Jakarta, Info Breaking News - Tiada kata menyerah dalam kamus hidup Advokat senior Otto Cornelis Kaligis (O. C. Kaligis). Meski bertahun-tahun telah dicurangi serta dikhianati kaum-kaum elite Tanah Air hingga para oknum Jiwasraya, ia tanpa lelah terus mencari dan manyuarakan keadilan bagi dirinya serta ratusan korban skema Protection Plan Jiwasraya.
Setelah sebelumnya menyurati berbagai pihak, termasuk di antaranya Erick Thohir hingga Presiden Joko Widodo, O. C. Kaligis yang kini kehilangan uangnya sebesar Rp 35 miliar melayangkan surat terbuka bagi Prabowo Subianto yang akan segera dilantik menjadi Presiden Indonesia yang baru.
Dalam suratnya O. C. Kaligis memohon agar Prabowo bisa membantu ia dan para korban Protection Plan lainnya untuk mendapatkan uang mereka kembali.
“Hati ini sejarah mencatat, tepat pada hari ini Mingg, tanggal 20 Oktober 2024, kami bangsa Indonesia, mendengar sumpah Pak Presiden, Wakil Presiden, para Menteri dan semua pemegang jabatan pemerintahan. Inti bunyi sumpah: “Menjalankan tugas sebaik-baiknya, seadil-adilnya, memegang teguh UUD dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa,” tulis O. C. Kaligis dalam suratnya.
Melalui pernyataan tersebut, ia meminta Prabowo dan Gibran sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden pilihan rakyat yang baru dapat dengan tegas menindak Jiwasraya yang secara blak-blakan telah menipu, merugikan, hingga tega mengancam nasabahnya sendiri seperti yang dialami oleh O. C. Kaligis secara pribadi.
Besar harapan O. C. Kaligis agar suratnya mendapat atensi dari Prabowo dan pihak-pihak terkait sehingga keadilan dapat segera ditegakkan.
Berikut surat O. C. Kaligis yang dikirimkan langsung ke alamat kediaman Prabowo Subianto:
Sebentar lagi tanggal 20 Oktober 2024, kami bangsa Indonesia, mendengar sumpah Pak Presiden, Wakil Presiden, para Menteri dan semua pemegang jabatan pemerintahan. Inti bunyi sumpah: “Menjalankan tugas sebaik-baiknya, seadil-adilnya, memegang teguh UUD dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
Sekali lagi lafal sumpah tersebut berdasarkan pasal 9 UUD 45 adalah bahwa Bapak-bapak dan Ibu-ibu pemangku jabatan negara akan taat UU, taat hukum, taat putusan Pengadilan.
Sebagai praktisi yang mulai beracara sejak tahun 1966 dan kurang lebih 40 tahun membela kasus-kasus perdata International di luar negeri, memang sangat sulit bagi Bapak untuk memberantas korupsi, menegakkan hukum, apalagi bila yang memegang kekuasaan harus berhadapan dengan hukum.
Ironisnya korupsi telah berlangsung mulai dari oknum KPK, Kepolisian, Kejaksaan bahkan oknum-oknum hakim di Pengadilan. Tidak terkecuali oknum-oknum wakil rakyat di DPR RI, DPRD, dst.
Di saat Bapak berbicara: “Jangan uang APBD, APBN dikorupsi”, justru di tempat itulah marak terjadinya korupsi. Diperlukan pengawasan ekstra ketat.
Sebagai masukan. Pidana Bibit-Chandra Hamzah, Abraham Samad-Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan yang perkaranya telah lengkap, urung dimajukan ke Pengadilan.
Bahkan mereka tampil, tanpa malu, mengkritik pemerintah padahal bila saja mereka tidak dilindungi negara melalui deponeering, sudah seharusnya dipenjarakan.
Sama halnya dengan kasus Prof. Denny Indrayana yang perkara korupsinya pernah ribut di media, namun sekarang tiba-tiba di peti-eskan.
Mengapa kasus mereka mudah dilupakan? Karena mereka punya media/LSM ampuh bernama ICW, di samping banyak media besar lainnya mendukung mereka.
