Headlines News :
Home » » Mirisss Terpidana Mati Perempuan Yang Tak Kunjung Di Eksekusi

Mirisss Terpidana Mati Perempuan Yang Tak Kunjung Di Eksekusi

Written By Info Breaking News on Selasa, 09 Juli 2024 | 14.44


Jakarta, Info Breaking News -
Komnas Perempuan melakukan pemantauan terhadap perempuan-perempuan yang berstatus terpidana mati di Indonesia. Mereka disebut 'tersiksa' menunggu eksekusi mati.

"Hasil kunjungan dan pemantauan memperlihatkan bahwa terdapat unsur-unsur penyiksaan, perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia terutama dalam masa deret tunggu," kata Komisioner Komnas Perempuan Satyawanti Mashudi melalui Zoom Meeting, Selasa  (9/7/2024).

Menurut Satyawanti, total ada 15 perempuan dengan status terpidana mati di Indonesia yang tersebar di 9 lapas. Komnas Perempuan sendiri disebut Satyawanti sudah melakukan pemantauan terhadap 14 dari 15 perempuan terpidana mati: 6 orang kasus pembunuhan dan 8 orang kasus narkotika.

Meski dijatuhi vonis mati, para terpidana itu, disebut Satyawanti, sudah menghuni sel puluhan tahun. Dari catatannya, para terpidana mati itu sudah menunggu waktu eksekusi selama 2 tahun sampai 22 tahun, melebihi batas maksimal pidana penjara di Indonesia yaitu 20 tahun.

"Dalam masa tunggu yang lama tersebut berdampak pada kondisi psikologis karena penantian panjang tanpa kepastian dalam proses upaya hukum yang lambat. Apalagi, dalam masa tunggu tersebut, para perempuan terpidana mati ini berada dalam lapas yang overkapasitas, fasilitas kebersihan dan kesehatan terbatas, serta tidak tersedia layanan kesehatan mental yang memadai," tuturnya.

"Hal ini memperberat kondisi dan penderitaan psikologis yang dialami oleh perempuan terpidana mati dan dapat dianggap sebagai bentuk penyiksaan dan diskriminasi terhadap martabatnya serta perampasan hak asasi manusia," imbuh Satyawanti.

Berkaitan dengan hal itu, Komnas Perempuan pun memberikan sejumlah rekomendasi sebagai berikut:

1. DPR RI

- Tidak mengeluarkan kebijakan dalam bentuk undang-undang (UU) yang memuat penyiksaan dan hukuman mati.

2. Presiden Republik Indonesia

- Mengeluarkan peraturan/kebijakan terkait pelaksanaan komutasi yang telah diatur dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
- Memberikan grasi terhadap para perempuan terpidana mati yang berada dalam deret tunggu hingga berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
- Presiden membuat kebijakan mengenai mekanisme penilaian terhadap para perempuan terpidana mati di tingkat lapas sehingga presiden memiliki bahan pertimbangan dalam memberikan grasi terhadap perempuan terpidana mati.

3. Kejaksaan Agung

- Mengeluarkan kebijakan internal kejaksaan dalam upaya pencegahan penyiksaan dan penghapusan pidana mati dengan tidak melakukan penuntutan pidana mati.
- Tidak melakukan eksekusi pidana mati terutama terhadap para perempuan terpidana mati yang berada dalam deret tunggu untuk mencegah penyiksaan dan penghapusan pidana mati.


4. Mahkamah Agung

- Tidak memberikan vonis pidana mati dan memberikan putusan masa percobaan terhadap tindak pidana tertentu.
- Mengingat pidana mati bukan lagi pidana pokok seperti dalam KUHP baru, maka seluruh tindak pidana yang memuat ancaman hukuman mati harus diperiksa secara ketat dan dengan penjatuhan hukuman yang memuat pertimbangan proporsional, terutama terhadap kondisi kerentanan perempuan terhadap tindak pidana dengan ancaman hukuman mati, dengan semangat penghapusan hukuman mati.

5. Kementerian Hukum dan HAM

- Mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 5 Tahun 2010, yang: a. Memastikan terjadinya transparansi dalam proses permohonan sampai dengan pemberian Grasi terhadap Perempuan terpidana b. Melakukan perbaikan dan transparansi data dalam Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) yang dikelola oleh Ditjen Pemasyarakatan.

6. Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

- Memastikan pemenuhan hak-hak dasar bagi perempuan terpidana mati yang berada di LPP yaitu hak atas kesehatan, khususnya akses terhadap layanan kesehatan mental, fasilitas kesehatan dan kesehatan reproduksi, serta hak mendapatkan pendampingan hukum yang berkualitas.
- Melakukan asesmen berkala terhadap situasi perempuan terpidana mati untuk menentukan intervensi yang harus dilakukan oleh LPP untuk pemenuhan kebutuhan perempuan terpidana mati.*** Nadya


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Featured Advertisement

Featured Video

Berita Terpopuler

 
Copyright © 2012. Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life - All Rights Reserved