Dr. Binsar Gultom, SH, MH. |
Palaran City, Info Breaking News - Ada banyak persoalan komplicated yang tersirat dalam acara spektakuler Kompas TV "One on One" Pertaruhan Hakim dalam kasus Ferdi Sambo cs, dimana Rossiana Silalahi, jurnalist handal yang merupakan Pemimpin Redaksi Kompas TV, menguras kemampuan ilmu hukum dari Binsar Gultom, hakim pemutus perkara Kopi Beracun Sianida yang sempat heboh bebarapa waktu, karena masih dimungkinkan saat itu, semua TV melakukan siaran langsung sepanjang digelar perkara dalam persidangannya di PN. Jakpus.
Adalah Binsar Gultom, anak Sibolga, Tapteng, yang dimasa kecilnya suka mencari ikan cupang di sawah, menjadi sorotan tajam karena style anak Medan yang beristerikan wong Yogyakarta, Sri Misgiyanti, SE, MH, dimana istri Binsar ini bertugas di badan pengawasan MA, dimana Binsar merupakan hakim pemutus vonis 20 tahun penjara hingga berkekuatan hukum yang pasti kepada Jessica Wongso yang didampingi sejumlah pengacara hukum kondang tanah air, wanita smart yang sejatinya adalah sang pembunuh berdarah dingin berparas cantik, bertubuh seksi, putih dan semok.
Perkara ini menjadi sangat viral, karena tidak satupun alat bukti saksi primair melihat Jessica memasukkan racun sianida ke gelas kopi korban Mirna Solihin, namun majelis Hakim sianida kala itu mampu meyakinkan diri memastikan melalui alat2 bukti dan barang bukti yg relevan Jessica pelakunya bersalah dan dihukum penjara 20 tahun..
Padahal sebelumnya hakim Binsar Gultom lah yang membuat Presiden RI BJ. Habibie kelabakan menjawab pertanyaan Binsar terkait perkara pelanggaran HAM berat Timor-Timur 1999 disidangkan di PN Jakpus (2001), dimana saat itu PN Jakpus masih berada dikawasan jalan Gajahmada, yang kini dipakai sebagai PN Jakut.
Kabar terkini, melalui laman badilum.mahkamahagung.go.id, (10/11/2022), nama hakim Dr. Binsar Gultom, SH, MH, mendapat promosi menjadi hakim tinggi DKI Jakarta.
Artinya alumni Fak, Hukum USU yang sebelumnya adalah hakim tinggi sekaligus Humas PT Banten ini akan dipaksakan untuk mempersiapkan mental baja nya seperti yang dia dapatkan dalam study banding persidangan Presiden Bosnia Solobodan Milosofik di Denhaag, juga studi banding dgn para hakim HAM di HAWAII (AS) dan Belanda, khususnya di Norwegia, yang mirip dengan modus operandi pembantaian sadis, pelanggaran hukum seperti Ferdi Sambo dan Kasus Pelanggaran HAM berat, terkait kasus Panai di Papua yang digelar di PN. Makassar
Tanda tanda akhir zaman dengan segala fenomena yang ada, terkadang membuat kita dipaksakan untuk merenungi situasi belakangan ini terkait sejumlah peristiwa hukum yang terjadi, yang sebelumnya tidak pernah ada semacam kasus Ferdi Sambo cs, yang membuat rontok puluhan perwira terbaik di instuisi Polri, hanya gara gara untuk menghilangkan nyawa Alm. Brigadir Josua Hutabarat, lelaki berparas ganteng, yang sudah mengabdi selama 3 tahun lebih sebagai ajudan, bahkan mustinya akhir Tahun ini akan menikahi kekasihnya Vera, seorang Bidan, yang sudah dipacarinya hampir selama 7 tahun.
Padahal kalau dipikir, Sambo punya semua komponen pendukung, bahkan punya uang bernilai fantastis sebagai Kadiv Propam Mabes Polri, dewa nya polisi, yang bisa merekomendasikan sekaligus memecat anggota Polri yang melanggar hukum, sekalipun jika pelanggar hukum itu adalah seorang Kapolri, sebagai atasannya.
Tapi kenapa Sambo begitu gelap mata, hingga lupa menggunakan komponen tadi, padahal banyak kisah gangster yang di film kan, adanya pembunuh bayaran dari kalangan mafia atau preman pasar yang sangat semangat jika dibayar Rp 100 juta untuk menabrak mati Josua dijalan raya. Tapi kenapa musti dihabisi dengan begitu bodohnya, dirumah dinas, dengan rekayasa cerita yang mentah, dan melibatkan banyak perwira terbaik milik Polri yang menjadi harapan bagi keluarga, yang sudah menghabiskan enerji dan biaya menyekolahkan.
Dan seterusnya hingga terjadi untuk pertama kalinya tertangkapnya sejumlah hakim agung, dan staf di MA, yang hingga berita ini diturunkan, KPK masih terus melakukan pengembangannya, karena kasus hakim agung SD hanya sebagai entry point menyasar target besar yang selama ini sudah di endus aparat gedung Merah Putih Kuningan Jakarta.
Akibat dari kasus yang terkait inilah, orang jadi teringat betapa jubir MA yang selama ini ditangan Andi Samsan, yang juga menjadi Ketua Majelis perkara HAM berat Tanjung Priuk bersama Binsar, diharapkan mampu menjaga marwah lembaga yang belakangan amburadul, dan situasi menuntut harus ada sosok tangguh yang familiar kepada wartawan, karena dalam awal Januari 2023 mendatang Andi Samsan sudah purnabakti.
Sebelumnya Binsar juga pernah membela lembaga lewat judisial review di Mahkamah Konsitusi, memperjuangkan gaji hakim bersama mantan Ketua MK Prof. Jimly Asshiddiqie di Menpan bersama para hakim progressif dipimpin Sunoto, dan menggugat ke PTUN yang dimenangkan kasasi TUN MA terkait syarat penerimaan CHA non karier yang tidak dibutuhkan keahliannya oleh Mahkamah Agung.
Sayangnya hingga berita ini diturunkan, Breaking News, belum bisa mendapatkan waktu untuk berbincang panjang secara langsung, akibat Binsar si Anak Medan ini baru masih dalam masa liburan.
Semoga sehat lah dan bangkit semangat dengan tugas yang baru, kau anak Medan, karena lembaga MA masih sangat membutuhkan hakim karier, setangguh dirimu, yang dikenal sebagai hakim dilingkungan peradilan umum, memiliki spesialisasi ilmu bersertifikat menjadi Hakim PHI, Hakim Tipikor, Hakim Pemilu dan Hakim Lingkungan Hidup yang juga menjadi dosen aktif dipascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan dan Universitas Esa Unggul Jakarta.Itulah harapan dan doa kami.*** Emil F Simatupang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar