Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/6/2023) |
John Nefri sebagai Direktur mengaku kasus itu sedang dalam penyelidikan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
“Hormati saja proses hukum yang berjalan. Ini masih saya dalami (kasusnya), sebab terjadi ketika sebelum saya menjabat sebagai direktur," katanya saat dihubungi, Rabu (28/6/2023).
John menjelaskan kasus ini terjadi saat pandemi Covid-19 tengah merajalela di tahun 2020-2021. Kala itu, posisi direktur masih diisi oleh EH, yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, tersangka lain yang berinisial G merupakan direktur sebelum EH.
"Kalau tidak salah itu 2020-2021 saat Covid-19 ya. Saya waktu itu belum menjadi direktur jadi belum tahu persis," ucapnya.
John menyampaikan program magang ke Jepang sudah dihentikan sejak dirinya menjabat. “Tidak ada lagi (yang dikirim ke Jepang),” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, sebuah politeknik di Sumatera Barat kedapatan terlibat dalam praktik perdagangan orang.
Politeknik tersebut menjanjikan mahasiswanya kesempatan magang ke Jepang. Nyatanya, mereka justru dijadikan buruh dengan jam kerja yang tidak masuk akal di sana.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan pihaknya menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini yakni G dan EH. Keduanya sama-sama menjabat sebagai direktur di politeknik tersebut dalam periode yang berbeda.
"Selama 1 tahun magang korban melaksanakan pekerjaan bukan layaknya magang. Akan tetapi bekerja seperti buruh," ungkap Djuhandani dalam jumpa pers yang digelar di Mabes Polri, Selasa (27/6/2023).
Djuhandani menjelaskan, ketika tiba di Jepang, mahasiswa yang terpilih mengikuti program magang tersebut ditempatkan di sebuah perusahaan sebagai buruh.
Mereka dipaksa bekerja 14 jam per hari mulai dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 10.00 malam selama 7 hari dalam seminggu, alias tak ada libur.
Bahkan, Djuhandani melanjutkan, istirahat yang diberikan oleh pihak perusahaan untuk makan pun hanya selama 10-15 menit.
"Korban tidak dibolehkan untuk beribadah," tuturnya.
Sementara itu, korban juga diberikan upah sebesar 50.000 Yen atau sekitar Rp 5 juta per bulan. Hanya saja, korban diharuskan memberi dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 Yen atau Rp 2 juta per bulan.
Djuhandani menegaskan politeknik tersebut terdaftar di dinas pendidikan setempat dan kegiatan belajar mengajar di politeknik hingga kini masih berjalan. Namun, untuk program magang ke luar negerinya telah ditutup. ***Marwan Hidayat
Dapatkan berita aktual lainnya, hanya tinggal klik Beranda di bawah ini.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !