Prof. Dr. Supandi, SH, MHum. |
Jakarta, Info Breaking News - Pepatah kuno mengatakan ' Mulutmu adalah Harimaumu", masih berlaku hingga di era yang sangat modern ini, dan sudah banyak manusia sombong, yang terjatuh karena sebuah batu krikil kecil saja, tergelincir lalu terhempas kepalanya ke tembok, geger otak, lalu tewas secara mengenaskan.
Atau nasehat leluhur kita yang mengatakan, "Edan, jangan kau bakar rumahnya, kalau hanya mau memusnahkan se ekor tikus saja". Dan mukadimah itu lah yang membuat Prof.Supandi, Purnabakti Hakim Agung/Ketua Muda Mahkamah Agung Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, merasa terusik dan tersinggung dengan Pernyataan Desmond J Mahesa (Wakil Ketua Komisi 3 DPR RI) di Detik News baru-baru ini sebagai pernyataan yang tidak objektif dan emosional belaka, dan mengabaikan sikap Kenegarawanan yang Arif dan Bijak dalam mengatasi permasalahan bangsa karena :
1. Transformasi yang dilakukan Mahkamah Agung dari Peradilan Konvensional ke Peradilan yang berbasis Teknologi Informatika (Digitalisasi Peradilan) adalah langkah yang tepat untuk menjawab tantangan zaman dan perkembangan peradaban dunia. Namun Transformasi itu berproses, membutuhkan waktu dan tidak seperti membalik telapak tangan. Dalam proses itu tentu ada unsur-unsur yang berperilaku sebagai "Dinosaurus Perubahan".
Pimpinan Mahkamah Agung tanpa henti dan tidak mengenal lelah "mengkomunikasikan" terus betapa pentingnya Proses Perubahan ini bagi Peradilan, bahkan bagi Bangsa dan Negara Indonesia, selaras dan searah dengan tujuan dicapainya e-Goverment di Indonesia.
Justru MA masih menunggu dukungan yang lebih signifikan dari DPR dan Pemerintah.
2. Presiden R.I. beberapa kali dalam Laporan Tahunan MA memberikan apresiasi Proses Perubahan itu, dan didukung pula dengan Puluhan Piagam Resmi Penghargaan dari Lembaga Penyelenggaraan Negara.
3. Terakhir hasil Penelitian Transparansi Internasional dan Penelitian Komisi Yudisial R.I Tahun 2022, bahwa tingkat Kepercayaan Publik terhadap MA mencapai diatas 82%, diatas rata-rata pelayanan Publik Nasional Indonesia. Berarti masih 18% persen lagi yang masih perlu ditingkatkan. Sehingga wajar jika kasus 2 orang Hakim Agung ini terjadi, dan belum dibuktikan dengan penuh kebenarannya (masih dalam proses hukum).
Sehingga adalah sikap "Naif" jika hal ini digeneralisasikan bagi seluruh Hakim Agung di MA dengan menyatakan "MA sebagai sarang Koruptor" sementara di MA ada lebih dari 50 orang Hakim Agung yang dipilih sendiri oleh DPR. Pepatah Leluhur kita "Jangan karena Nila setitik, menjadi rusak susu sebelanga".
Sebaliknya di Lembaga DPR ada sekitar 400 an Anggota. Dan ternyata terbukti ada puluhan Anggota bahkan Ketua dan Wakil Ketua dipenjarakan karena tertangkap KPK. Apakah dengan demikian DPR juga sebagai "Sarang Koruptor" ?.
Awas Pepatah Leluhur kita lagi "Dipercik air didulang, terpercik muka sendiri".
Nah perlu kearifan dan kepala dingin kita menghadapi permasalahan bangsa dengan mengedepankan sikap "Kenegarawanan Anak Bangsa". Yang Penulis rasakan, segenap unsur Pimpinan Mahkamah Agung telah mengerahkan pontensi pengabdiannya 300% dari yang seharusnya hanya 100%, dan hasilnya sudah terasa dan diakui oleh Lembaga Nasional maupun Internasional, dan kendala yang dihadapi adalah belum memadai tingkat kecerdasan anak bangsa yg menyeluruh sebagaimana diamanahkan oleh Alinea Ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945.
Mengapa? Gerak dan arah Perjalanan Bangsa Indonesia yg diarahkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang ada, belum bersinergi kearah yang tepat sesuai dengan Tujuan Negara itu.
"Ini adalah Tugas dan Tanggung Jawab DPR dan Pemerintah yang harus dipertanggung jawabkan kepada Bangsa dan Negara, terutama kepada Para Pahlawan Pendiri Bangsa ini yang telah mengorbankan Jiwa dan Raganya dengan kucuran keringat, darah dan airmata." pungkas guru besar fakultas hukum Undip Semarang ini, dengan suara bergetar, menahan marah, saat berbincang dengan Emil F Simatupang, wartawan senior dari Media Breaking Grup, Selasa, (15/11/22022).
Sampai dengan diturunkannya berita ini, sejumlah ketua kamar di MA sangat setuju dan mendukung Supandi, hakim karier yang sudah membaktikan dirinya, lebih dari separuh usianya dijajaran MA, yang kisah hidupnya dapat dibaca melalui buku biografinya (3 series), yang mampu menjadi sumber inspiratif bagi anak bangsa, jika menggugat secara hukum pernyataan Desmond yang lebay dan bermulut jahat itu keranah hukum, sekaligus juga melaporkan ke Dewan Pers.
Akankah panjang atau pendek urusan ini, Wallahu a'lam bissawab. *** Armen Foster
Tidak ada komentar:
Posting Komentar