Saya, O. C. Kaligis, masuk penjara tanggal 14 Juli 2015 untuk pemberian uang THR kepada Panitera menjelang Lebaran. Uang Lebaran dilakukan advokat saya di luar pengetahuan saya.
Silahkan baca berita tanggal 9 Juli 2015, di saat advokat Gerry OTT, dimana di waktu itu saya berada di PN Denpasar. Sekalipun demikian berita media diplesetkan, seolah-olah saya OTT.
Semua yang mengikuti media dan sidang saya berkesimpulan bahwa saya dikerjain KPK. Sekali lagi pemberian uang kepada Panitera bukan kepada hakim pemutus.
KPK memajukan perkara saya tanpa bukti. Bahkan kesaksian hakim Tripeni membenarkan bahwa perkara saya kalah dan lagi proses banding.
Dalam dunia advokat, Hakim disogok untuk memenangkan perkara, bukan untuk perkara yang kalah.
Setelah dipenjara, dari hasil penelitian ilmiah saya ternyata banyak oknum dibui karena masalah politik.
Contohnya kasus-kasus Miranda Gultom, Direktur Utama Neloe yang memberi pinjaman kepada perusahaan Domba Mas yang melunasi hutangnya, serta kasus Gubernur Barnabas Suebu yang divonis untuk kebijakan yang dilakukannya, yang mana kebijakannya tak pernah dilaksanakan.
Semua pelaksanaan hukum yang keliru, itu saya bukukan melalui buku berjudul “Peradilan Sesat”.
Kembali kepada permohonan saya:
Untuk memperjuangkan keadilan, saya telah bersurat kepada Bapak Presiden Jokowi sebanyak lebih 20 kali, kepada para petinggi-petinggi hukum, Jaksa Agung, Kapolri, Menteri Keuangan, OJK , IFG, DPRRI dan hanya DPD melalui Ketuanya, Bapak La Nyalla yang pernah memberi rekomendasi agar Jiwasraya membayar hutangnya.
Kepada para pemegang polis Protection Plan, hasil ciptaan Jiwasraya sendiri. Himbauan Bapak La Nyalla, ex Ketua DPD, pun diabaikan.
Perjuangan hukum saya telah saya lakukan mulai sejak tahun 2018 tanpa hasil, sekalipun Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung memenangkan saya.
Berikut 3 Putusan Pengadilan yang memerintahkan Jiwasraya dan Menteri Erick Thohir untuk mengembalikan uang tabungan saya sebesar kurang lebih Rp 35 miliar (termasuk bunga 1 persen per bulan sesuai putusan Pengadilan).
Putusan itu masing-masing Nomor 219/Pdt.G/2020/PN.Jkt/Pst di tingkat Pengadilan Negeri, Nomor 176/Pdt/2022/PT.DKI di tingkat Pengadilan Tinggi, dan Nomor 96 PK/Pdt/2024 di tingkat Mahkamah Agung.
Untuk kasus saya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memanggil Jiwasraya dan Menteri Erick Thohir agar melaksanakan putusan Pengadilan.
Di pengadilan pun, kuasa hukum mereka mangkir melaksanakan putusan.
Saya kadang berpikir, dalam kapasitas saya sebagai praktisi, apa mungkin Bapak berhasil memberantas korupsi kalau saya saja yang malang melintang di dunia hukum tidak berhasil memperjuangkan keadilan? Saya adalah korban ketidakadilan.
Bahkan semua pengusaha korban BLBI yang kasusnya telah ditutup sejak tahun 2004 bersamaan dengan dibubarkannya BPPN, kini lebih suka bermukim di Singapura karena mereka khawatir dijadikan ATM untuk kasus BLBI yang sekarang sejak tahun 2023 dibuka kembali melalui Satgas BLBI.
Dimana letak kepastian hukum bila semua perkara yang telah kadaluarsa dibuka kembali?
Permohonan ini sengaja saya alamatkan ke rumah Bapak dengan harapan semoga mendapat atensi dalam saya memperjuangkan keadilan bersama sejumlah kawan korban Jiwasraya yang sampai hari ini masih menuntut keadilan. ***Armen Foster
Dapatkan berita aktual lainnya, hanya tinggal klik Beranda di bawah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar