengadilan,ada beberapa hambatan yang membuat kasus itu tak bisa diselesaikan di pengadilan karena dibutuhkan bukti.
Mahfud menceritakan awal mulanya "Presiden pernah memberikan arahan begini, itu pemerintah selalu dituding tidak mau menyelesaikan pelanggaran HAM. Bahkan presiden mengatakan, "Pak itu sudahlah semua hal yang ditangani Komnas HAM bawa saja ke pengadilan. Biar hukum yang memutuskan'," kata Mahfud di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta (Selasa, 1/11/2022).
"Ya kalau saya bawa semua ke pengadilan dan sesuatu yang tidak ada buktinya berarti tidak profesional. Malu kami nanti," ujarnya.
"Masalah besarnya, untuk melakukan penyelesaian secara pengadilan kepada kasus HAM berat ini, itu tidak mudah. Tidak mudahnya karena bukti-bukti sudah tidak ada. Salah satunya kasus tahun 65, dulu pada saat mau dibawa ke pengadilan itu tidak bisa, diserahkan ke Jaksa Agung tidak bisa, karena tidak ada bukti," katanya.
Mahfud kemudian memberi contoh pernah membawa kasus kekerasan di Timor Timur ke pengadilan. Namun tidak ada bukti yang mendukung kasus pelanggaran HAM.
"Kita sudah pernah mengadili kasus di Timor Timur, 38 orang itu kita bawa ke pengadilan setelah izin Komnas HAM, dan 38 orang itu bebas semua karena buktinya tidak ada," paparnya.
Mahfud mengaku saat ini Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM), dan Komnas HAM rutin berkomunikasi dalam mencocokkan bukti-bukti pelanggaran HAM.
PPHAM akan berfokus pada korban bukan pelaku. Soal pelaku, menjadi bagian dari kerja Komnas HAM.
"Ini yang dipersoalkan adalah korbannya, bukan pelakunya. Kalau pelakunya biar Komnas HAM saja yang urus. Biar DPR yang memutuskan. Biar Jaksa Agung yang bicara ke DPR. Karena kita cari pelakunya sulit sekali untuk penyelesaian ke pengadilan. Tapi kalau non-yudisial ini kita mencari korbannya," imbuhnya.*** Arash
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !